🔅 Oh Ternyata Gitu 🔅

381 86 6
                                    

Mashiho gigit jari, entah kenapa tubuhnya tidak bisa bergerak mendekat ke Daiso dan hanya mengawasi pergerakan Nako dari toko tadi. Topi itu dia rapatkan, makin gugup, untuk alasan yang dia sendiri tidak ketahui dengan pasti.

Satu-satunya hal dia ketahui secara pasti, adalah jika Remi tidak pernah bercerita kalau dia bekerja sembilan di Daiso.

Di sisi lain, dengan tenang Nako melihat-lihat barang yang terjejer di rak Daiso, kemudian menurunkan hoodienya ke belakang. Tangannya terulur meraih sebuah headset berwarna hitam dan membawanya menuju kasir.

Tidak langsung melakukan pembayaran, Nako berdiri sebentar menunggu pelanggan-pelanggan lain. Dia menunggu sampai sedikit lebih sepi, agar bisa berbicara lebih lama tanpa harus merasa tidak enak karena membuat orang yang mengantri di belakangnya menunggu.

Sekitar lima belas menit, kaki Nako mulai pegal. Dia menggerakkannya ke depan belakang supaya rasa pegal itu bisa sedikit berkurang.

Tetapi, bukan anak Chiba namanya kalau tidak menimbulkan drama.

Kakinya mengenai seseorang yang sedang berlalu di belakang, membuat Nako segera membalikkan badan dan membungkuk dua kali---meminta maaf.

"Aduh, maaf, ya!"

"Gapapa, gapapa."

Nako mengangkat wajah, masih sedikit merasa bersalah. Namun, raut wajah gadis itu segera berubah saat melihat orang yang kini berdiri di depannya.

"Kak Sanha?"

"Eh, Nako?"

"Kakak kuliah di Bekasi juga?"

"Orang tua memang udah lama pindah ke sini, sih. Di Bogor kemaren numpang sama nenek."

"Ooh, gituuu hehe."

Maka di sanalah mereka berdua, berdiri canggung. Nako menghadap ke atas, sementara Sanha menundukkan kepala.

"Sendirian aja?" tanya Sanha, basa-basi.

"Sama---" Nako tersentak, menelan ludah karena hampir mengatakan yang sebenarnya, "---sama diri sendiri,  hehe."

Sanha tertawa menanggapi jawaban Nako.

"Kalau Kakak? Sendiri juga?" Nako balik bertanya.

Di saat bersamaan, seorang perempuan cantik berbadan tinggi datang mendekati keduanya sambil membawa satu boneka kucing.

Astaga, boneka!

"Oalaaah, ternyata sama gandengan, ya, Kak," goda Nako, tersenyum ceria.

Belum sempat Sanha menyanggah, Nako lebih duluan pamit.

"Kalau gitu, aku ke sana dulu, mau nyari sesuatu," kata gadis kecil itu, kemudian berjalan menuju rak boneka.

Sanha menggaruk tengkuk, lalu menoleh ke perempuan yang berdiri di sebelahnya.

"Kakak kenapa harus muncul sekarang, sih? Kacau, deh."

???

Perempuan itu---kakak kandung Sanha---anya mengangkat alis kebingungan.

Usai mengambil sebuah boneka rusa yang sama seperti milik Mashiho dan melihat-lihat barang lain, Nako segera kembali ke dekat kasir dan menunggu. Sekitar lima menit kemudian, barulah dia memutuskan untuk berbaris mengantre.

"Kamu Nako, kan?"

Nako langsung berakting terkejut ketika Remi menyebutkan namanya. "Loh, Remi? Hai!"

"Hai," balas Remi sambil tertawa. "Sendirian?"

Nako tersenyum dan mengangguk. Tapi, kenapa semua orang bertanya apakah ia sedang sendirian? Memangnya kenapa? Apa dia kelihatan seperti jomblo ngenes yang tidak punya pasangan untuk menemaninya berkeliaran di mall?

"Kamu kerja di sini, Mi?" Gantian Nako yang bertanya, mulai mencoba memancing.

"Iya, haha."

"Waaah, dari kapan?"

"Udah ada dua mingguan," jawab Remi sambil menerima uang yang diberikan oleh Nako.

"Ooh, gituuu ... asik, gak? Aku juga pengen, deh, sekali-kali kerja sambilan."

"Yaa gitu, deh. Tapi buat aku, mau asik gak asik harus tetap dijalanin. Soalnya, buat jadi biaya hidup."

Senyum lebar Nako seketika memudar, tetapi dengan sigap ia atasi agar tidak membuat suasana menjadi canggung. Rumor itu ternyata memang cuma rumor semata.

"Semangat, ya! Semoga kerjanya lancar teruuss."

Remi membalas senyum Nako sembari menyerahkan uang kembalian dan belanjaan Nako tadi. "Iyaaa, makasih banyak, yaaaa."

Setelah dadah-dadah, Nako segera berjalan cepat ke toko di mana Mashiho sedang menunggu.

"Cio, kayaknya kabar itu gak bener."

"Menangnya kalian ngobrolin apa aja?" tanya Mashiho.

Nako pun menceritakan semua percakapan antara dia dan Remi selama di kasir.

"Oh iya, ini boneka buat kamu." Nako menyerahkan boneka yang dipegangnya ke Mashiho.

Sebum Mashiho bertanya lebih lanjut, Nako segera menarik tangan kembarannya itu supaya pergi dari sana. "Bahasnya sambil datengin Asahi aja, kasian udah lama kita tinggal."























Seorang kasir lain yang berdiri di sebelah Remi memerhatikan kepergian Nako yang kian menjauh hingga hilang dari penglihatan. Setelah memastikan tidak ada orang di dekat mereka, ia mendekatkan tubuhnya pada Remi dan berbisik, "Itu tadi temannya Nona?"

Remi terdiam sebentar, kemudian mengiyakan. "Iya, adek kembarnya pacarku juga."

"Apa kira-kira dia udah denger kabar itu, ya?"

"Entahlah, tapi mudahan aja enggak, sih." Remi menengok ke samping, lalu menghela nafas. "Aku udah nyaman hidup begini, gak perlu tiba-tiba dideketin banyak orang cuma karena status orang kaya."

"Tapi yang tadi keliatannya baik."

"Kalau dia memang baik. Kami udah saling kenal dari SMA. Lagian, dia udah kaya banget, ga perlu deketin aku buat duit." Remi meghembuskan nafas panjang. "Aku cuma gak mau orang lain yang awalnya gak terlalu deket sama aku, tiba-tiba sok akrab buat modus aja."

"Haduh, ribet juga ya, jadi orang kaya, Nona."

Remi hanya mengangguk sambil tertawa kecil.


















Remi hanya mengangguk sambil tertawa kecil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Cio dan Remi~

Whimsical Siblings : The Next LevelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang