Pagi ini, Mashiho dan Chenle sedang duduk di sofa lantai dua, bermain Playstation baru yang dihadiahkan anak kosan Hyunjin Changbin kepada Yoshinori.
Yoshinorinya mana?
Entah kerasukan roh rajin dari mana, tetapi subuh-subuh sekali, pria satu itu menyeret Asahi, Haruto, dan Nako untuk lari santai.
Katanya, biar segar. Padahal, hal yang paling menyegarkan di muka bumi adalah berbaring terbungkus selimut di dalam kamar ber-AC selagi menonton televisi dan menikmati camilan pada pagi hari.
Baru lima menit, keempatnya malah jajan telor cutik di pinggir jalan.
Setelah memesan, mereka duduk beristirahat di trotoar sambil menikmati jajanan penuh nostalgia itu.
"Gak beli itu juga?" tanya Haruto, menunjuk ke arah gerobak pentol bakar.
"Oh, kamu mau traktir? Boleh, kok, boleh," respon Nako.
Haruto memutar mata, lalu bangkit dan berjalan menuju mamang penjual pentol bakar.
Sementara itu, di rumah~
"Anjayyyy, kok udah jago aja?" Chenle mendorong bahu Mashiho yang duduk di sebelahnya sampai terjungkal, lalu bertepuk tangan. "Padahal waktu itu noob banget."
"Santai aja, kali." Mashiho memasang wajah sewot sembari membenarkan posisinya.
"Gak ada kelas lo berdua?" tanya Jaemin, membawa segelas Americano yang baru dipesannya beberapa saat lalu. Pemuda itu lalu duduk di sofa, menonton permainan balap mobil antara si anak Jepang dan si anak China.
"Iya, ga ada," jawab Mashiho.
"Kalo gue, kan, kelas malem," sahut Chenle.
"Udah, ah, males." Mashiho meletakkan joystick miliknya di permukaan lantai, lalu ikut duduk di sebelah Jaemin.
"Lo, mah, perihal kalah dua puluh lima kali doang." Chenle menatap sinis, layaknya ibu-ibu yang sedang asyik bergosip ria bersama tukang sayur jalanan komplek.
"Serah, capek." Mashiho menghembuskan nafas. "Jaem, minta kopinya, dong. Haus."
"Nih."
Jaemin menyodorkan minumannya ke Mashiho, yang tentu saja disambut dengan suka hati.
Chenle yang daritadi menyimak, diam-diam mengeluarkan ponsel untuk mengambil rekaman video.
Exited
Mashiho mulai menempelkan bibir ke sedotan, menyedot, dan---
PFFFFTTTT
"CIO!"
Jaemin berdiri, memegangi bajunya yang sudah setengah basah.
"OALAH, JANC---" Kemudian dia meletakkan telapak tangan di dada, menahan diri.
"KOK PAIT!?" Mashiho menyeka dagu.
"AMERICANO KAPAN, SIH, MANISNYA!?"
"PERASAAN TADI GA BILANG INI AMERICANO!?"
"LO KAN TAU KALAU GUE CUMA MINUM AMERICANO."
DUBRAK
"BERISIK!"
Semua aktivitas terhenti ketika pintu kamar Yeji dibuka dengan kasar, menampilkan seorang gadis dengan rambut dicepol acak-acakan dalam balutan piyama yang sedang menatap murka.
Semua sumpah serapah yang tiba-tiba memenuhi satu rumah membuat Jaemin menelan ludah.
Rupanya, Yeji sedang dalam masa-masa sensitif pada tiap hal. Mashiho paham betul bagaimana gadis itu bertingkah tiap kali datang bulan setelah tinggal bersamanya beberapa tahun belakangan ini.
Tangan Chenle sempat membeku sebentar karena terkejut, tetapi entah kenapa kemudian secara perlahan malah ditujukan ke arah Yeji.
Cari mati.
Setelah kejadian kena semprot itu, Jaemin pun pergi ke kamar mandi. Dia mengambil sebuah baskom dan mengisinya menggunakan air dari shower. Begitu agak penuh, dia melepaskan baju tadi dan melemparkannya ke dalam baskom.
Karena tidak ada deterjen---anak Chiba selalu menggunakan jasa laundry---Jaemin menuangkan sabun badan dan mulai menginjak-nginjak bajunya dengan wajah miris.
Huh, padahal baju itu adalah baju baru yang harganya ... lumayan lah.
Sial.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whimsical Siblings : The Next Level
FanfictionKelanjutan kisah Chiba bersaudara