"Lo beli PSP gue yang baru, ya, please."
Kedua telapak tangan lebar itu menyatu, bersamaan dengan kepalanya yang menunduk. Gio Anggara, lelaki yang baru saja beberapa menit lalu diusir dari ruang kelas itu kini menyusuri kantin universitas. Ya, siapa lagi yang dikunjungi jika bukan sahabat kecilnya .
Sahabat? Oh, tidak, dibanding kata sahabat, mungkin musuh jauh lebih tepat. Sedari sekolah dasar dan siapa sangka terus bersama hingga ke jenjang univeristas?
Nesya. Gadis dengan kemeja kotak yang menyelimuti kaus hitamnya, mengangkat sebelah alis. Ia mengusaikan menyesap cendol dari sedotan plastik, hampir saja tersedak jika tidak berusaha menjaga image di hadapan lelaki ini.
"PSP yang keluaran terbaru itu? Gila lo! Mahal! Mana mampu gue!"
Gio menggeleng, menyomot pisang goreng di piring plastik, lalu menunduk, seraya menyatukan kedua telapak tangan kembali. "Gue jual murah, serius."
"Murah untuk lo, nggak murah untuk gue tau!" sembur gadis itu kesal, mengikat rambut sebahu dengan asal lalu menyingkirkan ujung poni yang hampir saja menusuk mata. "Lagian, gue heran sama lo. Keluarga lo sultan, Cuy! Tapi, kenapa lo melarat gini coba?"
Gio mengacak rambut dengan gusar. "Ya ... gimana, Nes. Lo tau sendiri, semenjak bokap nyokap gue meninggal, yang pegang keuangan siapa? Bang Rean! Itu orang, luar biasa bikin takjub pelitnya. Adik gue mau camping aja nggak dikasih izin sama itu orang. Katanya, dana di keluarga nggak cukup buat beli perlengkapan. Kan, gila! Nggak cukup dari mana? Dia bolak balik ke luar negeri, bisa!"
"Lo kerja sambilan aja kali sana, nggak tega kadang liat musuh gue kayak gini." Nesya menyesap minuman lagi, melirik jam sejenak, berharap agar waktu pergantian jam kuliah belum usai.
"Pengennya gitu, tapi gue nggak tau mau kerja apaan. Berasa nggak punya skill. Jangankan skill, bakat juga amblas. Seni gue udah cetek, pelajaran nggak pintar-pintar amat. Eh, oot, kalau dipikir-pikir, lo ngapain coba nganggap gue musuh lo? Kata lo supaya ada saingan. Etdah, di mana-mana lo kali yang paling unggul dibanding gue."
Kini, gadis itu benar-benar tersedak dibuat oleh Gio. Gio mengangkat sebelah alis, sekali lagi mengambil pisang goreng milik gadis itu tanpa izin. Nesya berdehem. "Rahasia. Lo jual tuh PSP untuk apaan?"
"Jelas buat biaya adik gue camping," ucap Gio, langsung. "Batas waktu pembayarannya nggak lama lagi."
"Ngapa harus jual PSP, coba?"
"Biar lo yang beli."
Kini Nesya terdiam. "Emangnya kalau orang lain yang beli kenapa? Wah, wah, curiga gue, trik marketing, nih. Biar gue merasa dispesialin terus akhirnya beli, kan?"
"Hm?" Gio mengunyah gorengan dengan cepat, lalu menyambar segelas teh dingin di hadapan. "Emangnya lo merasa gue spesialin?"
"Eh?"
Gio tertawa pelan, usai meneguk minuman, lalu mengacak rambut gadis itu hingga berantakkan. "Dah, gue mau ngadem dulu di perpus, mau tidur! Lo masuk kelas sana, nanti diusir lagi kayak gue. Entar konfirmasi aja, kalau misalnya mau beli, oke? Gue beri jangka waktu seminggu buat mikir."
"E-eh, Yo!" Nihil, cowok dengan kemeja biru gelapnya itu telah menjauh dari kantin. Memang tidak menoleh belakang, tetapi sebelah tangan itu terangkat lalu melambai seakan mengucap terima kasih padanya.
Nesya mengembus napas panjang, merasa tulang pipinya kini menegang secepat mungkin ia mendengkus keras seakan menyadari makanan dan minuman yang ia beli kini ludes tanpa sempat menikmati hingga puas.
"Gio! Pokoknya lo utang sama gue!"
____
Thanks for reading! I hope you enjoy it! Vote, komen, krisarnya sangat membantu. Yuk, jadwal apdet enaknya hari apa, yok!
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Notes [OPEN PRE-ORDER]
Novela JuvenilDi dunia yang menyebalkan ini, ada sebuah rahasia yang paling ingin Rean sembunyikan hingga mati. Tidak peduli orang-orang menganggapnya seperti apa, yang pasti biarkanlah rahasia penuh kelam itu menjadi tanggungannya. Namun di sisi lain, semenjak k...