Memang Sakura Percaya bahwa Rencana Tuhan lebih baik dari pada rencananya sendiri. Tapi tidak pernah terpikir oleh Sakura, bahwa sebuah kebahagiaan hadir di saat kesedihan menimpa hidupnya. Mereka datang secara bersamaan. Lalu, apa yang harus ia lakukan? Haruskah senang atau sedih?
Mungkin ia tidak akan bimbang untuk memilih kesedihan daripada kebahagiaan jika saja seseorang yang mengaku sebagai ayahnya itu menyambutnya di rumah sakit.
Beberapa menit lalu, Sakura mendapatkan telepon dari rumah sakit yang mengatakan bahwa Nenek Chiyo mengalami kecelakaan di jalan besar. Ia langsung saja buru-buru ke rumah sakit. Tapi begitu ia sampai pada kamar perawatan Nenek Chiyo, justru ia bertemu dengan seorang lelaki paruh baya yang langsung menyambut nya dengan sebuah pernyataan tidak terduga.
Sakura tidak percaya dengan mudah, ia meragukan pernyataan dari paruh baya itu, namun Ketika mendengar cerita dari pria tersebut, Ia berpikir ulang.
"Aku tau aku bodoh, orang seperti ku tidak dapat diberikan gelar Seorang ayah. Apalagi ketika pria seperti ku yang tidak bertanggungjawab atas hamilnya perempuan yang telah ku tiduri. Saat itu aku benar-benar kalut, Aku hanya... Menolak fakta bahwa Aku menanam benih pada seorang wanita. Saat itu aku belum siap untuk memiliki anak" Kata nya, Lelaki berambut aneh berwarna abu-abu ke merah mudaan itu bercerita di depan UGD.
Sakura hanya diam, ia tidak menatap pria tersebut. Hanya ingin mendengarkan apa yang ingin lelaki ini inginkan dan jelaskan.
"... Tapi setelah beberapa saat aku merenung, aku sadar. Seharusnya aku menerima mu, menerima darah daging ku. Namun aku terlambat, Saat aku berusaha menemui ibu mu, Ia menolak. Pun, Ia tidak memberitahu ku informasi apa-apa tentang dirimu. Selama beberapa tahun aku berusaha mencari tahu keberadaan mu sendiri, bahkan ketika aku tahu bahwa ternyata... Ibu mu pun menolak untuk mengurus mu" Sambung nya. Sedari tadi mata pria itu tidak lepas dari Sakura yang hanya menunduk.
Meremas rok sekolah nya, Sakura menunduk semakin dalam. Kenyataan ini benar adanya. Apa yang ia kira hanya asumsi negatif semata ternyata terbukti benar. Bahwa orang tua nya bahkan tidak ingin mengurus nya. Bahwa, Tidak ada orang yang menerima nya, kecuali Nenek Chiyo.
Ia menggigit bibir bawah bagian dalam, berusaha menahan tangis. Rasanya sesak, sangat sesak. Seperti ada yang menikam hatinya berkali-kali dengan pisau. Sampai rasanya untuk bernafas pun sulit.
Jarak duduk antara keduanya adalah 3 Kursi. Mereka duduk di masing-masing ujung kursi.
"Nak, Aku mengerti kalau kau tidak akan memaafkan atau menerima diri ku sebagai ayah biologis mu. Pun, Ibu biologis mu. Perlu kau tau-"
"-B-bagaimana nenek bisa kecelakaan?" Potong Sakura. Sebisa mungkin menahan isakan yang akan keluar.
Tidak pernah seperti ini, Mau ditolak dengan Seseorang yang ia sukai pun Sakura tidak akan merasakan sesesak ini. Memang awal nya ia merasa sesak kala pertama kali menyatakan perasaan pada Seorang lelaki, dan ditolak. Tapi setelah itu, Ia sudah terbiasa ditolak.
Lalu, kenapa sekarang rasanya seperti menderita penyakit asma?
Katanya, Ayah itu cinta pertama anak perempuan. Katanya, Ayah itu penentu masa depan anak perempuan. Katanya, Ayah itu adalah Raja dan Ksatria di hati anak perempuan. Pantas saja, Hidupnya berantakan, pantas saja ia seperti perempuan yang kurang kasih sayang. Pantas saja, Ia selalu merasa tidak pantas untuk siapa pun. Ternyata, Yang ia butuhkan hanyalah sosok Ayah yang bisa menjadi Pelindung untuk nya.
"Aku tidak sengaja. Saat itu Nenek Chiyo sedang ingin menyebrang. Salah ku memang karena berusaha mengambil telepon yang berdering. Sehingga aku tidak melihat jalan, lalu... Kau bisa menebak selanjutnya" Kata pria tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love Me!
أدب الهواةSoulmate itu harus dicari bukan di tunggu. Sakura selalu bertanya pada orang-orang disekitarnya "Apakah kau menyukai ku?" Tapi selalu berujung Kegagalan, karena dirinya belum dipilih sebagai pelabuhan hati. Sampai suatu hari ia Mendapat Surat-sura...