Jalan Belakang

10.3K 1.6K 163
                                    

"Heh, heh, bangun, udah subuh,"

Bintang nyubitin lengan Vian yang sekarang ada di pinggangnya. Yap, semalem Vian tidur di kasurnya Bintang dengan alasan kasurnya Wicak keras belom dijemur. Alesan macem apa itu. Keluhan itu berakhir dengan duo tiang yang baru jadian itu tidur satu ranjang yang nggak proper alias sempit untuk badan mereka yang gigan. Akhirnya mereka tidur miring dan gak tau kenapa pas Bintang kebangun, Vian udah meluk dia dari belakang.

"Ehm... Bentar Bin, ngantuk..."

"Iya tau, ngantuk. Tapi lo berat ih, gue mau ke kamar mandi, kebelet,"

"Udah, kalo kebelet di sini aja.."

Ctakkk!!

Jidat Vian disentil sama Bintang. Cowok berdarah Manado itu kaget kebangun dan ngusap jidatnya. "Kasar amat sih sama pacar sendiri," gerutu Vian pelan.

"Minggir, gue mau ke kamar mandi, keburu Kala bangun,"

Oh ya, Vian baru inget, di kasur sebelah ada Kala yang masih di dalem selimut. Untung tuh anak tidurnya kek orang pingsan. Kalo nggak, mungkin dia udah heboh liat Vian sama Bintang tidur satu ranjang. Dan beruntung anak kontrakan lain belom pada balik.

"Udah, tidur lagi aja, pasti baru tidur satu jam kan?" Bintang beranjak dari kasur. "Gue mau sekalian masak, buat sarapan kita sama Kala, dah ya, keluar dulu, bye,"

"Bi..."

"Apa?"

"Love you,"

Bintang bukannya melting malah begidik. Antara cringe liat Vian yang masih muka bantal ngomong love you sama aneh aja, pas pacaran sama Saga, nggak pernah kayak gini. "Meuni cringe maneh, Yang. Udah ah, keburu ngampus, bangunin Kala geh."

"Ih, gue dipanggil 'Yang'," Vian ngeliatin Bintang jahil. Bintang yang malu-malu langsung ngibrit ke dapur.

***
"Sam, nanti balik kampus jam berapa?" Seorang wanita paruh baya nanyain Sam yang turun dari lantai dua sambil nyiapin makanan. Sam pun duduk di deketnya. "Jangan lupa, hari ini jadwalmu ke pendhopo ageng ngajar macapat,"

"Iya Bu, nanti Sam langsung ke pendopo,"

"Dijemput Mas Yudho lho yo, jangan naik Transjog terus,"

Sam ngangguk. Sebenernya dia capek banget, pengen rebahan. Tapi demi orang tuanya yang punya posisi penting di Jogja, dia harus tetep jaga martabat itu. Kadang dia iri sama temen-temennya bisa bebas kesana kemari, ngakak sekenceng-kencengnya sementara dia harus jaga sikap. Belum lagi urusan jodoh. Sebagai seseorang yang 'spesial' karena bisa 'ngasih keturunan' dan darah biru masih ngalir di tubuhnya, sejak SMP, dia udah diatur-atur dengan siapa nanti dia harus menikah. Dan udah pasti, lulus S1 dia bakal nikah, entah nanti dia bakal kerja atau lanjut S2. Masalahnya, makin dewasa, Sam makin sadar kalo pernikahan bukan sekadar prosesi dan keturunan. Tapi consent. Dia punya impian suatu saat nanti bakalan nikah, membentuk keluarga kecilnya sendiri, sama orang yang dia sayang.

"Bu, kalau misal aku nolak Mas Yudho gimana?"

Mata tajem ibunya langsung ngelirik ke Sam. Sam udah nyangka hasilnya bakal kayak gini. Dia udah terlalu lama dikurung gini. Diatur-atur. Ya meski darah keraton itu dari ibunya, tapi Ayahnya juga bukan dari kalangan sembarangan alias ada keturunan darah biru juga. Salah banget kalo Sam ngungkapin sambatannya ke sang ibu. Bakal lebih parah karena beliau langsung nyemprot pasti.

"Mas Yudho itu keluarga terhormat, dan dia mau nerima keadaan kita, keadaan kamu, keluarganya setara sama keluarga kita," Sam udah apal sama kata-kata ibunya. "Kamu punya pacar? Kok sampe nolak gitu,"

Gracias! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang