EMPAT

42 9 5
                                    

Raya memejamkan mata karena hujan mulai turun dan terjebak di apartemen Bima, untung saja kali ini Bima tidak melukan hal-hal aneh padanya. Raya juga sudah lelah, gara-gara kemarin Bima memaksanya menginap Raya dipecat dari kerja part time. Padahal untuk biaya tambahan dan kebutuhan sehari-hari Raya sangat membutuhkannya.

Bima duduk disamping Raya yang sedang tertidur pulas sambil memeluk guling Bima, tangan Bima masih menggenggam tangan Raya walaupun Raya tertidur Bima tidak ingin melepaskan.

Hp Raya berbunyi, Bima langsung mengambil dan mematikan alarm hp Raya. Mata Bima tertuju pada sebuah notifikasi lowongan pekerjaan yang muncul di berada hp Raya. Bima membuka pesan masuk dan membacanya, ternyata Raya diterima di sebuah cafe sebagai pekerja part time.

Setelah membalas pesan masuk Bima melirik ke arah Raya yang masih tertidur. Bima mengelus pelan puncak kepala Raya, seperti sedang menidurkan seorang anak.

"Ternyata banyak hal yang belum gue tau tentang lu." Bima sebelumnya berfikir Raya adalah salah satu anak orang kaya yang sangat manja tetapi setelah melihat beberapa notifikasi lamaran pekerjaan dan pesan masuk tagihan kos serta Raya yang diberhentikan karena tanpa izin tidak masuk kerja. Bima ingat kemarin dirinya memaksa Raya menginap.

"Maaf karena gue lu harus di pecat."

Sebenarnya Bima sudah mendengar kalau Raya salah satu murid beasiswa yang masuk ke SMA Cakrawala dari Brian dan Aksa. Hanya saja Bima belum terlalu percaya, Bima jadi merasa bersalah pada Raya, warna merah akibat tarikannya kemarin juga sudah hilang. Bima merubah posisinya kini tidur disamping Raya, tangan Bima meraih telapak tangan Raya dan mengecup lembut, sedikit kasar bagian telapak tangan Raya jika Bima perhatikan dengan seksama. Bima langsung memeluk Raya dan ikut memejamkan mata ditemani suara hujan yang terdengar dari jendela apartemen.

***

"Bi, kita mau kemana?" saat Raya terbangun tiba-tiba sudah berada di dalam mobil. Raya menoleh dan kali ini mobil Bima sampai di mall.

"Turun." Bima menyuruh Raya turun, tak lupa Bima juga memakaian jaket untuk Raya karena Raya masih mengenakan seragam, sedangakn Bima mengenakan kemeja hitam dengan celana sedikit diatas lutut.

Bima menggandeng tangan Raya menuju ke dalam mall, Raya hanya bisa mengikuti dari belakang. Bima berhenti di sebuah tempat pakaian wanita. Dalam batin Raya mungkin Bima akan membelikan pakaian untuk orang tuanya.

"Pilih."

"Hah?"

"Pilih baju yang lu suka." Seketika Raya membelalakkan matanya.

"Gue nggak pengen beli baju." Raya berusaha menolak.

"Perlu gue pilihin juga?"

"Tapi Bi, gue lagi nggak pengen beli." Raya masih berusaha menolak, karena saat melirik harga baju yang ada di sampingnya harga sampai 6 digit angka.

"Gue yang beliin." jelas Bima, walaupun Bima menawarkan akan membelikan Raya tetapi Raya terbiasa membeli pakaian di pasar.

"Bi-mph," Bima langsung mengecup bibir Raya membuat Raya kaget dan langsung mendorong pelan tubuh Bima.

"Masih mau bawel lagi hm?" Cukup dekat, bahkan hembusan nafas Bima dapat Raya rasakan. Sebenarnya apa yang ada dipikiran Bima sampai berani mencium Raya di tempat umum membuat Raya menjadi kesal.

"Gue nggak mau beli. Bisa kan hargain gue kali ini?" Raya akhirnya mulai kesal, kenapa Bima harus memaksanya. Rahang Bima mulai mengeras lantaran penolakan dari Raya. Raya berusaha melawan Bima lagi walaupun tangannya menggenggam erat rok yang dia gunakan.

"Susah banget milih satu baju?" Tatapan dingin dari Bima membuat Raya sedikit takut, lagi-lagi nyali Raya ciut.

"Terserah, gue nggak mau beli." Raya langsung membalikkan badan, baru satu langkah Bima langsung menarik Raya.

"Oke gue nggak bakal maksa." Bima memilih mengalah kali ini, walaupun Bima paling tidak suka yang namanya penolakan.

Raya bukan tipe wanita yang mudah dibelikan barang jika memang bukan kemauan atau kebutuhannya. Kecuali hadiah ulang tahun, Raya bisa menerima tanpa penolakan.

"Mau makan?" Raya menoleh berusaha mencairkan suasana. Bima mengangguk setuju karena merasa lapar juga. Bima dan Raya mencari restauran yang ada di mall, setelah ketemu Bima langsung memesan makanan 2 porsi dan 2 minuman. Setelah memesan Raya dan Bima mencari tempat duduk sambil menunggu pesanan mereka datang.

Sebenarnya Bima ingin memberitahukan notifikasi di hp Raya tentang lamaran pekerjaan Raya yang lolos tetapi tidak jadi.

"Besok pindah ke apartemen gue."

"Hah?" Raya tidak paham maksud dari perkataan Bima barusan.

"Tinggal di apartemen gue." Raya membelalakkan matanya mendengar ucapan Bima barusan.

"Nggak." Raya menjawab dengan singkat, bagaimana mungkin Bima seenaknya meminta Raya pindah, apalagi pindah ke apartemen Bima.

"Kenapa?" Bima menatap ke arah Raya.

"Kenapa? Ya mana bisa gue tinggal di tempat yang bukan keluarga gue." kali ini Raya harus benar-benar menolak ajakan Bima untuk tinggal dengannya. Jika Raya tinggal bersama Bima yang ada Raya akan terkurung bagaikan burung dalam sangkar.

"Lu kan ngekos sekarang nggak tinggal sama keluarga lu." Perkataan Bima membuat Raya terdiam, pembicaraan tentang keluarga selalu membuat Raya bungkam.

"Bima, gue nggak harus nurutin permintaan lu. Lu nggak ada hak juga mau ngatur gue tinggal sama siapa dan juga kehidupan gue." Raya menatap Bima dengan sedikit emosi, sedangkan Bima mengepalkan tangannya mendengar perkataan Raya. Raya berdiri dari tempat duduknya, jika lama-lama berdebat yang ada membuat Raya semakin kesal. Raya berbalik dan-

Prang

Raya menabrak pelayan yang membawa pesanan, Raya mengerjapkan matanya karena semua makan dan minuman mengenai tubuhnya. Bima langsung bangkit dari tempat duduknya.

"Maaf mbak, saya nggak sengaja." Pelayan wanita yang membawa makanan langsung meminta maaf. Semua mata tertuju pada Raya, Raya langsung jongkok tetapi belum sempat Bima langsung menahan Raya.

"Pake rok mau jongkok?" Raya yang awalnya ingin memberontak tidak jadi. Sebelumnya Bima sudah membayar di kasir, karena pembayaran di awal baru pesanan di antar. Bima menggandeng Raya untuk pergi. Beberapa pasang mata melihat Raya dan Bima, Raya menunduk karena malu. Kenapa dirinya sangat bodoh tanpa melihat ke belakang sebelumnya.

Bima menyuruh Raya masuk ke dalam mobil, tidak ada pembicaraan sama sekali. Bima mengambil tisu yang ada di dashbor mobilnya kemudian mengelap bagian pakaian Raya yang basah.

"B-biar gue aja-"

"Bisa kan nggak bikin gue khawatir? Coba kalau tadi pesen minumnya panas. Mau ini kulit melepuh?" Walaupun Bima mengomel tetapi tangannya masih fokus mengelap pakaian Raya yang masih basah.

"Maaf." Raya menunduk merasa bersalah, tak lupa Bima menyalakan penghangat di mobilnya agar pakaian Raya juga cepat kering.

"Ck, gue nggak suka liat milik gue ceroboh."

"Gue bukan barang." Bima tidak merespon ucapan Raya barusan karena berusaha sabar, jika memarahi Raya lagi yang ada Raya pasti akan menangis. Bima tidak suka hal itu terjadi. Setelah selesai, Bima melempar jaket yang Raya pakai sebelumnya ke belakang. Untung saja masih ada jaket Bima 1 lagi di mobil. Bima menyuruh Raya untuk memakainya agar tidak dingin.

Bima menyalakan mobil meninggalkan mall. Niat awal Bima untuk membelikan Raya pakaian juga tidak jadi karena Raya menolak. Raya juga masih terdiam di dalam mobil, sesekali melirik Bima yang masih fokus menyetir.






BimaRayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang