Haechan sudah kembali ke kelasnya. Ia duduk di bangku miliknya sambil menidurkan kepalanya. Sungguh hari ini terasa berat membuat kepalanya pusing. Ia memejamkan matanya pelan. Namun tak lama kemudian seseorang datang dan menaruh sebuah susu dan roti didepannya.
"Haechan.." panggil Hyunjin pelan sambil duduk disebelahnya.
"Hm."
"Maafin gue ya. Jujur gue niatnya mau ngasih tahu lo pas gue udah jadian sama Ayen. Kalau misalnya gue bilang duluan dan ternyata gak jadi gimana? Malu anjir. Tapi lo udah tahu duluan. Maaf ya." kata Hyunjin sambil menggoyangkan tangan Haechan.
"Hm, jangan diulangi lagi. Awas aja lo. Sampai kayak gitu lagi, gue colok mata lo." ancam Haechan. Senyum Hyunjin mengembang. Akhirnya sahabatnya memaafkan dirinya.
"Nih susu sama roti buat lo. Gue tahu lo belum makan kan."
"Thank you bestie."
Akhirnya kedua sahabat itu sudah berbaikan. Ini juga berkat Jeno yang sudah memberikan pencerahan kepada Haechan agar mau mendengarkan penjelasan Hyunjin.
"Tadi gue cari lo ke ruangan Mr. Jeno tapi lo gak ada. Kemana lo?" tanya Hyunjin penasaran.
Oh shit.
♡♡♡
Langit tampak mendung, sepertinya hari ini akan turun hujan deras. Haechan tidak suka hujan. Sialnya lagi dirinya harus terjebak sekolah sendirian. Biasanya ia pulang sekolah bersama Hyunjin, tetapi sahabatnya itu sedang memulai proses pendekatan kepada adik kelasnya yang polos.
Ingin rasanya ia memesan gojek, tetapi ponselnya mati. Menyesal mengiyakan saat Sanha mengajaknya bermain games. "Kalau jalan pulang, jauh banget. Kalau gak jalan, masak nginep disekolah?"
Pikirannya sibuk mencari cara bagaimana dirinya bisa pulang kerumah dengan selamat dan tidak capek. Orang tuanya juga sedang ke luar negeri dalam perjalanan bisnis, jadi tidak ada yang bisa ia hubungi saat ini.
"Haechan." panggil seseorang. Haechan pun menoleh dan tersenyum lebar.
"Mr. Jeno!! Akhirnya penyelamatku datang! Terima kasih tuhan." kata Haechan sumringah. Hanya Jeno satu-satunya harapannya.
"Ada apa?" kata Jeno datar. Seperti biasa.
"Mr, bolehkah aku pulang bersamamu? Tidak ada yang menjemputku dan ponselku juga mati." katanya sambil menunjukkan ponselnya itu.
"Apa yang akan aku dapatkan jika mengantarkanmu pulang?" kata Jeno sambil menaikkan alisnya.
"Kau bisa menjadi pacarku!"
"Tidak sudi." tolak Jeno. Senyum Haechan memudar, namun ia tak pantang menyerah.
"Ayolah, tolong antarkan aku pulang. Aku tidak ingin menginap disini." wajah Haechan tampak memelas.
Jeno menatap Haechan tajam. Ia menghela nafas kasar dan menggangguk. "Ikut aku."
Akhirnya mereka menuju mobil Jeno. Haechan membuka pintu belakang, namun suara Jeno telah mengintrupsinya lebih dahulu. "Aku bukan supirmu. Duduk didepan."
Haechan mendecak pelan. "Sok menolak, gue pancing dikit napsu lo."
Keduanya sudah berada didalam mobil. Jeno mendekatkan dirinya pada Haechan. Wajah mereka hanya berjarak 5cm. Deru nafas pun terdengar jelas ditelinga Haechan.
"Mau apa kau?" tanya Haechan gugup.
"Apa yang kau harapkan, hm?" Jeno menatap lekat mata bulat dihadapannya.
Ceklek
Suara sabuk pengaman sudah terpasang. Jeno pun memundurkan wajahnya, namun ditahan oleh Haechan. Bibirnya bertemu dengan bibir sang guru. Disesapnya bibir bawah Jeno pelan. Jeno pun tak tinggal diam, ia membalas ciuman Haechan. Menggerakkan bibirnya mengikuti permainan amatir dari sang murid. Merasa sesak didada karena kekurangan oksigen, Haechan pun mendorong Jeno.
"Berciuman denganku, hm?"
"Sudah cepat jalankan saja mobilnya!" pipi Haechan bersemu merah.
Jeno bisa gila jika selalu berdekatan dengan murid binalnya ini.
-tbc-

KAMU SEDANG MEMBACA
Fuck Me [Nohyuck]
Fanfiction"Aku menyukai Mr. Jeno." -Lee Haechan "Kau hanya anak kecil, sekolah yang benar!" -Lee Jeno