BOYP : 6

0 0 0
                                    

1 minggu kemudian

Dikta membuka mata nya dan langsung di hadapkan dengan perempuan cantik yang sedang duduk di pinggir ranjang nya.

"Xeylla? Datang lagi? Kenapa?" tanya Dikta sambil mengucek matanya.

"Gapapa kok... Mau liat calon suami dari Asma"

"aku... Hari ini nikah, aku—"

"Aku ikhlas dikta... Aku senang kamu udah bisa move on dari aku"

"Siapa bilang? Aku setiap hari nangisin kamu"

"Buat apa? Aku udah gak bisa peluk kamu lagi kalau kamu lagi nangis"

"Ya itu.. Kamu datang terus, mau nya apa? Kamu bilang kamu udah ikhlas, tapi datang terus"

"Maaf ya... Yaudah aku pergi sekarang, dan gak kembali lagi. Bahagia sama istrimu ya.."

"Huh!! Hah!! Xeylla lagi. Tapi, aku kok marah sama dia? Biasanya aku nangis." tanya nya pada dirinya sendiri. Iya aneh, biasanya ia akan meminta xeylla agar tidak pergi.

"Xey maaf.."

Kali ini Dikta tidak kena mental illness lagi, ia melanjutkan tidurnya hingga azan subuh berkumandang.

Setelah ia menunaikan sholat subuh, ia duduk di balkon rumah nya sambil melihat bintang. "Andai kamu duduk di sebelah aku, dan peluk aku." gumam Dikta.

"Bunda..."

"Iya sayang? Ada apa?"

"Gapapa, bunda kenapa kesini?" tanya Dikta.

"Hari ini kamu menikah sayang, bunda cuma mau liat kamu aja. Takutnya kamu gugup, kan ini yang pertama kali buat kamu." jawab Bunda dan tersenyum.

Dikta membalas senyuman bunda dan memegang lengan bundanya. "Gapapa. Lagian Dikta udah latihan." jawab Dikta.

Bunda tersenyum dan mengelus surai hitam anak nya dan beranjak keluar. "Semoga gak kambuh." gumam Dikta.

><
><

Kini sudah menunjukan pukul 8 pagi, Asma sudah siap dengan baju pengantinya dan sedang duduk di pinggir ranjang menunggu sang calon suami menjalan kan ijab qobul nya.

Ia di temani dengan adik nya, dan ibu nya sedang menunggu "sah" dari semua saksi yang ada di sini.

"Saya terima nikah dan kawinya, Asma Adinda binti Ikhsan. Dengan maskawin dan seperangkat alat sholat di bayar tunai." ucap Dikta dengan lantang.

"Bagaimana para saksi? Sah?"

"Sah!"

"Alhamdulillah... Mempelai perempuanya mana?"

Ibu mengetuk pintu kamar Asma dan memberi tahu kalau ia sudah sah menjadi istri seorang Radikta Nugraha.

"Sudah Sah, sayang. Ayo ikut ibu. Kyla bantuin kakak ya?"

Asma menangis, ia tak menyangka hidupnya akan di mulai dari sekarang. Maksudnya hidup sebagai seorang istri dan calon ibu dari anak-anak nya.

Asma duduk di sebelah Dikta lalu mencium tangan suami nya dan suami nya mencium kening istrinya. "Ikhlas gak?" tanya Dikta pelan. "Ikhlas pak." jawab Asma pelan juga.

"Silahkan pasangkan cincin."

Setelah semua beres, Asma dan Dikta masuk ke dalam kamar mereka berdua. Karena ini adalah 'malam zafaf' nya mereka, mereka harus mendekatkan diri dulu, karena mereka ta'aruf.

because of your patience » JungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang