DELAPAN

26 2 0
                                    

Bima menatap Raya yang sedang merapikan buku pelajara di kelas. Setelah memastikan Raya selesai membereskan buku, Bima masuk dan langsung menarik Raya untuk ikut dengannya. Bima mengajak Raya ke apartemen, kali ini Raya seperti sudah biasa dan hanya menurut.

"Nggak usah liatin bisa kan?" Raya sedikit terganggu dengan Bima yang sejak tadi menatapnya.

"Kenapa?"

"Ck, gue pulang." Raya memasukkan bukunya.

"Nggak." Bima menahan tangan Raya agar tidak memasukkan bukunya ke dalam tas.

"Gue mau belajar di rumah."

"Nggak." jawab Bima dengan tegas membuat Raya memutar bola matanya jengah.

"Duduk." perintah Bima.

"Ini udah sore, gue mau pulang." Raya melirik jam yang ada di dinding apartemen Bima yang menunjukkan pukul 4 sore.

"Nanti." Bima langsung menarik tangan Raya, membuat tubuh Raya limbung dan jatuh ke pangkuan Bima. Mata mereka saling bertemu, sedangkan tangan Raya berada di dada Bima. Bima mendekatkan wajahnya hampir menyentuh bibir Raya tetapi Raya langsung mengalihkan pandangannya membuat Bima berhenti sejenak. Bima meraih pipi Raya agar sejajar dengannya, mengelus pelan dan membelai rambut Raya dengan lembut.

Bima menelisik wajah Raya dan mulai menyadari pipi Raya sedikit tirus. Sebenarnya apa yang sedang lakukan selama ini batin Bima, Raya masih terdiam menatap Bima yang tidak melakukan apapun padanya dan hanya mengelus pipi dan rambutnya. Tangan Bima menuju bibir Raya dan mengusap pelan, bagaikan buah peach dan candu bagi Bima. Ibarat narkoba bagi Bima sehari-hari. Tatapan yang kini kembali fokus ke manik mata Raya dengan lembut.

"Jangan pergi." Bima memeluk Raya dan menenggelamkan wajahnya di leher Raya. Entah kenapa ucapan Bima barusan terdiam. Raya juga tidak memberontak kali ini dan membiarkan Bima bersandar di tubuhnya. Tangan Raya mengambang di udara ingin mengelus puncak kepala Bima tetapi diurungkan.

"Iya nggak pergi." Raya menurunkan tangannya, rasanya seperti menengkan anak kecil di pelukannya. Tangan Bima yang awalnya diam kini mulai aktif perlahan masuk ke dalam seragam Raya, sejak kapan seragam Raya keluar? Raya tidak sadar. Bima mengelus pinggang Raya dari dalam.

"Lepas nggak?" Raya merasakan tangan Bima yang mulai aktif di pinggangnya mulai resah, pasalnya jika Bima seperti itu pasti ada maunya. Bima mentap Raya, tangannya berhenti mengelus pinggang Raya saat Raya mengatakan untuk melepaskannya.

"Kenapa lu beda?" pertanyaan Bima membuat Raya mengerutkan dahinya.

"Kenapa nggak mau manja-manja sama gue, minta dibeliin tas atau baju?" Raya tidak paham maksud Bima barusan.

"Maksudnya?"

"Cewek yang pernah jadi pacar gue selalu minta ini itu, tapi lu enggak sama sekali selama 2 minggu ini." jelas Bima.

"Terus?"

"Penasaran aja." Posisi Bima masih memeluk Raya dan kini beralih memainkan rambut Raya.

"Gue bukan pengemis yang harus minta-minta." jawaban Raya membuat Bima menatap Raya mencoba mencari kejujuran di mata yang ada di depannya.

"Kalau gue yang ngasih?" tanya Bima.

"Gue ada hak menolak kalau nggak nyaman." Raya tidak menyangka kalau Bima ternyata sedang membandingkan dirinya dengan pacar Bima yang lain.

"Kalau Abi yang ngasih?" 1 pertanyaan membuat mata Raya fokus ke manik mata Bima.

Deg

Kenapa harus Abi, pertanyaan Bima membuat Raya terdiam. Apa Bima tau kalau dirinya menyukai Abi. Bima tau jika diamnya Raya tanda jawaban yang sudah jelas Bima bisa tebak, walau sebenarnya ingin Raya menjawab sama seperti sebelumnya walau itu berbohong.

"Nggak usah dijawab." sorot mata Bima berubah menjadi dingin, Raya sendiri tidak tau harus menjawab apa.

"Gue anter pulang." Bima menurunkan Raya dari pangkuannya dan beranjak berdiri. Biasanya Bima menggandeng tangan Raya tetapi kali ini tidak, ada rasa gelisah yang Raya rasakan.

Selama perjalanan tidak ada topik apapun, Raya juga ikut terdiam masih memikirkan pertanyaan Bima. Sesekali Raya melirik ke arah Bima yang sedang menyetir. Tatapan mata Bima yang memandang ke depan tanpa menoleh sedikitpun. Raya memutuskan menatap ke arah keluar jendela daripada berdebat dengan Bima jika membuka suara.

***

Beberapa hari ini Bima tidak mencari Raya ke kelasnya, Raya sedikit lega setidaknya tidak ada rasa resah bersama dengan Bima. Tapi kenapa rasanya seperti ada yang hilang. Yang setiap hari selalu mengganggu, ah bukan mengganggu tepatnya. Bisa dikatakan sebuah perhatian seorang pacar. Perhatian Bima sedikit berbeda lantaran terlalu posesif pada Raya.

Raya pergi ke kantin, tetapi tidak menemukan sosok Bima disana. Raya berusaha mengabaikan, dan mulai memesan makanan karena perutnya sudah lapar. Setelah mendapatkan semangkuk mie ayam dan es jeruk Raya duduk di bangku yang masih kosong. Seperti biasa Raya mengambil banyak sambal dan memasukkannya ke dalam mangkuk. Sudah lama dirinya tidak makan mie, ya mungkin sekitar 1 minggu lebih karena Bima selalu ikut campur dengan apa yang Raya makan, membuat nafsu makan Raya hilang. Mata binar menyambut mie ayam yang ada di hadapannya membuat Raya langsung menyuapkannya ke mulut.

"Hah, enak banget. Kangen jadinya." celetuk Raya lirih sambil menikmati mie ayam di depannya.

"Wah kayaknya laper banget ya?" suara yang membuat Raya menolehkan kepala dan melihat.

"Uhuk," Raya tersedak saat melihat Abi sedang tersenyum di sampingnya. Abi yang melihat Raya tersedak langsung memberikan es jeruk yang ada di samping Raya agar cepat minum. Sensasi sambal yang terasa di tenggorokan Raya membuat Raya meneteskan air mata.

"Eh kok nangis?" Abi kelabakan sendiri melihat Raya meneteskan air mata.

"Gila, gilaaa pedes banget." Raya membatin karena rasa panas di tenggorokannya.

"Minum lagi," Abi meminta Raya meminum kembali es jeruknya. Sedikit mendingan setelah minuman ke dua.

"Maaf ya kalau gue ngagetin, gue nggak ada maksud." Abi khawatir dengan keadaan Raya.

"N-nggak apa apa kak, gue cuma kaget aja kok." Raya mengatur nafasnya, tangan Abi terulur membersihkan sudut bibir Raya yang ada bekas kecapnya. Raya terpaku dengan perlakuan Abi. Bisa-bisanya Abi melakukan hal itu di kantin, Raya sedikit membelakkan matanya.

"Nah udah bersih." Lagi-lagi Abi tersenyum tidak menyadari wajah Raya yang hampir seperti kepiting rebus.

"Loh kok muka lu merah, lu sakit?" Abi meletakkan punggung telapak tangannya ke kening Raya, membuat Raya terpaku seketika. Bagaimana bisa Abi meletakkan punggung telapak tangannya tanpa ragu di kening Raya.

"Gimana mau ke UKS?" tawar Abi. Raya yang sadar langsung meraih tangan Abi yang masih berada di keningnya, tanpa sadar Raya memegang tangan Abi, beberapa detik tatapan mata mereka saling bertemu. Raya langsung melepaskan dan berdiri sebelum detak jantungnya berdetak semakin cepat.

"Ra tunggu, Raya!" Raya tidak menanggapi panggilan Abi bahkan membuat beberapa siswa menatap kepergian Raya. Sementara Abi justru tersenyum melihat tingkah Raya barusan yang terlihat menggemaskan.

"Hah bisa gila gue lama-lama." Raya mempercepat langkahnya saking malunya. Sementara di tak jauh dari tempat Abi berdiri ada Bima yang mengepalkan tangannya melihat apa kejadian barusan.

BimaRayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang