Bagian 1 : Hari Pernikahanku

22.2K 443 35
                                    

"Siapa saja tolong bawa aku kabur!"

Aku bersembunyi di balik pintu, sementara ayah sedang mencariku di luar. Sialan! Umpat ku tak habis. Aku punya pacar, mana mungkin aku bisa menikah dengan orang lain. Apalagi yang aku dengar, dia laki-laki alim.

Tidak ada yang salah dengan laki-laki alim. Justru tipikal laki-laki yang begitu katanya sangat baik, dan aku menyadari aku tak terlalu baik.

Ku intip sebentar lewat jendela, kusibak tirainya sedikit. Kecemasan itu makin membuncah dan aku mulai panik. Ayahku benar-benar menungguku di luar.

"Aysha, buka pintunya. Acara sudah mau dimulai."

Aku menggigit ujung kukuku. Walau bagaimanapun aku tidak boleh menangis. Aku tidak akan menjatuhkan air mataku karena pernikahan ini. Alih-alih menangis, aku lebih suka marah, setidaknya lebih membuatku lega.

"Yah, Aysha gak mau nikah sama laki-laki itu!" tegasku dengan suara bergetar.

Tidak ada tanggapan. Apa ayahku sudah pergi, kenapa hening sekali, batinku bertanya ragu.

"Aysha, kalau kamu mau menikah dengannya. Maka ayah akan belikan kamu apa pun yang kamu mau, Nak. Ayo keluar, sayang. Kasihan keluarga Nak Reyhan."

Apa pun? Barusan ayah bilang akan membelikan aku apa pun setelah aku menikah?

Di kepalaku sekarang, bercokol banyak hal yang aku inginkan. Ponsel baru yang paling mahal, tas branded, sepatu, dan lain-lain.
Sialan! Ayah selalu tahu cara merayu, batinku kesal bukan main. Kalau begini, bagaimana caraku menolak?

"Aysha, apa kamu beneran gak mau?"

Aku menggeleng. Aku tetap tidak mau.

"Gak, Yah!"

Ayah pikir aku akan mudah tergoda. Jujur, aku memang hampir tergoda, sih. Tapi aku bulatkan tekad, aku tidak boleh tergoda oleh bujuk rayunya.

"Kalau begitu, jangan salahkan ayah. Jika fasilitas yang bisa kamu nikmati akan ayah cabut!"

Aku mendelik. "F-Fasilitas?"

"Ayah tidak bercanda, Aysha. Menikah atau kamu mau hidup di pesantren saja?"
Aku ingin menjerit sekuat-kuatnya. Kalau begini aku tidak mungkin sanggup.

Alhasil aku membuka pintu dengan tubuh lemah ku. Wajahku pasti sangat pucat, aku tidak punya pilihan selain menerima pernikahan itu.

"Gimana, Aysha? Kamu mau, kan, menikah dengan Reyhan?"

Aku mengangguk pelan. Jujur aku sangat terpaksa. Tapi jika aku diharuskan ke pesantren, maka aku lebih memilih menikah. Lihat saja, aku akan buat perhitungan pada pria bernama Reyhan.

***

"Kamu duduk di sini, ya, Nduk. Pengantin prianya sebentar lagi akan mengucapkan ijab qobul," kata Bude Ajeng, dia adalah kakak kandung ayahku satu-satunya. Jujur, aku mendadak ingin menangis melihat wajahnya.
"Bude." Suaraku mendadak hilang. Ujung mataku terasa pedih.

"Nggih, Cah Ayu. Kamu kok kelihatan sedih?" tanya Bude.

Bagaimana tidak sedih, batinku miris. Siapa yang mau dipaksa menikah begini.
Namun, aku menangis bukan karena itu.

Dijodohkan Dengan Santri (Gus Reyhan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang