12// Black

102 18 1
                                    

Jungwoo melangkahkan kaki nya dengan langkah gontai. Menatap dengan tatapan nanar. Ada jeritan yang sangat memekik di dalam batin nya. Kemudian ia mempercepat langkah nya dengan berlari, tak peduli jika hujan membasahi tubuh nya. Sebuah panggilan telepon dari sang Nenek yang baru saja ia terima telah berhasil membuat keadaan hati nya hancur.

Dengan pakaian yang basah kuyup, Jungwoo telah berada di tempat tujuan dengan nafas yang tersengal-sengal.

Dilihat nya sang Ibu yang menangis bersimpuh sambil mengucapkan kata maaf yang berulang-ulang. Di depan nya telah bersusun bunga mengelilingi sebuah foto sebagai penghormatan terakhir bagi sang Ayah. Hari itu adalah hari yang tak akan dilupakan di hidup nya, semesta seakan mengiringi kepergian sang ayah dengan mendatangkan hujan bersamaan petir nya yang sesekali menggelegar.

Jungwoo pun melangkah untuk menghadap dan memberikan penghormatan terakhir bagi sang Ayah. Namun kehadiran nya nampak sangat tak di inginkan oleh sang Ibu.

"Pergi kamu, kehadiran mu tidak di inginkan disini. Bahkan Ayah juga tidak sudi jika mengetahui dirinya di ziarahi oleh anak tidak tau diri seperti mu" Sebuah kalimat yang begitu lancar di ucapkan oleh sang Ibu di sela tangisan nya berhasil membuat hati Jungwoo ter-iris dengan begitu kasar nya.

Cukup hari ini ia kehilangan sang Ayah saja. Jangan lagi di tambah dengan sang ibu yang membenci diri nya dengan kesalahan yang tidak sengaja ia buat, atau lebih tepat nya ini bukan kesalahan nya, namun takdir dari semesta.

Andai saja ia tidak ketiduran di perpustakaan belajar hari ini, dan menyadari beberapa panggilan telepon yang masuk. Mungkin saja ia bisa mendampingi sang Ayah saat-saat terakhir hidup nya.

Tetes air mata Jungwoo nampak jatuh dalam tangisan diam nya bersamaan dengan tubuh Jungwoo yang ikut di dorong sang Ibu agar menjauh dari tempat pelayatan ini. "Pergi saja kamu, anak tidak tau diri!! Tega sekali mengabaikan Ayah yang sedang sakit. Ini balasan kamu setelah apa yang di berikan Ayah mu?" Cercahan itu, semua nya sangat jelas terdengar di telinga Jungwoo. Kemudian sang ibu menangis lagi sejadi-jadi nya.

Jungwoo hanya diam tanpa membela diri, karena percuma. Dalam hati nya pun ikut merutuki dirinya sendiri. Tangis Jungwoo akhirnya pecah saat di rasakan nya seseorang memeluk dirinya dengan erat. Sang Nenek yang mengelus-elus punggung badan nya seakan mengatakan "Ini bukan salah mu. Tidak ada yang perlu di sesali". Jungwoo kini menangis di pelukan sang Nenek, Ibu dari Ayah nya ini. Fikiran nya masih terbayang senyuman dan lambaian tangan sang Ayah yang ia lihat sebelum menutup pintu kamar rumah sakit saat ia akan berangkat sekolah tadi pagi. Jungwoo tidak menyangka itu adalah kesempatan terakhirnya melihat sang Ayah.

Melihat sang Ibu yang memperlakukan nya seperti itu, Jungwoo hanya dapat memaklumi bahwa sang Ibu hanya sangat terpukul atas kehilangan.



••••••••••••••••••◍•ᴗ•◍•••••••••••••••••••


Acara pemakaman telah berakhir. Jungwoo sedari tadi hanya bisa berada di sisi sang Nenek. Rasanya ingin sekali ia memeluk dan mendamping sang Ibu saat peti mati sang Ayah perlahahan-lahan tertutup oleh tanah. Namun, Sang Ibu masih tetap menolak kehadiran nya berkali-kali.

Semua nya telah bersiap untuk pulang. Berberat hati meninggalkan makam baru milik sang Ayah.  Ada kalanya Jungwoo merasa lega, sang Ayah kini sudah tak perlu merasakan pusing nya saat darah-darah yang keluar bercucuran dari hidung, dan sakitnya alat-alat dari rumah sakit. Jungwoo  memberikan senyumnya ke arah makam sang Ayah. Seakan tersirat kata "Kini Ayah tak perlu lagi khawatir dengan penyakit Ayah"

Kemudian Jungwoo dan sang Nenek beranjak meninggalkan makam. Baru beberapa langkah  saat meninggalkan makam, suara Sang Ibu terdengar seperti berbicara kepada nya.

"Setelah ini, jangan pernah pulang kerumah. Terserah kamu mau tinggal di mana" Ucap Sang Ibu.

Jungwoo berbalik, menatap Sang Ibu. "Kenapa Aku harus pergi dari rumah?"

"Saya hanya tidak ingin melihatmu, itu hanya akan mengingatkan saya kepada Ayahmu"

Mendengar itu, Sang Nenek sangat marah. Bagaimana bisa seorang Ibu mengatakan hal seperti itu hanya karena kehilangan suami nya.

"Jika kamu tidak ingin merawat cucu saya, biar saya yang rawat. Cukup jika saya kehilangan anak saya, tapi tidak lagi untuk cucu saya" Kemudian Nenek menarik lengan Jungwoo untuk pergi. Meninggalkan Sang Ibu yang kini terduduk di depan makam yang masih basah itu.

Rasanya sangat tidak masuk akal, membenci anak sendiri hanya karena takut kehilangan.

"Maaf, maafkan Ibu, Jungwoo. Ibu tau ini tidak masuk akal. Ibu hanya tidak ingin melihatmu. Yang hanya akan membayang-bayangi Ibu. Karena kamu juga memiliki sakit yang sama dengan Ayah mu" Lirih nya dalam hati.



••••••••••••••••••◍•ᴗ•◍•••••••••••••••••••


Enam bulan setelah kepergian sang Ayah, Jungwoo  kini pun hanya di asuh oleh sang Nenek. Seperti sekarang, Jungwoo nampak semangat saat mempersiapkan diri untuk masuk Universitas. Impian nya untuk mewujudkan keinginan sang Ayah jika kelak Jungwoo akan menjadi seorang pembisnis.

"Hati-hati ya jangan terlalu capek. Ingat loh pulang nanti kita ada chek up"  Ucap Sang Nenek sembari memasangkan tas ke punggung Jungwoo.

"Iya Nenek ku sayang" Jungwoo tersenyum hangat. Kemudian bergegas pergi dan meninggalkan sebuah pelukan untuk Nenek nya itu.

Terkadang dalam hati Jungwoo ada rasa rindu kepada Ibu nya. Hanya saja kini, dia lebih bisa menerima dengan lapang hati apa keputusan Sang Ibu. Sesekali Jungwoo berusaha mencari keberadaan Ibu nya. Semenjak di hari pemakaman itu, Sang Ibu memang benar-benar meninggalkan nya. Namun sampai sekarang Jungwoo benar-benar belum bisa menemukan Sang Ibu.

Sebenar nya, Jungwoo mengetahui sebuah kenyataan tentang Ibu nya kini. Namun Jungwoo hanya memasang sikap se olah tidak tahu apa-apa di hadapan Sang Nenek.
Pernah suatu hari Jungwoo mendengar pembicaraan Sang Nenek dengan salah seorang tetangga. Dari apa yang ia dengar, Kata nya Sang Ibu kini telah menikah lagi.

Terkadang, dia yang sangat terpukul atas kehilangan bisa saja menjadi orang yang sangat mudah untuk menggantikan.


Hari-hari yang di lewati Jungwoo selama kuliah dilewati nya dengan suka cita. Biar bagaimana pun ia tidak akan membawa kesedihan nya berlarut-larut dan bisa saja menghambat pendidikan nya. Tak apa selama dia masih mempunyai Seorang Nenek yang menyayangi nya. Apalagi sekarang Jungwoo mempunyai teman baru. Lucas, yang perawakan nya lucu. Namun, itu hanya beberapa saat. Selang dua tahun, Sang Nenek pun ikut menyusul Sang Ayah. Menyisakan Jungwoo yang sendirian menghadapi hari-hari yang mulai meredup sampai akhirnya Heejin datang ke kehidupan nya.









To Be Continue . . .

Makasih karena masih mau baca cerita ini. Bantu kasih vote ya. 💚💚💚☺️
Kalo mau, jgn lupa mampir ke cerita ke 2 aku ya, cek di profil aku.. makasih☺️

Kawin Kontrak [ Jungwoo X Minju ] (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang