Due

24 11 9
                                    

Walaupun satu tujuan, Bila tetap tidak memperbolehkan Yuna untuk ikut berangkat bersamanya dan Randy. Alhasil dia sekarang masih menunggu kedatangan Lucas.

Mobil sport bewarna hitam berhenti di depannya. Karena sudah mengetahui si pemilik mobil, Yuna langsung masuk.

"Tumben bawa mobil" Ucap Yuna sembari memasang seat belt.

Lucas melirik kaca spion, hendak menyelak jalan, "Rok lo pendek" Jawabnya.

"Biasanya juga lo cuma ngasih jaket buat nutupin"

"Cuma? Cuma, kata Lo?!" tanya Lucas tak habis pikir.

Yuna mengangguk.

"Lo itu orang pertama yang bisa make jaket gue tau. Dan lo bilang cuma?" Lucas sedikit menekan kata 'Cuma'.

"Heeeemm, iya deh iya, gak cuma"

"Rese lo" kesal Lucas.

Setelah setengah jam perjalanan, akhirnya mobil Lucas memasuki area parkiran.

Yuna melirik jam yang melingkar di tangan. Heran, kenapa jam segini parkiran masih terlihat ramai.

"Kok masih rame" gumam Yuna.

"Lo ke kelas sendiri berani, kan?" tanya Lucas.

"menurut lo?" Yuna menatap sinis Lucas.

"Hahahaha, takutnya nanti lupa jalan" Lucas tertawa sebentar.

Yuna berjalan melewati segerombolan siswa dan siswi yang sedang berkumpul. Tak jarang para siswi membicarakan dirinya yang terlalu dekat dengan Lucas.

Tepat saat bokongnya mendarat di kursi, bel masuk berbunyi nyaring. Mata pelajaran Bu Nayla pun di mulai dengan tenang.

Selama pelajaran Yuna menahan diri untuk tidak menguap dan bergerak lebih. Pasalnya, Nayla adalah guru killer yang dikenal selalu mencari kesalahan muridnya.

Dan setelah Nayla keluar, Yuna bisa merenggangkan otot-otot di tubuhnya dengan santai.

"Yun, ayo ke kantin!" ajak Lia.

Sementara di kantin, Shila sudah bosan menunggu kedua sahabatnya yang tak kunjung datang. Di meja tempatnya duduk sudah tersedia tiga mangkok bakso dan tiga gelas es teh manis.

"Shila" Seseorang menepuk bahunya sambil tersenyum.

"Lama banget lo berdua" omel Shila pada kedua orang yang baru sampai.

"Widihh pengertian banget sih temenku ini" Yuna menyenggol bahu Shila yang berada di sampingnya.

"Iya lah, gue gitu" ucap Shila bangga.

"Yun, Lucas gak masuk?" tanya Shila di sela makannya.

"Mwasoek"

"Tapi tadi gak ada tuh"

"Cabut kali" tebak Yuna tidak perduli.

"Maybe"

"Loh itu kan--" Lia menggantung kalimatnya.

Shila dan Yuna yang kepo langsung mengikuti arah mata Lia. Di sana para primadona sedang berkumpul bersama, termasuk Bila.

"Loh Bila comeback, Yun?"

Yuna hanya menaikkan kedua bahu untuk menjawab pertanyaan Shila.

"Makin belagu aja nanti" ucap Shila.

***
Sepulang sekolah perempuan itu kembali melaksanakan tugas keduanya di cafe. Berita bagusnya sekarang Yuna bisa sedikit santai, karena akan ada orang yang membantunya di cafe.

Suara lonceng yang berada di atas pintu berbunyi. Yuna yang tadinya berada di belakang, langsung berlari ke depan.

"Loh.. Geo?" ucapnya membuat si pemilik nama menoleh.

Karena tidak ada respon dari lelaki itu, Yuna pun kembali berucap, "Cafenya belum buka, Ge."

Geo menghampiri, "Apa yang bisa gue bantu?"

"Hah? bantu?" tanya Yuna belum sadar.

"Gue orang kiriman yang disuruh kerja part time disini" jelas Geo.

"Aaahh.... elo?" Yuna menatap Geo tidak yakin.

Seorang siswa yang menjabat sebagai ketua OSIS di SMA Gandra bekerja part time di cafe?! Bukankah ini fakta yang luar biasa juga untuk anak orang kaya seperti Geo.

Abaikan pemikiran julid Yuna....

Setelah mengganti bajunya dengan seragam pelayan, Yuna sedikit menjelaskan pekerjaan untuk Geo yang berjaga di meja kasir.

Pengunjung cafe tidak ada henti-hentinya berdatangan, membuat keduanya kewalahan. Walaupun Geo sudah mengerti tentang pekerjaannya, tetapi Yuna masih sedikit was-was.

Tidak hanya membuat pesanan di belakang, Yuna bekerja double mengantarkan pesanan ke meja-meja pelanggan.

"Mbak, saya minta menu dong!"
"Mbak, tolong bantu!"
"Kak, boleh tolong di lap tumpahan kopinya?"
"Kak, toilet dimana ya?"
"Mbak!"
"Kak!"

Teriakan-teriakan dari para pelanggan membuatnya pusing. Namun, dengan kesabaran yang tinggi dia mampu melayani satu per satu pelanggan.

Sampai di pukul 11 malam mereka berdua baru dapat bernapas lega. Keduanya duduk bersebelahan di sofa tunggu khusus pesanan take a way, menyandarkan punggungnya nyaman.

"Lo mau makan apa Ge?" tanya Yuna.

"Gak usah" jawab Geo singkat.

"Yakin? Lo gak mau ramen?"

"Enggak"

"Oke deh" Yuna beranjak dari posisinya, kemudian berjalan ke arah dapur.

Tak lama dia kembali dengan membawa panci kecil yang masih tertutup, kedua piring kecil, dan pastinya sumpit.

"Nahh" Gumam Yuna saat membuka tutup panci.

"Yakin gak mau, Ge?" tanya Yuna lagi.

"enggak" jawabnya dengan mata yang masih tertutup.

"Oke, gue abisin kalau gitu" Yuna mulai menyuap ramen tersebut.

Sedangkan Geo yang terus merasa terusik dengan wangi ramen mulai membuka mata. Lelaki itu mengubah posisi jadi duduk tegak, Matanya mengamati ramen yang berada di panci.

"gak usah gengsi. Makan aja kalau laper" sindir Yuna, kemudian menyuap ramen lagi.

Sebenarnya Yuna sudah membuatkan 2 porsi ramen. Walaupun Geo terus menolak, Tapi dirinya tau kalau lelaki itu pasti akan memakannya juga.

"Ge?" panggil Yuna.

"Hmmm" Geo terlihat sangat menikmati ramen tersebut.

"Gue boleh minta tolong ga?"

"Apa?"

"J-Jadiin ini rahasia ya?" ucap Yuna ragu.

"Maksudnya?"

"Rahasiain tentang pekerjaan gue, dan fakta kalau gue kerja"

Geo meletakkan piring dan sumpitnya, "Kenapa emangnya?"

"Y-Ya gapapa sih, cuma tolong rahasiain aja"

"Ya alasannya?"

"Ada deh, lo gak perlu tau" Yuna memalingkan wajah untuk menghindari pandangan lelaki itu.

"Kalau gitu gue juga gak perlu ngerahasia in dong" Geo kembali meneruskan makannya.

"Yah jangan gitu dong, Ge"

Geo menaikkan kedua bahunya seolah-olah tidak perduli.

"Gue bakal kasih tau alesannya deh, tapi gak sekarang" ucap Yuna memohon.

Geo berpikir sebentar, "Gue gak janji"

~
Boleh dikasih masukan buat penulisannya jika ada yang kurang di mengerti.

Jangan lupa Voment. Thanks 😊

ALURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang