5. The Most Wanted Tunas Bangsa

49 9 0
                                    

Jangan lupa vote sebelum/sesudah membaca cerita ini usahakan untuk komen dan follow akun author

Terima kasih
&
Selamat membaca

***


Laki-laki tampan selalu menjadi dambaan kaum hawa. Dan, tak perlu perempuan cantik untuk mendapatkan hatinya.


~ Orion Aquila


***



Senin, menjadi hari yang melelahkan untuk kebanyakan para pelajar, dimana mereka harus berdiri di bawah sinar matahari pagi selama tiga puluh menit untuk mengikuti jalannya upacara pengibaran bendera merah putih. Belum lagi pidato yang disampaikan pembina upacara terkadang panjang dan lama sampai lewat dari durasi waktu yang ditentukan membuat para siswa dan siswi mengeluh kesal.

Sama halnya dengan murid-murid di SMA Tunas Bangsa, sebagian dari mereka sangat malas jika di suruh untuk segera baris di lapangan, jam dimulainya upacara terkadang terlambat karena masih banyak murid yang sulit untuk di atur.

Kelas sebelas IPA empat menjadi kelas yang banyak di sorot guru-guru karena penghuni kelasnya terdiri dari orang-orang pemalas. Flo beserta teman-temannya menempati kelas ini, tak jarang terkadang gadis itu ikut terseret masalah yang dibuat oleh salah satu temannya hingga seluruh kelas terkena dampaknya.

Bu Dayu selaku wali kelas kerap kali memasrahkan diri kepada guru bimbingan konseling untuk mengatur keadaan siswa-siswi binaannya. Sungguh sebelas IPA lima ini di huni oleh para murid unik yang membuat guru-guru pengajarnya harus bekerja ekstra.

"Nanda, ke mana sabuk kamu?"

Nanda yang terkena tegur hanya cengengesan tak jelas, ia lupa bahwa sabuk sekolahnya masih menempel di baju seragam lain. Dan pagi ini ia terlambat untuk bangun sehingga lupa memeriksa kembali seragamnya.

"Flo, betulkan kerudung kamu sudah seperti ibu-ibu mau ke pasar saja di belit-belit begitu."

Flo cemberut, bibirnya maju beberapa centi. Hari ini kerudungnya tampak panjang dan kebesaran sehingga ia berinisiatif untuk mengikat ujung-ujung kerudung depannya dan di belitkan ke belakang. Rapi namun tetap saja salah di mata Bu Dayu.

"Dendi, maju pimpin upacara."

"Kan ada Radit Bu."

"Radit jadi Tura. Ayo maju."

Laki-laki itu mendengus kesal, andai Orion tidak izin mengeluh sakit mungkin posisinya akan aman di bawah pohon yang rindang, kalau seperti ini niat dirinya untuk memperbaiki kulit tubuh akan gagal karena lagi-lagi terpapar sinar matahari langsung.

Orion sendiri tampak berdiri di barisan kelas paling depan dengan wajah lesunya. Semua orang bisa menebak keadaannya yang pasti sangat lelah akibat kegiatan kemah kemarin. Tenaga Orion benar-benar di kuras habis, waktu istirahatnya seminggu ini ia korbankan untuk mempersiapkan kegiatan kemarin. Orion sampai rela pulang malam dan begadang semalam untuk memeriksa proposal, anggaran, surat-surat, juga keperluan lainnya yang dibutuhkan kegiatan kemah.

Guratan wajah lelah tampak jelas, kantung mata yang menghitam, rambut yang sedikit berantakan juga hidungnya yang memerah menyatakan bahwa kondisi Orion sedang tidak baik-baik saja. Semua itu mengundang berbagai pertanyaan dari para penggemar Orion, juga tatapan khawatir yang di layangkan untuknya.

Tak berbeda jauh dengan Flo yang sedari tadi terus menguap lebar, matanya menyipit mengantuk akibat tak dapat tidur semalaman. Ia berencana akan tidur di jam pelajaran pertama, mata pelajaran yang membuat otaknya membeku tak berguna, matematika.

"Rion."

"Kenapa?"

"Sakit ya, mau ke UKS? Biar aku antar."

Orion menggeleng, "Terima kasih, saya masih kuat untuk ikut upacara."

"Tapi sepertinya kamu sakit."

"Tidak apa-apa Ci, saya baik-baik saja."

Cici merengut kesal, usahanya agar dekat dengan sang primadona ternyata tidak membuahkan hasil baik. Walaupun Orion selalu berbaik hati kepadanya namun tak jarang penolakan terus laki-laki itu layangkan kepada dirinya. Cici salah satu dari banyaknya murid perempuan yang menyukai bahkan menggilai sosok Orion. Kharisma laki-laki itu mampu menghipnotis kaum hawa agar selalu tertuju ke arahnya.

Dukk... "Dendi!"

Dendi tersenyum miring melihat dahi Flo bertubrukan dengan punggung lebar milik Orion. Laki-laki yang di tabraknya itu pun seketika membalikkan tubuh melihat si penabrak yang sedang menggerutu kesakitan.

"Gimana rasanya kebentur tembok raksasa China?"

"Sialan lu!" Umpat Flo yang langsung mendapat tatapan tajam dari Orion. "Apa lihat-lihat?!"

"Jaga bicara kamu." Ujar Orion.

Flo tersentak terkejut dalam hatinya ia mengumpati Orion, laki-laki yang menurutnya kini sok suci. "Kaya yang gak pernah mengumpat aja." Cibirnya.

Orion sendiri tidak menyangka akan mengatakan hal semacam itu, menurutnya Flo memang salah, tidak sebaiknya perempuan mengeluarkan kata-kata atau ungkapan-ungkapan kasar. Sebagai perempuan seharusnya Flo dapat lebih menjaga tutur katanya, sekalipun kelakuan Dendi tadi menyebalkan dan menyulut emosinya akan tetapi seharusnya pula Flo dapat menahan diri untuk tidak langsung marah-marah seperti itu. Orion jadi gemas sendiri, membayangkan bagaimana bisa ia menyukai gadis kecil yang suka mengumpat itu.

"Kemarin lu senyum-senyum karena pesan dari Dendi, sekarang lu datang-datang masuk kelas sambil geleng-geleng karena Dendi juga? Gua curiga sama lu."

"Ingat! Jangan berburuk sangka sama teman sendiri." Timpal Radit.

"Gimana enggak berburuk sangka, lu gak tahu si kemarin dia senyum-senyum cuma karena pesan dari Dendi. Gua masih ingat banget si Dendi kirim pesan apa sama dia."

"Apa?"

"Sore ini, di toserba lampu merah. Idih jijik."

Orion melotot tajam ke arah Angga yang bermulut lemes. Ingin sekali laki-laki itu mengepang mulut Angga yang kelewat lucu untuk di ikat dua.

"Ada hubungan apa lu sama Dendi? Jangan-jangan yang di pikirkan si Angga betulan lagi?" bisik Radit.

"Percaya aja lagi lu sama lambe gosip."

Radit terkekeh pelan, terlalu banyak rahasia yang di simpan rapat oleh temannya itu. Terutama masalah hati, entah memang Orion sedang tidak menyukai seorang perempuan atau dirinya yang tidak tahu siapa pemilik hati laki-laki itu.

Bel istirahat pertama berbunyi keras, murid-murid berhamburan menuju tempat tujuannya. Sebagian memilih pergi ke kantin untuk mengisi perut, ada pula yang memilih pergi ke perpustakaan untuk melanjutkan kegiatan belajar atau sekedar baca buku, dan ada pula yang memilih duduk-duduk santai di depan kelas.

Flo termasuk ke dalam golongan murid yang memilih duduk-duduk santai di bangku panjang yang sengaja di sediakan di setiap lorong kelas. Flo duduk sendirian tanpa Nanda yang sedang pergi ke kantin untuk membeli camilan. Menempati ruang kelas paling pojok membuat Flo dengan leluasa mencari kedamaian dengan bersender ria di bangku tersebut sembari memejamkan mata menikmati hawa sejuk. Kelasnya sudah kosong tak berpenghuni, hanya tinggal dirinya yang tersisa disana. Bahkan jika mau di kata Flo bagaikan satpam yang sedang menjaga hunian.

"Permisi."

"Hm."

"Ada Dendi."

"Kantin."

"Oh oke."

Langkah kaki itu kembali terdengar menjauhinya, namun bangku yang ia duduki sedikit bergerak seperti ada orang lain yang duduk di sampingnya. Flo, ia tak mau repot-repot membuka matanya untuk melihat siapa gerangan, kalau bukan teman sekelasnya paling teman satu angkatannya yang sama halnya dengan Flo yang sedang menikmati sejuknya lorong pojok kelas sebelas.

"Kamu siapa?"

"Aing maung. (Saya macam)." Flo terkekeh sendiri setelah menjawab pertanyaan yang menurutnya absurd itu, baru kali ini ia mendengar seseorang menanyakan dirinya siapa. Sudah jelas manusia berkaki dua bukan?

"Nama maksudnya."

Perlahan mata kecil itu terbuka, netra hitamnya membola tak kala melihat objek di depannya yang kini juga menatapnya dengan wajah datar. "Mau apa disini? Cari Dendi? Dia di kantin?"

"Kamu kenal saya?"

"Siapa coba yang gak kenal sama lu, Orion Aquila the most wanted Tunas Bangsa, kelas sebelas IPA satu yang pernah meraih kejuaraan sains tingkat nasional. Jabatannya sebagai Pradana di Pramuka. Betulkan gua?"

Orion tersenyum senang perempuan di depannya ini ternyata cukup mengenal dirinya. "Gua salah satu penggemar lu, pada masa tapi." Lagi-lagi Orion terkejut dengan penuturan gadis di depannya ini yang mengatakan salah satu dari jajaran penggemarnya di sekolah? Benarkah begitu? Mengapa Orion baru mengetahuinya sekarang?

"Em... Kamu ---"

"Flo, es krim lu nih meleleh." Flo segera mengambil alih es krim yang sudah hampir mencari dari tangan Nanda. "Loh ada Orion disini? Cari Dendi ya? Ada di kantin dia lagi bertengkar sama Sabila."

Orion segera bangkit tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi, ia merasa seperti maling yang sedang tertangkap basah oleh warga karena berani duduk di depan kelas orang lain tanpa tujuan yang jelas. Niatnya menghampiri Dendi malah bertemu dengan Flo yang sedang duduk bersantai, Orion mencoba untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mendekatkan diri dengan Flo, akan tetapi strateginya salah. Tak ada yang dapat membantunya mendekatkan diri dengan sang gadis tanpa bantuan Dendi.

"Orion mau apa duduk disini?"

"Mana gua tahu, dia tanya Dendi dimana setelah itu tiba-tiba duduk disini."

"Lu enggak macam-macam sama dia kan? Lu gak buat aneh-aneh ke Orion kan?"

"Terbalik Munaroh! Seharusnya gua yang lu khawatirkan bukan dia."

"Ya wajar dong gua khawatir sama dia. Orion lagi sakit, bisa aja lu tambah penyakitnya."

"Iya penggemar berat Orion, iya."

"Bayangkan sama lu kalau gua jadian sama dia."

"Halu!"

TBC

Terima kasih sudah membaca maaf jika ada kata-kata atau penyebutan istilah yang salah dalam penulisan karya. Salam hangat dari author ✌️


Hello Pradana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang