DAY 4

400 82 15
                                    

Sudah hari ke-empat dan akhirnya hasil rontgen telah keluar.

Karena Athanasia tiba-tiba kembali drop, mau tak mau Lucas yang harus menggantikannya. Cowok bertubuh jangkung itu berada di ruang dokter.

Kemudian, sebuah kertas rontgen ditunjukkan kepada Lucas secara perlahan.

"Saya ragu jika ingin melakukan operasi," dokter akhirnya bicara. "Kamu tau kan sel kanker Athanasia sangatlah ganas? Kondisi paru-parunya sudah separah ini,"

Dokter tersebut menunjuk sebuah gumpalan, "ini sel kankernya. Saya tidak mau mengambil resiko jika melakukan operasi payudara saat paru-parunya bermasalah. Salah sedikit saja bisa fatal!"

Lucas mengulum bibir, dia memijit pelipisnya sembari menunduk. "Apa ... gak ada cara lain agar Athanasia sembuh?" ia bertanya.

Dokter di hadapan Lucas hanya menghela nafas seraya menggeleng pelan. Beliau menurunkan sedikit kacamatanya.

"Sangat sulit, kita bisa memberi obat dan memperketat perawatan. Tapi kalau menurut saya, Athanasia hanya perlu menunggu waktu saja,"

Dokter itu menunduk. "Untuk sementara ini saya akan memindahkan Athanasia ke ruang ICU. Semoga saja ada kabar baik ya."

Lucas mengulum bibir. Dia meringis pelan, "kira-kira jam berapa ya bakal dipindahkan?" ia bertanya.

"Mungkin sekitar satu jam lagi...." sahut sang dokter, dia melirik jam arloji di pergelangan tangannya.

"Karena kamu dekat dengan Athanasia, silahkan dampingi saja. Tapi waktu untuk bertemu sangatlah terbatas. Berbeda jauh saat Athanasia masih di ruang inap,"

Dokter itu menopang dagu. "Tolong temani dia dan buat Athanasia senang ya, mood pasien sangat berpengaruh pada kesehatannya." pintanya.

Lucas mengangguk cepat kemudian memasukkan hasil rontgen tersebut ke dalam amplop. Dia pun bangkit berdiri dari posisi duduknya.

"Makasih dok, saya cuma mau dia sembuh. Tolong bantu dia semaksimal mungkin," Lucas melirih. "Saya gak suka ngelihat dia kesakitan terus-terusan."

Dokter di depan Lucas tercekat, kedua bahunya menurun saat melihat ekspresi wajah Lucas yang terlihat sedih. Beliau tersenyum tipis.

"Jangan khawatir, saya juga mau Athanasia sembuh." sahut sang dokter di akhir pembicaraan.

Merasa obrolan mereka telah usai, Lucas berjalan keluar dari ruang dokter dan sedikit mendongak untuk memperhatikan satu persatu orang di rumah sakit. Sorot matanya menyendu.

Terlihat ada pasien yang sangat pucat daripada Athanasia. Namun mereka masih bisa bertahan karena ada banyak dukungan dari keluarganya.

Entah kenapa, Lucas jadi teringat ucapan Athanasia kemarin malam. Sebelum tidur, mereka sempat mengobrol singkat.



"Kamu mau tau? Dulu aku adalah anak yang sangat bandel. Jadinya kedua orangtuaku bilang kalau mereka membenciku,"

Athanasia menarik selimut. "Diingat-ingat lagi memang menyakitkan. Selama aku hidup dan berjuang sendiri, aku belum pernah mendapat perhatian dari siapapun ... hidupku sangat datar,"

"Tapi ini semua memang hukuman untukku. Tuhan tau bahwa aku tidak akan bisa membahagiakan orangtuaku, jadi Dia memanggil mereka duluan,"

Sorot mata Athanasia berubah sendu, bahkan Lucas yang melihat itu hanya bisa terdiam. Saat ini Lucas mencoba untuk menjadi pendengar yang baik.

Meskipun sangat sulit.

Athanasia tertawa kecil, "oh iya, aku boleh minta sesuatu?" ia bertanya.

GIVE MY 8 DAYS "For Athanasia."✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang