11

5 0 0
                                    


Sekitar hampir 2 jam perjalanan, Aya sampai di tempat tongkrongan paling terkenal di kalangan anak muda yang berada di Puncak, Cisarua. Warung Patra, yang biasa disebut dengan Warpat. 

Tempat itu merupakan warung sederhana seperti warung-warung pada umumnya yang menyediakan makanan seperti Indomie dan teh hangat. Namun yang begitu spesial adalah pemandangan yang terlukis dari tempat itu, embun yang menyelimuti pegunungan dan kebun teh, serta sejuta kisah legendaris yang tercipta di tempat itu. 

Dari mana Aya tahu akan keberadaan tempat ini? Al tentunya. Dan untuk sampai pada tempat ini seorang diri, Aya sebatas menggunakkan Waze sebagai pengarah jalan. 

Sebelum memasuki tempat yang cukup ramai itu, Aya mengambil ponselnya dari saku jaket kulitnya. 

Pukul 17.20.

10 unread chats from Ravano.

10 missed calls from Ravano.

Baru saja Aya hendak meletakkan ponselnya kembali di sakunya, terdapat panggilan masuk. 

Ravano is calling...

"Ampun deh," Ujar Aya kepada dirinya sendiri. Namun ia memutuskan untuk mengangkat panggilan tersebut. 

"Halo?"

"Lo dimana."

"Itu kalimat tanya atau pernyataan, Rav?"

"Andrea demi Tuhan, there's no time for jokes right now."

Terdengar suara motor-motor yang tengah melaju kencang dari tempat dimana Rava berada.

"Lo di jalan? Gak ada dalam sejarah orang lagi ngebut pake motor sambil nelpon."

"LO DIMANA ANDREA?!" Ujar Rava yang kini membentak Aya.

Aya tersentak. "Warpat."

-

Aya tengah menikmati kopi hitam panasnya seorang diri. Ia memilih tempat duduk di luar dimana ia bisa melihat dengan jelas pemandangan gunung dan kebun teh serta merasakan embun sore yang dingin. Ya, Aya suka dingin.

Ia masih mengenakkan seragam SMA-nya sore itu. Terlebih lagi ia tidak bersama siapapun. Ia tak sadar akan mata-mata nakal yang kian memperhatikannya sejak pertama ia melangkahkan kaki ke Warpat. Mungkin karena hati dan pikirannya begitu kosong saat itu. 

"Cantik, sendiri aja?" Seorang lelaki yang umurnya tak jauh dari Aya menghampirinya dan terduduk persis di kursi kosong yang berada di sebelahnya. 

"Cantik banget. Bukan anak sini ya? Mukanya metropolitan abis!" Sahut temannya yang lain yang kini terduduk di hadapan Aya. 

"Jijik." Umpat Aya kesal. 

Aya tak pernah merasakan atau melihat situasi ini dengan mata kepalanya sendiri sebelumnya, jadi ia tak tahu apa yang bisa buaya-buaya itu lakukan padanya. 

Salah satu lelaki itu kini menyentuh rambut indah Aya dengan lembut.

"EH APASIH LO?!" Aya berusaha bergerak, namun temannya yang lain kini berada di sisi lain dirinya yang menyebabkan dirinya terkunci. 

Lelaki itu kini menelusuri dagu Aya, hingga ke kancing seragam Aya. Merasa jijik, terkejut, kesal, malu, Aya berteriak hingga perhatian semua orang yang berada di tempat itu tertuju padanya. Dalam waktu yang bersamaan, enam lelaki gagah yang masih mengenakkan seragam SMA memasuki Warpat dengan segala pesonanya yang membuat cewek-cewek yang berada di tempat itu memandang mereka dengan kagum.

It's Okay to FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang