Prolog

33.9K 2.8K 56
                                    

"KALAU DITANYA gimana definisi tahi kucing berjalan ..., ya, modelan Edmurd ini," sembur Naina, matanya melirik tajam ke arah televisi yang sedang menampilkan salah satu serial dari Netflix. Dia memutuskan untuk menghabiskan sisa malam mminggunya di unit apartemen Ragas. "Udah jelas ada yang mencintai dia secara tulus. Apa-apa selalu bersama. Bersedia jadi telinga buat keluh kesahnya. Kenapa malah milih buat perjuangkan perempuan lain yang jelas-jelas dibutakan sama duit, sih?"

"Nai, Brianna itu cinta pertama dia. Ya, wajar aja kalau emang proses Edmund buat melupakannya agak susah," balas Ragas.

"Balik lagi apa kata aku, Edmund itu definisi tahi kucing berjalan."

"Edmund juga punya alasan kali."

"Apa pun alasannya, dia tetap aja punya otak yang super minimalis, Gas. Be-to-the-go. Bego." Ujung-ujung alis Naina nyaris saling bertemu saat perempuan itu mengernyit.

Ini bagian tubuh yang paling Naina sukai karena paling bisa diajak berkompromi; alis. Dia dikaruniai alis yang lebat dan rapi sedari kecil. Berbeda dengan badannya yang kesulitan menggemuk. Bukan apa-apa, Naina juga menginginkan punya badan yang di beberapa bagiannya lebih berisi. Contohnya dada. Dia ingin mempunyai dada yang seperti perempuan 27 tahun lainnya, bukan malah seperti perempuan-perempuan yang baru gede.

Tetapi, Naina tetap mencintai dirinya, kok. Saking cintanya, Naina sempat kepikiran untuk menikahi dirinya sendiri.

Namun, diurungkan karena dia memimpikan untuk bisa menikah dengan laki-laki yang dicintainya, melakukan malam pertama yang super wow, lalu hamil, dilanjutkan dengan tradisi kerepotan memenuhi keinginan sang bayi—ngidam, dan diakhiri dengan melahirkan. Walaupun cerita bundanya soal melahirkan bikin dia keringat dingin.

Tetapi, tidak mungkin juga, kan, Naina cuma mau enak-enaknya, tapi menolak di bagian anaknya?

"Nai, aku pribadi kalau jadi Edmund, ya, pasti bakal berpikir berulang kali buat melupakan Brianna terus belajar menerima Ainsley."

"Karena?"

"Bukannya kamu udah tutup telinga buat segala alasannya?" Ragas malah bertanya balik.

Naina menggeleng. "Aku mau denger kalau itu dari kamu. Siapa tahu lebih waras."

Ragas menyerongkan badannya dan Naina pun ikut-ikutan. Alhasil, mata mereka saling bertatapan, tanpa sadar mulai melupakan tontonan Netflix di depan sana yang masih berlangsung. "Karena dia hantu."

"Sori?"

"Bukannya bener?" Kepala Ragas menengok ke depan lagi sembari menunjuk layar kaca di depannya. "Setulus-tulusnya si Ainsley, dia tetep hantu, lho. Dengan kata lain, takdir mereka udah beda. Ainsley mencintai Edmund, tapi apa yang bakal Edmund dapatin? Ujung-ujungnya berakhir dapat cibiran orang aneh kayak temennya yang melihat Edmund bicara sendiri. Nai, dunia itu udah kejam. Kalau orang berani menentang takdir sampe menyangkut hal-hal dari dunia lain, ujungnya yang merugi ... ya ... kita sendiri."

Lalu, Ragas tersenyum bangga. Seakan pendapatnya sudah seratus persen masuk di kriteria Naina. Padahal, tidak sama sekali. Naina hanya bisa melongo, mengambil sebotol minuman dingin bervarian anggur dari meja di depannya dan berkata, "Gas, kita ciuman aja gimana?"

"Hmmm?"

"Daripada ujungnya aku marah-marahin kamu cuma karena beda pendapat, kan?"

"Ini nih yang jadi karakteristik kamu, Nai." Ragas terkekeh. "Mayoritasnya laki-laki, lho, yang sering ngomong begitu duluan."

"Jaman sekarang kalau mau melakukan sesuatu terus harus mandang gender dulu itu kesannya kuno banget kali, Gas," balas Naina. "Kalau lakinya selelet siput, masa iya perempuannya harus ikut jadi siput juga? Jadi jaguar lebih keren, loh."

Ragas manggut-manggut, bibirnya menyunggingkan senyuman simpul. "Jadi ... sekarang kita ciuman aja, nih?"

"Gimana kalau kita pacaran aja?"

"Hah?"

"Heh?"

"Nai...."

"Aku nggak malu, loh, semisal sekarang harus nembak kamu." Ada dua kebiasaan yang sering dilakukan Ragas ketika Naina melemparkan pertanyaan seperti itu. Pertama, bertindak seperti manekin—diam. Kedua, mengalihkan topik pembicaraan. Dan sekarang, laki-laki itu memilih kebiasaan yang pertama. "Kenapa cuma lihatin aku doang? Kamu nggak percaya? Perlu bukti, nih? Oke."

Naina lantas bangkit dari duduknya, menekuk kaki kanannya untuk bersimpuh di depan Ragas sambil memegang kedua tangan lelaki itu yang kaku. "Gas, kamu mau jadi pacar aku? Sori nih aku nggak pake bunga-bunga begitu."

Dating a CelebrityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang