BOYP : 5

0 0 0
                                    

5 hari kemudian...

Dikta bangun dari tidur nya, tapi jujur! Dikta tidak bisa tidur, sebab ayah nya menyuruh Dikta untuk memberhentikan sekertaris baru nya itu. Dan Dikta menikahinya. Jujur saja, sebenarnya Dikta tidak cinta dengan Asma, tapi ia tidak bisa menolak keinginan orang tua nya itu.

Dikta bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi, untuk membersihkan badanya dan mengambil wudhu. Hari ini, ia dan keluarga nya akan melamar Asma.

Dikta akan melaksanakan sholat istikharah, sholat untuk meminta petunjuk dan ketetapan hati. Semoga ini adalah jodoh nya dan pengganti untuk mantan nya itu.

Selesai nya Dikta sholat istikharah, Dikta membuka galeri ponsel nya dan melihat foto dirinya dengan foto Xeylla saat masih bersama.

"Maafin aku Xey, aku harus menikahi wanita lain. Aku gak bisa nolak permintaan orang tua aku." ucap Dikta pada foto itu.

Dikta menangis lagi, sungguh! Dirinya sangat lemah jika harus mengingat memori dulu saat masih ada Xeylla di dekapanya, dan kini? Xeylla hilang bahkan mungkin sudah tenang dan bahagia disana.

Dikta memang laki-laki cengeng! Tapi ia akan bersikap dingin dan lurus saat bersama orang lain. Dikta memang sudah dikenal sebagai cowok dingin sejak SMP dulu.

"Maaf Xey... Maafin aku.." Dikta menangis lagi.

"Gapapa, Dikta... Memang sudah seharusnya kamu melupakan aku, dan menjadi keluarga bahagia bersama perempuan lain."

"Xey..? Kenapa datang lagi? Kamu cuma bikin aku tambah sakit."

"Maaf... Aku pergi sekarang."

"Aku yang bunuh kamu kan? Makanya kamu benci aku. Iya kan?!"

"Bukan kamu dikta... Ini sudah takdir. Jangan salahkan diri kamu sendiri lagi, aku sayang kamu.. Aku pergi.."

"Maafin aku Xey..."

><
><

Dikta sudah siap dengan setelan batik serta celana hitam bahan, begitu juga dengan ayah. Bunda memakai baju syar'i dan kerudung sampai se bawah kaki.

Dikta dengan tampang dingin dan lurus, hanya mengikuti ayah nya yang sudah masuk ke dalam mobil. Bunda nya duduk di belakang sendirian, secara ia kan anak tunggal.

"Dikta sudah siap?" tanya ayah.

Dikta tak menjawab, ia hanya tersenyum kecil ke arah ayahnya dan memfokuskan diri lagi menyetir. "Kamu yakin Asma akan menerima kamu?" tanya ayah lagi.

"Nggak sih... Apalagi dia udah tau kalo aku ada mental illness." jawab Dikta.

"Siapa tahu, dia yang bisa nyembuhin kamu dari mental illness itu." Dikta tak menjawab, ia menyunggingkan senyum kecil nya.

Setelah mereka sampai di rumah Asma, mereka semua turun dan merapikan pakaianya yang kusut. Dikta tetap dengan tatapan dingin dan lurus.

Dikta tidak mengeluarkan ekspresi gugup sekalipun. Lalu mereka mengetuk pintu dan keluarlah bapak dan ibu dengan ekspresi yang sumringah.

Mereka sudah duduk di sofa panjang ruang tamu, dan  Kyla sedang memanggil Asma untuk turun ke bawah menemui calon kakak ipar nya itu.

"Kak, udah dateng. Ayo turun" Kyla menggandeng tangan Asma.

Mereka semua kini sudah berkumpul di ruang tamu. Asma duduk di tengah dan apit oleh ibu dan bapak. Dikta mulai serius menatap Asma dan keluarga nya.

"Bagaimana? Langsung saja ya?" tanya ayah.

"Gimana? Asma mau terima lamaran dari Dikta?" tanya bapak kepada Asma yang masih menunduk.

Asma mengangguk namun tak melihat ke arah Dikta atau keluarga nya. Pandanganya tetap pada lantai, ia tak bisa menolak dan hanya bisa mengiyakan kemauan orang tua nya.

Bissmillah, ini akan menjadi pilihan terbaik. Tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anak nya. Semua orang tua, pasti ingin yang terbaik untuk anak nya. Dan mungkin, Dikta ini adalah pilihan terbaik untuk nya.

Selanjutnya, mereka semua menikmati makanan yang sudah di sediakan oleh keluarga Asma untuk menjamu tamu nya ini.

Kak Ibra, bapak, ayah, dan Dikta sedang berbincang di ruang tengah. Asma, kak Jihan, Ibu, Kyla dan Bunda sedang berbincang di meja makan.

Asma tertawa canggung bersama mereka, apalagi mereka sudah membicarakan tanggal pernikahan. Huft... Asma ingin pingsan sekarang!

"Asma... Kamu ikhlas kan?" tanya bunda..

"I-iya insyallah Asma ikhlas, tante."

"Jangan tante, tapi bunda aja." Asma tertawa kecil sesekali ia menoleh ke arah Dikta.

Dikta dan Asma kini berada di depan teras rumah Asma. "Ikhlas nikah sama saya? Kalau nggak, kamu bisa tolak. Apalagi kamu sudah tahu kalau saya punya men—"

"Insyaallah ikhlas pak. Saya nggak bisa nolak keinginan orang tua saya. Maaf kalau bapak jadi terbebani sama jawaban saya tadi." potong Asma cepat.

"Gimana kamu bisa ikhlas sama saya?"

"Karena allah pak."

Lagi-lagi jawaban Asma membuat hati nya tertohok. Dulu, Xeylla tidak pernah bicara seperti ini, yang ia bicarakan hanya "Boleh beliin aku ini gak?"

Dikta tersenyum dan menghadap Asma. "Maaf—kalau nanti saya jadi suami kamu, dan kamu lihat saya kambuh, saya harap kamu gak takut ya?"

Asma terkekeh kecil, lalu menatap sang empu. "Insyaallah nggak pak." jawab Asma dengan senyuman manisnya.

Dikta ingin menangis lagi, sebenarnya ia ingin sekali yang duduk di samping dirinya nanti itu Xeylla bukan Asma. Tapi, mungkin ini takdir hidupnya, ia tidak bisa menolak.

Asma melihat langit yang kini berwarna orange. Senja mulai terlihat, Asma memekik senang saat melihat senja yang kini datang.

Dikta dapat melihat perempuan yang disamping nya ini sangat senang. Dan mungkin, ia sekarang tahu apa kesukaan dari sang calon istri.

"Maafin aku Xey..."

























































































Ueueueu mau bikin yang langsung nikah!!
Baca yaaa!!
Makasii lopyu!

because of your patience » JungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang