Setelah kemarin memikirkan akan menjodohkan Dikta dengan perempuan pilihanya, Ayah akan bicara dengan Dikta langsung, agar anaknya bisa menimang-nimang permintaan ayahnya. Sebenarnyaa Ayah tau anak nya akan menolak, tapi apa salah nya mencoba?
Ayah sedang duduk di bangku CEO dan kini di depan nya ada seorang perempuan cantik yang ingin melamar untuk bekerja disini.
Ayah sedang mewawancara perempuan cantik ini. "Nama kamu siapa?" tanya ayah untuk membuka wawancara.
"Asma Adinda" jawab nya. Wanita itu tersenyum sangat manis, ia memakai hijab namun belum syar'i.
ayahnya langsung menyukai gadis ini, dan ia langsung menerima Asma untuk bekerja di perusahaanya. "Baik, kamu saya terima. Kamu bisa bekerja sebagai sekertaris anak saya ya... Nama nya Radikta Nugraha." ucap ayah.
Asma lantas langsung tersenyum bahagia. "Alhamdulillah, terima kasih pak. Kalau gitu, saya bisa bekerja kapan ya?" tanya Asma lemah lembut.
"Kamu bisa mulai bekerja besok, dan sekarang saya akan mengenalkan kamu dengan anak saya. Mari, ikut saya." jawab Ayah dan mengulum senyumnya.
Asma berjalan di belakang ayah sebagai tanda hormat antara CEO dan bawahan. Asma tersenyum saat semua karyawan tersenyum juga padanya.
"Silahkan masuk." ucap ayah, Asma masuk dan menjaga jarak dengan sang atasan karena ia perempuan dan atasan nya ini laki-laki.
"Assalamualaikum" ucap Asma dan Dikta yang sedang membaca berkas langsung menoleh. "Wa'alaikumsalaam." Dikta masih memakai kacamatanya.
"Siapa dia yah?" tanya Dikta sambil menaruh berkasnya di meja dan beralih menatap perempuan muslimah ini.
"Sekertaris baru kamu. Besok, dia mulai bekerja jadi sekertaris kamu ya? Ajarin dia yang bener." ucap ayah. Setelahnya ayah meninggalkan mereka berdua.
"Saya Radikta Nugraha... Kamu siapa?"
"Asma Adinda... Ma-maaf pak, saya boleh permisi? Besok saya bisa datang kesini jam berapa ya pak?" tanya Asma dan menundukan pandanganya.
"Besok pagi jam 7 pas sudah berada di kantor. Ingat! Jam 7 pas sudah di kantor." tekan Dikta. Asma mengangguk dan izin mengundurkan diri dari ruangan Dikta dan beralih pulang.
"Ayah... Kenapa gak bilang dulu sih?" Gumam Dikta.
><
><Asma pulang menggunakan angkutan umum, sudah biasa sejak ia masih bersekolah di sekolah menengah pertama.
Asma berjalan menuju ke rumahnya yang sederhana. satu adiknya dan satu kakaknya menghampirinya dengan wajah yang berbinar.
"Gimana kak tadi? berhasil kan?" tanya Kyla adik yang sangat kepo itu.
"Gimana dek? Berhasil kan?" tanya Ibra kakak nya.
"Alhamdulillah berhasil." Asma langsung memeluk kakaknya dan adiknya secara bersamaan.
"Alhamdulillah! Ibu sama bapak pasti seneng kak! Ayo kasih tau!" pekik Kyla yang terlalu senang itu.
Asma masuk dan langsung memberi tahu kedua orang tua nya bahwa ia berhasil menjadi sekertaris. Dan pasti gaji nya akan besar bisa melunasi hutang orang tua nya.
"Alhamdulillah... selamat ya nak!" Ibu memeluk Asma yang berhasil menjadi sekertaris di perusahaan besar.
setelah nya, merka makan malam dengan lauk pauk yang sederhana. "Asma... Maaf—kakak sebagai anak paling besar, tidak bisa melunasi hutang ibu dan bapak." Ibra menjeda sebentar. "Dan kakak malah biarin kamu kerja." ujar kak Ibra.
"Kak—Jangan ngomong gitu, Asma gak suka. Lagian ya kalo aku yang kerja emang kenapa? Asma juga belum punya suami kan? Jadi masih bebas." jawab Asma lembut.
Kyla dan Ibra saling berpandangan, sebab Asma tidak pernah bicara soal 'suami'. "Kamu—udah mau nikah ya?" tanya kak Ibra.
"Kakak! Nggak ya! Asma masih mau kerja dulu." balas Asma dengan dengusan.
><
><Dikta berdiri di depan kompor dan sedang melihat minyak apakah sudah panas? Dikta mencemplungkan telur nya dan ia mengaduknya. "Telur orak-arik yang selalu kamu bikinin buat aku." gumam Dikta dan terkekeh kecil.
"Sekarang, aku mau bikin buat diriku sendiri. Se enak buatan kamu gak ya? Atau mungkin malah—asin? ah! ntah lah." lanjut Dikta masih sambil terkekeh.
Dikta memindahkan telurnya ke dalam piring dan memberinya nasi yang masih panas. Bundanya sedang tidak masak hari ini, jadi Dikta terpaksa harus memasak sendiri.
Dikta menyuapkan sedikit Telur untuk ia coba, Dikta mengunyahnya dengan perlahan dan rasanya—" Kok asin?!! padahal aku masukin bumbu yang kamu bilang loh?!!" Dikta marah pada dirinya sendiri, kenapa rasanya beda?
"Kamu bohong ya sama aku? Katanya garam nya setengah sendok terus penyedap nya tiga tabur aja, kok ini malah asin?!" Dikta terus mengomel, tetapi ia sendiri di rumah itu.
Dikta terus memakan telur itu sampai habis dan menahan rasa asin dalam telur nya itu. "Kalo kamu yang buat, mau rasanya pahit sekali pun, aku akan bilang kalau ini telur ter enak!" Lalu Dikta terkekeh lumayan besar.
sedetik kemudian, senyumnya luntur dan di gantikan dengan tangisan Dikta. ya- dikta menagis lagi, menangisi Xeylla. " XEY! JANGAN EGOIS! AKU KANGEN KAMU TAPI KAMU NGGAK! BAHKAN KAMU GAK MAU BALIK LAGI KE AKU!" teriak Dikta di rumah yang sepi itu.
Dikta melempar gelas yang ada di hadapanya dengan keras. prang!!
"AKU MAU KAMU DISINI SAMA AKU! AKU JANJI BAKALAN TERUS BAHAGIAIN KAMU! JANGAN PERGI!" Dikta menjambak rambutnya sendiri frustasi.
detik selanjutnya Dikta duduk merosot di depan pintu kamar nya. ia menelungkupkan wajah nya di paha nya dan masih menangis.
"Xey, aku kangen kamu! aku mau kamu! aku butuh kamu disini! Jangan biarin aku kangen sama kamu, Xey!"
"Aku yakin, kamu denger aku dari sana! Aku tahu kamu gak suka liat aku nangisin kamu terus! Tapi, kamu yang bikin aku kayak gini!"
Detik selanjutnya lagi, Dikta sudah menenggelamkan wajah nya di dalam selimut. ia sudah tertidur sehabis menangisi wanita tercinta nya itu. Sebelumnya ia meminum obat penenang dari dokter.
aku bikin part ini dikit banget, soalnya gada ide. Terus aku bikinya malem hampir jam 12 an, jadi ngantuk. Kalo ada typo bilang...
KAMU SEDANG MEMBACA
because of your patience » Jungwoo
Romance"karena kesabaranmu, aku bisa melupakan masa lalu ku, dan karena hangatmu, aku bisa perlahan mencintaimu" -Jungwoo as Radikta Radikta Nugraha, bos perusahaan terbesar, namun mengidap mental illness atau depresi. Ia seperti itu karena kehilangan sang...