1

10 0 0
                                    


"Aya." 1 kali.

"Aya." 2 kali.

"ANDREAAAAA!!!!!" Kesabaran Shasha sudah habis.

Tak hanya Aya yang terkejut akan seruan Shasha yang berada di hadapannya, namun seisi kantin terkejut dan spontan menoleh ke arah meja dimana Aya dan Shasha berada akibat suara Latisha yang menggelegar.

"Latisha Xaviera! Kira-kira dulu kali kalau mau teriak di tempat umum! Malu tau!" Gerutu Aya begitu ia menyadari semua mata menoleh ke arah dirinya dan sahabatnya itu.

Dengan sikap acuh-tak acuh, Shasha menghiraukan gerutuan Aya. Sangat berbeda dengan Aya, Shasha tidak memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya. My life is my choice, begitulah motto hidupnya, selama yang dilakukannya bukanlah hal yang membahayakan dirinya maupun orang lain.

"Aneh. Ngapain malu coba? Salah sendiri lagian, gue panggil gak lo jawab."

"Iya iya maaf ya Latisha sahabatku. Ada apa sih emang, Sha?"

Shasha maju mendekatkan posisi dirinya dengan Aya dan mengecilkan volume suaranya.

"Gue denger Kak Ravano ngincer lo, Ya," Bisik Shasha.

"Ravano? Kak Ravano ketua tim basket? Bercanda lo." Jawab Aya santai. Gak mungkin, batinnya.

"Serius Aya! Farrel bilang Kak Rava nanya-nanya tentang lo. Tadi juga sekilas doang sih Farrel bilangnya, tanya aja sendiri kalau lo gak percaya."

Farrel adalah pacar Shasha yang juga berada dalam tim basket sekolah. Aya berpikir yang baru saja dikatakan Shasha memang masuk akal dan bukan karangan semata, namun ia akan menyangkal dengan bulat fakta bahwa seorang Ravano Daniswara berniat mendekatinya.

"Ngapain nanya tentang hal yang gak mungkin sih, Sha? Udah ah, gak penting. Siomay ini lebih penting." Ujar Aya kembali menyantap sepiring siomay di hadapannya.

-

"Andrea."

"Andrea Shakilla"

Aya yang sedang berjalan menuju parkiran sambil menikmati alunan musik yang mengalun keras melalui earphones-nya tak menyadari akan seseorang yang tengah memanggilnya dengan suara yang cukup lantang sehingga mengundang perhatian beberapa orang di sekitarnya.

Sosok yang merasa terabaikan itu maju dan berdiri persis di hadapan Aya agar perhatian perempuan itu tertuju padanya.

"K-kak Rava? E-eh maaf, Kak, gak kedengeran tadi." Ujar Aya dengan gugup yang menyadari akan perilaku bodohnya.

"Lain kali jangan kebesaran volumenya, kasian kuping lo nanti budek beneran."

"E-eh iya Kak. Maaf sekali lagi." Aduh, mampus gue!

Rava mengeluarkan secarik kertas dari kantong seragamnya dan menyerahkannya kepada Aya.

"Nih buat lo. Bukanya di rumah ya, hati-hati di jalan." Ujarnya sambil melangkah pergi dari hadapan Aya.

Aya memegang secarik kertas yang dilipat kecil itu dengan tangan bergemetar. Apapun itu yang bertuliskan di dalamnya, ia tak siap untuk membuka dan membacanya.

-

Cek email lo. Ikutin petunjuk selanjutnya.

-R

Aya membaca tulisan pada kertas itu dengan terheran-heran. Pertama, mengapa semua ini seperti permainan teka-teki? Kedua, apa tujuan Rava sebenarnya? Ketiga, darimana Rava mengetahui alamat emailnya?

"Sok misterius banget deh," Gumamnya kepada dirinya sendiri.

Walau begitu, Aya tetap mengikuti apa yang Rava perintahkannya pada kertas itu. Ia berjalan dari ranjang menuju meja belajarnya dan menyalakan laptopnya untuk membuka e-mail dari Rava.

To : andreashakilla07@gmail.com

From : ravadaniswara@gmail.com

Andrea, kalau lo baca ini, makasih udah ngikutin perintah gue. Beberapa menit lagi lo akan kedatangan pesan selanjutnya.

-R

"Apa lagi sih, aneh."

Aya menutup layar laptopnya dan hendak merebahkan dirinya di ranjang namun terdengar suara Bi Tya yang sedang mengetuk pintu kamarnya.

"Masuk, Bi."

Bi Tya masuk dengan membawa iced caramel macchiato dan tiramisu cake kesukaannya. Aya begitu terkejut dan sangat senang.

"MY FAVORITES! Dari siapa ini, Bi?"

"Ini tadi abang ojol yang ngantar, Dek Aya. Gak dikasih tau dari siapa, Bibi kira Dek Aya yang pesan sendiri," Jawan Bi Tya.

Aya mengangguk pelan. "Oh gitu. Oke deh makasih ya, Bi."

Aya mengambil paper bag yang berisikan satu kotak tiramisu serta iced caramel macchiato-nya dan saat ia menengok ke dalam paper bag tersebut, terdapat sebuah amplop berwarna hitam. Ia lekas mengambilnya dan membaca isi surat yang terdapat di dalam amplop tersebut.

Dearest Andrea Shakilla,

Figured out your favorite cake and your favorite drink. I hope you enjoy 'em. Anyways, you must have been wondering what are all these things I've been doing - I'm trying to reach out to you. I think you're a very sweet person, Andrea. I'd hope you'd open up.

-Ravano

"Aya, lo gak boleh baper. Lo gak boleh baper. Lo gak boleh ngasih kesempatan apapun. Stay cool, Aya." Ujarnya kepada dirinya sendiri.

Aya tak kuasa menahan senyum pada wajahnya. Bagaimana tidak? Seorang Ravano Daniswara, kakak kelas idaman semua orang, melakukan hal-hal kecil yang menurutnya begitu menarik yang tak pernah ia sangka sebelumnya. Ditambah lagi, mengapa dirinya di antara semua orang?

It's Okay to FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang