10

5 0 0
                                    


"OMG! Ka Rava ngapain ke meja kita?!" Seru Valerie heboh ketika ia melihat Rava yang tengah berjalan menuju meja mereka.

Aya yang kebetulan duduk membelakangi langsung menoleh. Ia menatap Rava dan menaikkan alisnya.

"Andrea, come here."

Meja Aya langsung heboh mendengar apa yang baru saja Rava katakan. Bukan hanya itu, hampir seluruh isi kantin kini tengah menatap Rava yang sedang berdiri tepat di hadapan Aya yang sedang menikmati es campurnya dengan santai. 

"Ngapain? Gue abisin es campur gue dulu, nanti kalau gue tinggalin esnya mencair." Jawab Aya tanpa menatap Rava sedikitpun. 

Shasha, Valerie, dan seluruh siswi yang sedang duduk bersama Aya terkejut akan jawaban yang dilontarkan temannya itu. 

Nyalinya gede banget si Aya!

"Lo sejak kapan masuk sekolah?"

"Hari ini."

"Lo gak bilang apa-apa?"

"And why should I, kalau gue boleh tanya?"

Aya yang Rava kenal untuk pertama kalinya memang suka melontarkan ucapan-ucapan yang menyelekit dengan sikap acuh tak acuhnya. Namun kali ini berbeda. Sangat berbeda. Terlebih lagi setelah kejadian malam itu. Siapakah perempuan yang berada di hadapannya ini? Apa yang terjadi dengannya?

Tanpa aba-aba, Rava mengenggam pergelangan tangan Aya dan menyeret paksa perempuan itu keluar dari kantin.

"Apasih, Rav! Lepasin!" Seru Aya yang berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Rava walaupun tak akan berhasil. Secara tenaga dan ukuran, dirinya sudah kalah jauh dari lelaki itu. 

Rava tak menghiraukan Aya yang tengah memberontak hingga mereka sampai di auditorium sekolah yang tak berisikan siapapun siang itu. 

"What happened?" Tanya Rava, menatap Aya dengan begitu serius. Aya sendiri tak pernah melihat Rava dengan tatapan yang sedemikian rupa sebelumnya. Tatapan yang memancarkan rasa kesal, sedih, marah, entahlah. 

"Hah? Emangnya ada apa?"

Rava menghelakan nafasnya. "Andrea, terakhir gue ketemu lo, we're in a very nice circumstance. Apa yang terjadi setelah itu? Setelah gue mengantar lo pulang? What happened? Tell me. Apa gue ada salah ke lo sampai lo gak ngebales satupun panggilan ataupun pesan gue?"

Aya terdiam sesaat. Dengan tatapan kosong. Tatapan yang sama sekali tak bisa Rava artikan. 

"I just need a break, that's all. Gue minta maaf. Gak ada yang salah sama lo, Rav."

"Lo yakin?" Tanya Rava yang masih ragu. Beberapa menit yang lalu Aya menatapnya dengan tatapan muak, dan kini ia mengatakan bahwa tidak ada yang salah dari dirinya? Aneh.

Aya mengangguk meyakinkan Rava. "By the way, lo ke sekolah hari ini naik motor atau mobil?"

"Motor. Kenapa?"

"Ke Puncak yuk! Pulang sekolah langsung aja, what do you think?"

Tadi ia sudah dikejutkan akan fakta bahwa Aya mengendarai motor Harley Davidson ke sekolah, dan kini perempuan itu mengajaknya riding ke Puncak?

"Andrea, jangan becanda."

"Please!"

Rava tak mengerti apa yang terjadi dengan Aya. Semua ini begitu janggal. Walau begitu, ia akan menuruti permintaan perempuan di hadapannya itu untuk mengetahui lebih dalam apa motif Aya dari semua yang dilakukannya ini. 

It's Okay to FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang