ENAMBELAS

7 1 0
                                    

Raya izin ke toilet, Raihan ingin mengantar tetapi Raya menolak. Kepala Raya rasanya sedikit pusing jika harus memikirkan ketegangannya di depan Bima. Dia tidak menyangka pacar yang dia jaga agar tidak bertemu dengan kakaknya justru orang tua mereka berteman dekat.

Raya berdiri di depan wastafel, setelah itu menyalakan kran. Rasanya ingin membasuh wajahnya tetapi nanti riasannya pasti akan terhapus juga. Setelah selesai dari toilet Raya keluar, saat baru berjalan beberapa langkah ada seseorang yang menariknya.

Raya tau laki-laki yang kini menarik tangannya adalah Bima, Raya hanya mengikuti dari belakang tidak memberontak. Setelah sampai di sebuah rofftop Raya berdiri di dekat dinding, lampu rofftop yang sangat terang membuat Bima bisa melihat wanita di hadapannya dengan gaun putih.

 Setelah sampai di sebuah rofftop Raya berdiri di dekat dinding, lampu rofftop yang sangat terang membuat Bima bisa melihat wanita di hadapannya dengan gaun putih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tatapan Bima yang intens membuat Raya malu dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Lepas." ucapan Bima membuat Raya menatap Bima.

"Apanya?" tanya Raya tidak paham.

"Gaun,"

"Mana bisa dilepas, gue pake baju apa nanti." Raya protes karena bisa-bisanya Bima memintanya melepas gaun yang dia kenakan.

"Yaudah kita cari yang lain." Bima menggandeng tangan Raya tetapi Raya memilih tidak beranjak dari tempatnya berdiri.

"Bima, gue nggak bisa ganti. Ini pakaian yang keluarga gue kasih." Raya menolak tegas, tidak habis pikir dengan apa yang Bima fikirkan.

"Tapi gue nggak suka!" Bima tak mau kalah, nada biacaranya naik. Dia tidak suka jika Raya mengenakan pakaian terbuka ditempat umum.

"Yaudah kalau nggak suka nggak usah diliat bisa kan." Raya sedikit emosi,  matanya memerah menatap Bima. Bima terdiam melihat ekspresi Raya, apalagi raut wajahnya seperti ingin menangis.

"Gue harus kaya gimana lagi nurutin kalian, gue capek." Raya terduduk, menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Perlahan suara isakan mulai terdengar.

"Ra-" Raya menampik tangan Bima yang menyentuhnya. Raya benar-benar lelah, disisi lain dirinya ingin melindungi Bima dari kakaknya, tapi Bima sendiri justru yang menampakkan diri di depan Raihan.

"Pergi, nggak usah pegang gue." Raya lelah, kenapa Bima harus membuatnya kesal saat ini.

"Jangan nangis," Bima memeluk Raya dalam pelukannya, Raya sempat memberontak tetapi pelukan Bima semakin erat.

"Nggak perlu ganti gapapa." Bima mengalah, dia paling lemah jika harus melihat Raya mengeluarkan air mata.

"Gue cuma nggak mau lu terluka Bi, lu nggak tau Kak Raihan kaya gimana kalau tau gue punya pacar. Gue nggak pengen lu kenapa-kenapa." Raya memeluk balik Bima, rasanya memang nyaman berada di pelukan Bima.

"Iya, udah jangan nangis." Bima mengelus rambut Raya dengan lembut menenangkan, Raya tidak jadi menangis karena jika memangis maskaranya pasti akan berantakan. Apalagi dirinya tidak membawa makeup.

***

Raya memegang kepalanya karena sedikit pusing, entah kenapa sejak pulang dari pesta badannya tidak enak. Raihan yang menyadari Raya sedikit pucat menghampiri Raya.

"Kenapa?"

"Gapapa Kak, cuma pusing aja." jawab Raya.

"Mau ke dokter?" tawar Raihan dengan lembut.

"Nggak usah, nanti buat istirahat pasti sembuh." Raya menolak tawaran Raihan.

"Lu ke kamar sendiri bisa kan? Gue cari obat di dapur." Raya mengangguk, untung kamarnya ada di lantai bawah.

Setelah sampai di kamar Raya mengganti pakaian tidur, dan duduk di ranjang. Raihan datang membawa obat dan air minum. Raihan memegang dahi Raya, panas. Untung Raihan membawa kotak P3k lengkap dengan obat-obatan.

"Minum obatnya." Raihan memberikan paracetamol, Raya menurut kali ini. Setelah minum obat Raya membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Raihan kali ini benar-benar terlihat seperti seorang kakak yang sayang dengan adiknya.

Raihan menyelimuti Raya, mengelus kepalanya. Bahkan duduk di samping Raya menunggu sampai Raya tertidur.

"Kakak balik aja ke kamar." Raya terlihat lelah, suaranya lemah saat meminta Raihan ke kamar.

"Gue tungguin sampe lu tidur." tegas Raihan. Raya tidak ingin berdebat karena pusing, dia tidak peduli apa yang akan Raihan lakukan padanya. Matanya sudah mulai terpejam efek obat yang dia minum.

Raihan hanya menatap Raya dari tempat duduknya, keadaan Raya mengingatkan Raihan dengan seseorang tetapi Raihan tidak ingat siapa. Perlahan Raihan tertidur disamping Raya.

"Kak Rai, kita main yuk. Kakak yang jaga yaa."

"Yeee, kakak jaga lagi. Aku menang." suara wanita dengan senyuman yang tersungging di bibirnya. Raihan tersenyum menanggapi.

"Kakak, maaf."

Raihan yang terbangun seketika saat melihat wanita yang memanggilnya Kakak . Nafas Raihan memburu, keringatnya bercucuran, bahkan tanpa sadar air matanya ikut menetes. Sebenarnya siapa sosok yang memanggilnya, kenapa setiap Raya sakit sosok itu muncul dengan wajah yang samar di setiap Raihan tertidur.

"Brengsek sebenernya siapa yang muncul di mimpi gue." Raihan mengumpat kesal, pandangannya dia alihkan ke Raya. Apa mungkin yang ada di mimpinya adalah Raya, jika Raya kejadian apa yang membuat Raya meminta maaf, kata-kata terakhir yang diucapkan dan setelah itu Raihan terbangun.

Ternyata dari luar Ferdi mengamati, dia melihat Raihan yang meneteskan air mata di tidurnya kemudian terbangun dengan nafas memburu. Setelah Raihan terbangun Ferdi memilih pergi meninggalkan kamar Raya.

Raihan meletakkan tangannya di dahi Raya, panasnya tidak seperti sebelumnya, ada perasaan lega juga. Raihan masih menatap Raya, awal pertama saat melihat Raya datang dengan ibunya Raihan sedikit tidak suka. Raya selalu mencoba dekat dengan Raya, bahkan selalu ikut kemanapun Raihan pergi. Perlahan Raihan mulai luluh dan mau menganggap Raya sebagai adiknya, sifat Raihan menjadi posesif sejak Raihan naik ke SMA dan Raya duduk di SMP. Disitu juga awal mulai Raihan bermimpi.

Raya yang awalnya senang dengan perhatian Raihan mulai kesal, terlalu posesif dan terlalu mengekang Raya. Bahkan mulai menggunakan kekerasan jika Raya tidak mau menurut, Raihan bahkan pernah tanpa sengaja mendorong Raya saat bertengkar dengan temannya yang membuat Raya terbentur meja. Alasannya hanya karena teman Raihan mengobrol dengan Raya dan meminta nomornya, Raya tidak masalah. Hanya saja, Raihan yang melihatnya tidak suka. Mulai saat ini Raihan melarang semua teman laki-lakinya datang ke rumah dan memilih nongkrong di luar.

BimaRayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang