3. Rumah Oma

4 1 0
                                    


Akbar memasuki salah satu perumahan elit di daerah Jakarta Selatan. Bertegur sapa pada orang yang ia temui. Tak lama ia menghentikan motornya didepan gerbang yang menjulang tinggi menunggu satpam membuka gerbang untuk nya.

"Nak Akbar baru kelihatan yah." Ucap salah satu tetangga yang sedang melewati rumahnya.

"Iya Bu baru sempat kesini." Jawab Akbar ramah. "Makin ganteng yah." Goda salah satu dari Mereka. Akbar tersenyum menanggapi.

Tak lama gerbang terbuka menampilkan Mansion megah yang menjulang didalamnya. Sebelum masuk Akbar berpamitan pada para tetangga yang menegurnya.

Jarak Dari depan ke mansion membutuhkan waktu 5 menit jika berjalan. Karena Akbar menggunakan motor hanya memerlukan setengah menit saja.

Terlihat megah jika dilihat dari bawah sini Karena terkena sinar matahari yang menerangi sebagai sisi mansion. Bunga bunga mekar yang terdapat didepan mansion menambah kesan zaman kerajaan.

Rumah ini didesain semirip mungkin dengan salah satu kerajaan. dengan arsitektur yang hampir semua nya sama. Akbar merindukan suasana mansion ini. "Ngapain kamu kesini." Tanya suara yang berasal dari belakang Akbar.

Akbar tersenyum melihat wanita paruh baya yang hampir dua bulan tak ia temui nampak sehat dengan baju rumahan yang ia kenakan. "Memang nya gak boleh kalo cucu main kesini??."

Ranti---Oma Akbar memeluk cucu laki lakinya. "Siapa bilang gak boleh. Oma pikir kamu sudah lupa kalau masih punya Oma Disini."

Tanpa berniat menjawab pertanyaan Omanya akbar masuk lebih dalam ke dekapan Ranti. "Kamu kenapa?? Bertengkar dengan papah mu lagi??." Ranti merasakan gelengan dari cucunya.

"Lalu??."

Akbar melepaskan pelukannya lalu tersenyum. Akbar begitu mirip dengan randu putranya dari sifat hingga perilakunya Ranti menghafal jika sifat cucunya saat ini turunan dari sang ayah.

Ketika jatuh cinta Randu memiliki sifat seperti Akbar saat ini. "Ngobrol nya didalam aja, sambil nyemil tadi Oma bikin kue kesukaan kamu."

Akbar mengangguk bersemangat. "Ayo Oma Akbar laper." Ranti langsung menggandeng cucu laki laki nya untuk masuk kedalam.

"Pah opah nih cucunya Dateng." Panggil Ranti pada Wijaya.

Terlihat Pria paruh baya yang sedang berada di taman belakang terpaksa bangkit dari duduk santainya untuk memenuhi panggilan sang istri. "Kenapa sih teriak teriak."

"Ini loh cucunya Dateng bukannya disambut malah asik baca koran." Wijaya menarik napas nya lalu duduk di sofa ruang tamu sambil mengambil koran yang tergeletak di meja.

"Masih inget kamu sama opah. kirain udah lupa."

Ranti menyenggol lengan Akbar seanakan peka Akbar langsung menghampiri Wijaya yang sedang cemberut dibalik korannya.

Ranti menahan senyum kala melihat Wijaya cemberut layaknya anak muda. "Janji deh Akbar bakal sering sering kesini." Akbar memeluk Wijaya dari samping.

"Janji?."

Akbar mengangguk setuju. "Janji."

"Oke." Akbar tersenyum mendengar opah kesayangan nya tak lagi marah.

"Ada apa kesini??." Ranti langsung menghampiri Wijaya lalu duduk disamping sanggahan sofa dan membisikkan sesuatu yang tak dapat Akbar dengar.

Wijaya terlihat menganggukan kepalanya sesekali melirik Akbar dengan tatapan bangga. "Jadi bagaimana??."

"Bagaimana apanya?." Wijaya berdecak lalu tersenyum melihat cucunya mulai dewasa dan merasakan indahnya jatuh cinta. "Kamu dengan gadis itu."

Akbar terkejut mendengar penuturan Wijaya."Opah tau darimana??."

Wijaya tertawa. "Sifat kamu sama ayah mu itu sama begitu pun dengan opah. Jadi gadis mana yang berhasil memikat cucu kesayangan opah ini." Goda Wijaya.

Akbar merasakan pipinya yang mulai memanas dengan pertanyaan Wijaya. "Kamu itu laki laki kenapa harus malu diam diam mengikuti."

"Lagian wanita mana yang bisa menolak kamu Akbar memiliki pacar dengan wajah tampan itu idaman semua wanita apalagi dengan harta yang melimpah." Sambung Ranti yang baru saja kembali dari dapur untuk mengambil minum dan beberapa camilan tak lupa kue buatan nya.

Akbar meminum jus miliknya. "Dia beda Oma."

"Beda gimana. Dia punya kelainan??." Sahut Wijaya asal. "Ya kalo punya kamu bawa dia kedokter dong."

"Ck opah bukan gitu maksud Akbar. Tapi Dia itu gadis yang berbeda dari yang lain. Lagian Yang lain mah lewat sama dia."

"Sebut nama dong ribet opah dengan sebutan 'dia kayak penjual boraks aja di sensor." Akbar mengangguk setuju.

"Kamu tahu kan namanya?? Jangan jangan kamu cuma ngikutin dia doang tapi gak tahu namanya."

Dengan cepat Akbar membantah ucapan Wijaya. "Tau dong. Namanya Aya."

Wijaya tertawa mendengar cucunya."opah kenapa ketawa perasaan gak ada yang lucu."

"Namanya Aya?? Aya Aya wae??." Ledek Wijaya mendengar aneh nama gadis itu. "Namanya Kanaya." Sungut Akbar.

Ranti menyenggol lengan suaminya seketika Wijaya terdiam mendapat pelototan dari Ranti. "Okeh lanjut."

"Jadi dia masih sekolah at---."

"Baru lulus." Potong Akbar cepat. "Kuliah??."

"Cari kerja." Wijaya menyenderkan punggungnya pada kepala sofa. "Kamu yakin??."

"Akbar yakin."

"Akbar kamu tau bukan keluarga kita itu keluarga terpandang jadi kamu haru---." Akbar menghela napas nya berat.

"Akbar tahu bahkan lebih dari tahu tentang dia."

Wijaya meminum kopi nya lalu berkata. "Temui dengan opah." Final Wijaya lalu beranjak pergi.

BILBERYYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang