Dan Ternyata

9.2K 1.3K 418
                                    

Lagi-lagi menulis dalam perjalanan wkwkw

***
Sam kejebak di tengah momen yang selalu dia benci. Rapat keluarga besar menjelang pernikahannya. Kali ini nggak bisa diundur-undur lagi. Keluarga lain udah setuju dan Sam nggak mau kalau ibunya sampe dipojokin lagi kayak pertemuan sebelumnya. Bapaknya Sam pun sekarang makin nggak bisa berkutik. Dia inget dialognya sama ibu semalem.

"Waktumu udah nggak lama lagi, Sam. Kamu harus cepat kumpulin bukti kejahatan Yudho, kasihan bapak,"

Mungkin hal ini dibenci Sam, tapi justru Sam ngambil kesempatan buat ngamatin gerak-gerik keluarga Yudho dan Yudho sendiri.

"Gimana Sam?" pertanyaan ibu Yudho ngebuyarin lamunan Sam. "Kamu jadi pilih dekorasi putihnya kan?"

Sam ngangguk setengah benci. "Sam... Sam nurut ibu saja," Jujur dia nggak mau banyak komen. Cenderung pasif. Pengen rasanya dia ngelempar semua perabotan di depan keluarga Yudho.

"Sabar Sam, sabar." Naka yang lagi gendong biru cuma bisa ngusap tangan Sam dan berbisik pelan. Begitu juga Haki. Mereka bertiga ada di pusaran rencana yang sama. Pengen ngejebak Yudho. Tapi kasus ini terlalu banyak, mereka takut salah jebak.

Sam mengalihkan perhatiannya ke Biru yang dibedong kain warna ungu lilac dan tidur damai di lengan mamanya. Sam megang pipinya Biru pelan biar bayi hampir 1 bulan itu nggak kebangun.

"Udah bangunin aja," kata Haki pelan sambil senyum miring. Untung mereka duduk di deretan belakang, bareng sama sepupu-sepupu yang lain. Untung juga, sepupu yang lain sama malesnya dan cuek sama kasak-kusuk mereka. Bahkan mereka juga dukung Sam yang keliatan bosen buat masuk kamar aja. "Biar kamu ada alesan nemenin Naka di kamarmu..."

Naka ngangguk. Walau kudu bikin bayinya nangis, tapi ini demi Sam. Toh Biru juga gampang banget disuruh bobo. Disusuin sambil dipukpuk Mamanya paling udah merem lagi.

Nggak butuh waktu lama, wajah imut Biru udah merah dan ngerut jidatnya. Ngerasa keganggu sama jari Sam. Biru nangis dan bikin Naka sama Sam punya alesan buat ninggalin rapat keluarga. Bapaknya Sam ngijinin. Sementara itu, Haki masih tetep di tempat.

Di kamar Sam, Naka ngebuka bedong Biru. Bayinya itu langsung gerakin tangan dan kakinya random ke segala arah. Naka ngambil botol susu dan nyusuin Biru sambil ngusap-ngusap alis anaknya pake ibu jari biar tidur, soalnya Biru demen banget diusap alisnya begitu. Walau prematur, bayi itu pulih lebih cepat dan nggak perlu treatment khusus lagi.

"Gimana? Katanya Vian udah dapet hasil visumnya?" tanya Naka lirih, biar anaknya nggak kebangun.

"Udah, tapi aneh banget, pelaku kecelakaannya emang Yudho, tapi pelecehannya beda lagi," kata Sam. Mereka berdua ngehela napas. Kok bisa ada orang sejahat itu, bisa-bisanya dia nyakitin anak sebaik Dias hanya karena nafsu keluarga semata. "Kamu sendiri gimana? Polisi udah nemu pelakunya?"

"Yang jelas bukan Om Bayu, Yudhis, atau Yudho," Naka cerita sambil ngecek popok si bayi. "Orangnya hampir ketangkep, cuma kabur ke Magelang. Sekarang masih diburu. Tapi nggak tau kenapa, Papanya Biru yakin banget kalo orang itu suruhannya keluarga Suryokusumo."

Sam yang tadinya duduk ikut rebahan di samping Biru. "Bang Haki emang dari awal sensi banget ya sama Mas Yudho, untung kamu sama Biru baik-baik aja," Sam natap biru yang tidur pules setelah kenyang mabok susu. "Tapi aku sependapat sama Bang Haki, mereka panik pas liat kalian bertiga dateng rapat keluarga tadi. Kayak ada sesuatu yang disembunyiin,"

Klek!

Haki masuk ke kamar Sam. Kayaknya rapat udah selesai. Kedengeran suara bangku sama meja digeser dan tamu-tamu pada pamit. Sam mah bodo amat ya, paling ntar dia diomelim sama bapak ibunya.

Gracias! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang