Hanya hembusa yang bisa
menentukan kita ada dan tiada.
- Adara Anantasya Putri-
----------------------------------------------
•••D
engan muka menunduk, Adara berjalan di koridor sekolah untuk menunju tempat halte, dimana ia akan menunggu angkutan umum untuk menuju kerumahnya.
Hari ini abangnya tidak akan menjemputnya karena ada tugas kuliah dadakan, terpaksa ia akan menunggu angkutan umum.
"Untung di tas ada sweater, kalo nggak mungkin bisa lebih malu, emang dasar Arsanjing!!!" Gumam Adara, dengan sekali menendang batu kecil di depannya.
Bughh.
'astaga, apalagi ini?' batin Adara yang berusaha melihat, siapa orang di depannya.
Lagi, lagi dan lagi Arsa!!
Duniakan luas? Kenapa harus bertemu dengan makhluk seperti ini, untung jenis manusia bukan halus."Mau apa lo?" Ketus Adara sinis.
"Nih, makasih." Arsa mengeluarkan buku novel dari tas hitam yang di sampirkan di pundak kanannya.
"Makas--"
"Endingnya bagus, si Kevin nggak jadi keluar negeri, dan masih nemenin Alya sampai lulus dulu." Potong Arsa yang membuat Adara melotot.
Apaan ini? Bisa biasanya di beritahu endingnya, kan mau baca, tau gini nggak usah baca aja.
"Loh apaan sih, udah balikin sendiri! Gua bukan babu lo!" Ketus Adara berlalu meninggalkan Arsa.
Melihat itu Arsa langsung mencegah langkah kaki Adara untuk berjalan ke halte.
"Pulang nebeng gua aja," ujar Arsa enteng.
'tidak semudah itu ferguso' batin Arsa.
"Makasih, gua mau naik angkutan umum aja, atau nggak gojek." Ujar Adara berlalu.
"Udah nggak usah sok nolak, tinggal ikutan apa susahnya." Sarkas Arsa menarik sweater hitam Adara.
"Gua ga mau! Titik ga pakek koma!"
Adara kembali berjalan menuju Halte sendirian, niat hari ini ia mau ke sebuah tempat terakhir Abangnya, nggak mungkin juga harus batal.
"Woy, sini anying!!!" Teriak Arsa seperti orang gila, salah siapa tak mau kenalan.
"Budeg apa gimana sih tu orang," decak Arsa tak guna.
"Terserah, kalo loh tau aja."
"Tau apa?" Tanyanya mulai mendekati.
•••
Duduk di tanah sembari berdoa dan sesekali bergumam kecil, seakan ada lawan bicara di hadapannya. Namun telah tiada semenjak Adara belum lahir didunia ini.
Perih, pedih, itu semuanya terdapat di lubuk hati kecil seorang Adara saat ini.
"Abang..." Lirih Adara menatap gundukan tanah sesekali menabur bunga yang telah ia beli tadi.
"Abang seharunya kuat, hembusan nafas Abang seharunya ada masih ada" gumaman tersebut berhasil keluar dari bibir mungil itu.
Sepulang sekolah tadi Adara langsung meninggalkan Arsa dan menaiki angkutan umum menuju makam terakhir abangnya ini.
"Abang Adara pulang dulu yah, besok Adara kesini lagi, Abang bahagia disana yah." Pamitnya berjalan tergopoh-gopoh sambil sesekali menyeka air matanya agar tak keluar lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
A'rsa
Teen FictionEntah apa yang terjadi jika seorang gadis lugu nan tertutup akan dirinya, bertemu dengan seorang cowok most wanted di sekolah sekaligus jago dalam tawuran antar sekolah. Bugh. Satu pukulan mendarat di sudut bibir Adara, Adara tak mengerti mengapa sa...