VI : Mama

1.4K 115 4
                                    

"Ittekimasu, Sakura" pamit seorang lelaki berpakaian rapi di depan altar kecil rahasia dalam almari. Ia meneliti posisi bingkai foto sedikit bergeser. Ada sesuatu yang ganjil.

CKLIK. Pintu kamar tertutup. Pria itu nampak tergesa-gesa. Hampir saja ia menabrak ibunya yang berganti masuk ke kamar.

"Hati-hati, Sasuke"

Sasuke menundukkan kepala meminta maaf. Sejurus kemudian ia menanyakan hal yang mengganjal pikirannya, "ah, apa Okaa-san kemarin membersihkan altar Sakura?"

"Tidak" jawab Mikoto berbisik, "Ibu baru akan membersihkannya hari ini"

Benar juga, pikir Sasuke.

Mikoto dan Sasuke memiliki kebiasaan membersihkan altar Sakura tiga hari sekali. Keanehan letak bingkai foto Sakura yang kian hari tak sama membuat Sasuke menaruh curiga pada Sarada. Namun dengan cepat Sasuke menampiknya.

Sasuke menetapkan aturan pada Sarada agar tak sembarang masuk ke kamarnya. Ia tau anak gadisnya penurut, jadi tak mungkin melanggar ucapan Sasuke.

"Sudah tak perlu khawatir, Ibu akan membersihkannya untukmu. Hari ini kan hari pertamamu bekerja. Jangan pikirkan hal lain. Fokus saja" kata Mikoto seraya menepuk pundak putranya.

Minggu lalu adalah pengumuman tes pegawai negeri. Perjuangan mempelajari soal-soal ujian, pengorbanan dalam mengurangi waktu bersama Sarada terbayar sudah. Nama Sasuke Uchiha tercantum dalam daftar peserta yang diterima. Keberuntungan seolah menaunginya. Apalagi penugasan Sasuke berada dalam satu kota.

"Sasuke, kau lupa tehmu!"

"Oh benar"

Sasuke menuju ke meja makan. Ia menyeruput habis teh hangat dalam hitungan detik. Lidahnya sudah terbiasa dengan rasa teh yang sempat ia remehkan karena hambar.

"Setelah gajian, mungkin kau bisa kembali ke kopi lagi" goda Mikoto.

"Kurasa teh tak terlalu buruk. Tapi sesekali boleh juga meneguk kopi. Aku hampir lupa rasanya" tanggap Sasuke meringis.

Sejak menjadi pengangguran, Sasuke membatasi banyak kebutuhan pribadi. Sasuke rela beralih ke teh yang murah dibanding kopi dengan selisih harga signifikan. Tak hanya itu, untuk bepergian jarak dekat ia bahkan memilih jalan kaki. Semua ia lakukan demi menghemat pengeluaran. Masa depan Sarada butuh banyak biaya, ia harus pandai mengatur uang.

"Papaaa!" panggil Sarada berlari setelah keluar dari kamar mandi, "Papa lupa berpamitan padaku!"

"Gomen Sarada. Tadi kau sedang mandi" respon Sasuke seraya mencium rambut Sarada, "hmmm.. wangi sekali putri kesayangan Papa. Kau hebat sudah bisa mandi sendiri tanpa bantuan nenek!"

Sarada menyeringai bangga. Ia paling suka dipuji papanya.

"Baiklah, Papa pergi dulu. Papa harus kerja supaya bisa mengajakmu jalan-jalan berkeliling dunia nantinya!" timpal Sasuke berusaha memberi pengertian.

Sarada semakin antusias, "hounto?"

"Tentu saja, asal kau rajin belajar. Bergegaslah. Gomen hari ini dan seterusnya Papa tak mengantarmu ke sekolah lagi. Ingat, jangan sampai terlambat ya" pesan Sasuke lalu mengecup dahi Sarada, "ittekimasu"

"Itterashai!" Sarada kecil melambai-lambaikan tangan pada sang ayah yang pergi.

"Baiklah, kau harus segera berganti pakaian untuk berangkat ke sekolah" sela Mikoto melihat Sarada tak berkedip saat melepas Sasuke.

"Hai!"

Sarada adalah anak yang patuh. Begitulah yang semua keluarga kira. Namun tanpa diketahui, dia mulai membangkang. Penemuan 'harta karun' di salah satu lemari papanya membuat Sarada ketagihan. Dalam sehari, Sarada menetapkan aturan pada diri sendiri harus mengunjungi altar rahasia minimal dua kali.

Sweetness in SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang