DUA

40 10 7
                                    

Bukannya mengantar Raya pulang Bima justru mengajak Raya ke apartemen. Raya masih tidak bisa melihat dengan jelas, bahkan di dalam mobil juga Bima hanya diam tidak mengatakan apapun.

"Coba liat tangannya." Raya tidak bisa melihat dengan jelas tangannya terluka atau bagaimana hanya saja rasanya sakit yang dia rasakan. Bima melihat bekas ganggaman tadi, pergelangan tangan Raya memang sedikit memerah.

"Masih sakit?" sebelumnya Bima mengambil semprotan pereda nyeri yang dia simpan di ruang tamu, karena Bima juga menggunakan saat tangannya sakit bermain.

"Masih." Raya memanyunkan bibirnya, membuat Bima gemas. Rasanya ingin menerkam Raya saat ini tapi jika Bima melakukannnya pasti Raya akan menangis dan itu membuat Bima kesal sendiri.

Bima menyemprotkan pereda nyeri ke bagian pergelangan Raya yang sakit, rasa dingin yang Raya rasakan di kulitnya serta kehangatan dari tangan Bima. Tidak ada obrolan lagi setelah Bima mengobati tangan Raya. Raya juga tidak tau apa yang harus dia katakan pada Bima.

"Mau pulang." ucapan Raya berhasil membuat Bima yang awalnya fokus dengan hp menoleh.

"Kenapa?"

"Mau tidur, ngantuk."

"Tidur disini."

"Tapi mau tidur di rumah."

"Disini aja."

"Nggak mau, maunya pulang Bima!" Raya menekankan suaranya.

"Yaudah pulang sendiri." Bima menjawab dengan datar. Dalam hati Raya memaki-maki Bima, kalaupun bisa melihat dengan jelas Raya sudah pamit bahkan sebelum masuk ke apartemen Bima Raya akan melarikan diri.

"Nyebelin banget sih." Raya langsung berdiri, baru 1 langkah Raya terjatuh langsung.

Brugh

Kaki Raya menabrak sofa dan langsung terjatuh. Bima langsung melihat Raya yang mengaduh kesakitan di dekat Sofa.

"Ck, udah tau nggak bisa liat. Nggak bisa apa diem."

"Nggak usah nyentuh gue!" Raya menampik tangan Bima yang ingin membantunya, lagi-lagi Raya sadar dengan apa yang barusan dia lakukan. Kedua kalinya Raya menampik tangan Bima.

Bima langsung menggendong Raya, Raya tentu saja memberontak. Lagi-lagi Bima tidak meminta izin dulu.

"Diem kalau nggak mau jatuh lagi."

"Tapi gue mau pulang, mau tidur."

"Iya ditidurin."

"Hah?" Mata Raya langsung terbelalak saat mendengar ucapan Bima barusan.

"Mau ditidurin kan?" Bima mengulang kata-katanya.

"Bima!" Raya memukul dada Bima, dan Bima langsung membawa Raya ke kamarnya. Raya bisa merasakan tubuhnya menyentuh kasur. Sontak Raya langsung berdiri tidak percaya.

Dug

"Argh." Raya dan Bima sama mengaduh, kepala Raya menghantam dagu Bima membuat Bima memejamkan kepalanya saking sakitnya. Raya sendiri langsung memegang kepalanya.

"Mau bikin gue pingsan apa hah?" Bima kesal karena Raya tiba-tiba berdiri dan kepalanya menyundul dagu Bima cukup keras.

"Sakit," mata Raya mulai memerah ingin menangis.

"Shit!" lagi-lagi Bima harus melihat Raya yang ingin menangis.

"Coba liat." Bima meraih kepala Raya dan meniup kecil. Sensasi dari tiupan Bima membuat Raya merinding.

"Kalau dibilang nurut apa susahnya sih."

"Tapi kan gue nggak mau tidur disini Bima."

"Udah lancar manggil nama gue ternyata." Raya juga baru sadar sejak kapan mulai menyebut nama Bima. Setelah Raya ingat-ingat ternyata sejak di ruang kelas saat Raya meminta penjelasan.

"Mau pulang, mau ganti baju." Bima terdiam sejenak melihat pakaian Raya yang masih mengenakan seragam. Bima berdiri kemudian mengambil hodie dan celana yang ada di lemarinya.

"Pake ini." Bima meletakan di paha Raya.

"Tapi-"

"Perlu dibantu ganti baju juga?" Pertanyaan Bima langsung membuat Raya menggeleng dengan cepat. Bima merebahkan tubuhnya di kasur.

"Gue mau ganti baju."

"Terus?" Bima menatap Raya.

"Bisa keluar kan?" Raya menatap Bima yang sedang merebahkan tubuhnya di kasur, walau kabur pandangannya.

"Itu ada kamar mandi." Raya masih terdiam tidak ke kamar mandi. Bima menatap sekilas jika Raya tidak bisa melihat tanpa kacamata. Raya masih terpaku di samping tempat tidur sambil menggenggam hodie dan celana yang Bima berikan padanya.

"Gua nggak bakal liat. Lagian nggak ada yang bisa diliat." Ucapan Bima membuat Raya sangat kesal.

"Mau pulang." Tatapan mata Raya yang hampir menangis membuat Bima mengalah akhirnya.

"Iya iya nggak bakal liat. Gue balik badan. Lu bisa liat kan walau samar-samar posisi gue ngadep mana." Bima membelakangi tubuh Raya.

"Jangan ngintip! Awas aja kalau ngintip." Raya mulai melepas kancing baju seragamnya dan mengenakan hodie. Saat mengenakan celana, celana yang mau Raya pakai jatuh ke bawah. Ukuran pinggang yang cukup besar bagi Raya yang tergolong punya pinggang kecil.

"Udah?" Bima membuka suara karena tidak mendengar suara apapun.

"Udah." Saat mendapat jawaban dari Raya Bima langsung menoleh menatap Raya. Bima merubah posisinya, menarik tangan Raya yang membuat Raya langsung terjatuh ke kasur ke pelukan Bima.

"Lepasin Bi. Lu ngapain?" Raya memberontak karena Bima menariknya. Bukannya melepas pelukan Bima justru menekan pinggang Raya lebih dekat dengan tubuhnya.

"Mau godain gue hm?" Hembusan nafas Bima bisa Raya rasakan di wajahnya.

"Godain apa sih. Lepasin!" Raya gugup saat tidak ada jarak sama sekali dengan tubuh Bima, bahkan hembusan nafas Bima bisa Raya rasakan jelas.

"Terus kenapa celananya nggak dipake?"

"I-itu kebesaran." Raya menjawab dengan gugup. Bima menatap ke arah Raya, bahkan tangan Bima satunya mulai masuk ke dalam hodie Raya.

"Bi-mph" Belum selesai Raya melanjutkan ucapannya Bima langsung mengecup bibir Raya. Berbeda dengan sebelumnya yang kasar dan terkesan buru-buru seolah mendapatkan mangsa tidak ingin melepaskan begitu saja.

Ciuman Bima yang sangat lembut membuat Raya berhenti memberontak. Bima tersenyum di sela-sela ciumannya, kini ciuman Bima mulai berubah menjadi lumatan. Raya seolah mempersilahkan Bima, tentu saja Bima tidak menyia-nyiakan dan menautkan lidahnya. Raya memejamkankan matanya terbuai oleh ciuman Bima yang lembut. Sesekali Bima melepaskan membiarkan Raya mengatur nafasnya dan mulai melumat lagi. Tangan Raya kini mulai bepindah ke leher Bima, Bima masih fokus dengan bibir Raya seakan bibir Raya benar-benar memabukkan.

Tangan Bima juga tidak mau berhenti mengelus pelan perut Raya membuat Raya sedikit mendesah karena sensasi sentuhan Bima. Bima melepas ciumannya dan memeluk tubuh Raya.

"Bisa gila gue lama-lama." Raya yang mendengarnya juga malu. Dalam pikiran Raya juga sedang bercampur aduk. Antara malu tetapi menikmati. Pertama kali bagi Raya merasakan ciuman lembut dari Bima.

Bima menepuk pelan punggung Raya dan mengelus lembut rambut Raya. Sedangkan Raya menyembunyikan wajahnya di dada Bima karena malu.

"Tidur!" Raya mulai memejamkan matanya mendengar perintah Bima, disisi lain Raya memang lelah dan ngantuk. Tak butuh waktu lama untuk Raya tertidur, begitu pula dengan Bima juga ikut memejamkan mata sambil memeluk Raya dalam dekapanya.

BimaRayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang