Asma sedang berkutat di dapur, karena semenjak menikah, dirinya tidak di perbolehkan bekerja. Dan ia hanya menuruti nya saja.
Dikta keluar dari kamar dengan setelan jas dan dasi yang berwarna serasi dengan jas nya. Asma tersenyum saat suami nya sudah keluar kamar dengan pakaian rapi nya.
"Pak, duduk dulu. Saya buatin sarapan dulu." ucap Asma dengan senyuman manisnya. Dikta berdeham sebagai jawaban, dan menarik kursi dan Dikta mendudukinya.
Asma datang dan menata semua makananya untuk di makan bersama. Tapi—
"Halo iya kenapa?"
"Maaf pak, di kantor ada masalah. Bapak bisa datang sekarang?"
"Oh iya bisa, tunggu sebentar."
Dikta menutup sambungan nya dan menatap Asma sebentar. Ia sangat tidak enak, tapi ia juga tidak bisa meninggalkan pekerjaanya.
"As... Maaf—saya harus ke kantor sekarang." ucap Dikta.
"Gak mau makan dulu, pak?"
"Gak sempet, saya pamit dulu ya.. Assalamualaikum" Dikta langsung bergegas pergi, Asma sudah menjulurkan tanganya untuk menyalami tangan suami nya itu, namun tidak bisa, Dikta sudah berlari kencang.
Asma tersenyum getir lagi dan lagi. Asma sarapan sendiri karena ia sudah di boyong ke rumah Dikta yang sudah di persiapkan untuk dirinya dan Dikta.
Asma menyuapkan nasi sambil menangis, ia tak kuasa menahan tangis nya. Sebenarnya semenjak tadi malam, Dikta sudah sedikit berubah. Walaupun masih dingin, namun sudah tidak jutek lagi.
Asma sudah selesai sarapan, sekarang ia sedang membersihkan rumah nya. Menyapu, mengepel, mencuci baju dia dan suami nya.
><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><
Dikta sedang pusing mengurusi masalah yang ada di kantor nya sekarang, Dikta memijit pelipis nya dan membuka kacamatanya.
Dikta memijit kepala nya juga yang terasa pusing. Terdengar pintu di ketuk dari depan. "Masuk." Dikta melihat ke arah pintu, dan yang datang adalah—?
"Asma? Mau ngapain?" tanya Dikta.
"Saya mau antar makanan untuk bapak, saya tahu bapak belum makan." ucap Asma sambil menyiapkan makanan pada Dikta.
"Gak usah repot-repot."
"Saya gak repot kok pak. Ini, bapak sekarang makan dulu ya, kerja nya nanti dulu." ujar Asma sambil tersenyum. Sungguh, Asma tidak mau menunjukan rasa kecewa nya sekarang, Asma tahu suami nya ini sedang pusing sekarang.
Dikta memakan makanan yang sudah di buatkan oleh istri nya tersebut. Dikta rasa, rasa makanan nya tidak mengecewakan, malah bisa di bilang ini enak.
Dikta menutup kotak makan itu dan kembali fokus bekerja. "Sudah pak?" Dikta mengangguk sambil berdeham. "Minum dulu pak." Asma menyodorkan air mineral untuk suaminya.
"Makasih ya... Kamu sekarang mau pulang?" tanya Dikta dan di balas anggukan oleh Asma.
Asma beranjak dan ingin keluar, tapi tanganya di cekal oleh Dikta dan Asma jatuh di pangkuan Dikta. Dikta kenapa begini? Astagfirullah.. Asma nyaman! Sungguh!
Dikta menaruh dagu nya di ceruk leher istrinya dan memeluk pinggang Asma. "Biarin kayak gini dulu ya? Saya udah ngecewain kamu tadi." ucap Dikta.
Ya allah kenapa tiba-tiba? Asma belum mempersiapkan dirinya. Bagaimana kalau Dikta kali ini tidak sadar? Dan dia hanya menganggap kalau yang di peluk ini Xeylla bukan dirinya?
"Maafin saya Xeylla." ucap Dikta.
Ternyata benar, Xeylla bukan Asma. Senyuman Asma luntur begitu saja. Asma ingin menangis, namun tidak bisa sekarang, rasanya sangat malu. Tapi sakit jika di tahan.
Apakah Dikta ini suka tak sadar seperti ini? Atau memang di sengaja? Astagfirullah... Asma ayo positive thinking!
"Maaf pak..?"
Dikta tersadar dan ia menjauhkan dirinya dengan Asma. "Saya permisi, Assalamualaikum" Asma pamit dengan hati yang sangat-sangat-sangat sakit! Bahkan lebih sakit dari terkena pisau.
Jujur! Ia lebih baik sakit tubuh nya, dari pada harus hati nya. Sangat sakit rasanya! Asma masuk ke dalam kamar mandi kantor dan menangis sesegukan di dalam sana.
Asma keluar dari dalam kamar mandi dan berdiri di depan wastafel, ia menghadap kaca sembari melihat wajah nya yang sembab sehabis menangis. Ia membasuh wajah nya dengan air, dan bergegas pulang.
Setelah sampai di rumah nya, Asma melaksanakan sholat dhuha, karena ini masih menunjukan pukul 8 pagi, jadi ia masih ada waktu untuk melaksanakaan sholat sunnah dhuha.
Selesai ia menunaikan sholat sunnah duha, ia berdoa pada Allah. "Ya allah, hamba tahu, engkau tidak akan memberikan ujian di luar batas hamba mu, tapi kali ini benar-benar sakit. Tabahkan lah hati hamba mu ini ya Allah.. Bukakan lah hati suami hamba agar ia bisa mencintai hamba, bukan orang lain. Sabarkan lah hati hamba juga ya Allah... Aamiin."
Asma membuka seluruh mukena nya dan melipatnya ia menaruh nya lagi di tempat yang tadi. Asma beranjak ke sofa di ruang tamu, ia menonton tv sambil menunggu adzan zuhur. Sebab, ia tidak tahu harus apa sekarang semua pekerjaan rumah nya sudah selesai.
Tanpa sadar Asma ketiduran di sofa dengan tv yang masih menyala.
Pukul 10 malam. . .
Asma terlonjak kaget, dia tidak ingat ini jam berapa dan pasti ia sudah meninggalkan sholat. Ya allah maafkan hamba mu ini, ia tidak sadar dan ia lupa.
"Kamu ngapain tidur disana? Pindah ke kamar aja." ucap Dikta di ambang pintu. Bahkan suami nya pun sudah pulang, berarti ini sudah malam.
Asma merapikan khimar nya yang berantakan lalu beranjak ke dapur untuk membuatkan suami nya makan malam. Asma sungguh menyesal, kenapa ia tertidur tadi?
"Pak, bapak mandi dulu ya, saya mau buatin bapak makan malam dulu." ucap Asma dan di anggkui suami nya.
Setelah Dikta selesai mandi, Asma dan Dikta duduk di meja makan untuk menikmati makan malam. Asma berharap, suami nya meminta maaf dan memeluk nya seperti tadi.
"Pak... Tadi bapak banyak kerjaan ya?" tanya Asma membuka suara.
"Iya, ada masalah sebener nya."
"Masalah? Masalah apa pak?" tanya Asma khawatir, ya sebagai seorang istri, Asma pasti sangat khawatir pada suami nya itu.
"Itu urusan saya, kamu urus saja urusan kamu sendiri." jawab Dikta dingin.
"Pak tapi kan—"
"Kamu ngerti gak apa yang saya bilang?! Ini urusan saya!" Asma terkejut, mata nya memanas. Ia tadi sangat khawatir karena suami nya bilang ada masalah di kantor, tapi suami nya malah memarahi nya.
Asma berlari ke dalam kamar nya dan mengunci nya. Dikta menyadari perkataan nya tadi terlalu kasar, lalu ia mencoba meminta maaf pada Asma di depan pintu yang terkunci.
"As... Maafin saya, saya gak bermaksud—"
"Tidur di luar dulu sekarang. Saya mau sendiri." balas Asma dari dalam kamar.
Ish ish ish...
Dikta marah-marah lagi, kali ini dia sadar gais
Tungguin next chapter okeiii
KAMU SEDANG MEMBACA
because of your patience » Jungwoo
Romans"karena kesabaranmu, aku bisa melupakan masa lalu ku, dan karena hangatmu, aku bisa perlahan mencintaimu" -Jungwoo as Radikta Radikta Nugraha, bos perusahaan terbesar, namun mengidap mental illness atau depresi. Ia seperti itu karena kehilangan sang...