PERKUMPULAN GELAP (II)

3 4 1
                                    

 

Gave membersihkan wajahnya yang banyak cipratan darah seusai melakukan pekerjaannya menghabisi dua orang wanita tadi. Ya, dia Gave. Seorang laki-laki muda pemimpin sebuah komunitas. Entah sebutan apa yang tepat baginya. Gave adalah penerus ke-5 dari komunitas tersebut, komunitas yang sepertinya tidak bisa lagi disebut perkumpulan para manusia. Bagaimana tidak? Anggota-anggotanya pun seakan telah hilang akal. Mereka memiliki visi yang sungguh terkesan keras kepala.

"Malam ini, aku pasti kekenyangan," ucap Gave, ketika dirinya mengingat apa yang didapatnya hari ini. Kemudian, ia memanggil Sedi. "Bereskan mereka ke tempat biasa! Atau jika kau membutuhkannya untuk makan siang, ambil saja. Seingatku, masih ada sebelah paru yang kutinggalkan." Dengan dongkol, Sedi melakukan perintah bos-nya itu. Ia kembali ke tempat pembuangan kemarin.

***

"Sampai kapan akan seperti ini, Sedi?"

Makan siang telah tiba, Sedi kembali seusai menyelesaikan tugasnya. Dia tanpa protes memakan paru-paru yang tadi didapatnya. "Aku tidak tahu," jawabnya menanggapi Derr selaku rekan dekatnya.

Mari kita kembali ke identitas KOMUNITAS PEGASUS. Sebuah perkumpulan yang entah lahir dari mana dan dari siapa. Komunitas Iblis mungkin akan lebih cocok, tetapi faktanya bernama 'Komunitas Pegasus'. Berisi orang-orang aneh dan kejam yang mencari dan membantai para wanita perawan di suatu kawasan atau desa. Diambil dan dikonsumsi bagian dalam tubuh mereka.

Huh, seperti tidak ada makanan lain saja.

Hidup mereka berpindah-pindah karena tentu saja jika menetap akan membahayakan diri. Alasan memilih wanita perawan juga tidak meyakinkan—rasanya lebih lezat dan ada manfaat tersendiri yang hanya diketahui mereka.

*Author-nya juga kagak tau:"

Mereka manusia, tetapi memakan sesama.

Kurang lebih lima bulan di kepemimpinan Gave, mereka bertempat di Desa Sawang Madu. Sudah cukup banyak korban perawan yang berjatuhan. Kecuali Septina, perempuan ayu dengan perangainya yang lemah lembut. Dia berhasil memikat hati Gave dari awal komunitas itu datang. Septina yang ketika itu baru saja kembali dari rumah neneknya, berpapasan dengan Gave dan seorang anak buahnya yang terlihat tengah kesulitan dengan luka yang mereka dapat. Tanpa takut, Septina menawarkan bantuannya. Dari situlah mulanya, entah pelet apa yang digunakan perawan ayu itu. Dengan mudahnya Gave terpikat dalam sekali pertemuan.

***

"Kau sudah makan?" tanya Gave kepada Septina yang duduk di sebelahnya. Memang hampir setiap sore hari Gave menyempatkan menemui Septina, wanita tersayangnya.

"Sudah." Sekilas Septina memandang wajah tampan Gave dengan senyumnya yang manis.

Ya, beginilah. Gave dan Septina semakin hari kian mabuk asmara. Terlihat jelas bahwa Septina juga memiliki perasaan yang sama dengan Gave, tetapi mereka tidak pernah menetapkan hubungan. Katanya, biarlah semua berjalan semestinya. Tidak ada ikatan yang akan memaksa rasa masing-masing.

Tak perlu dipertanyakan, Septina tahu banyak soal kepanikan para tetangga yang mendapat berita pembunuhan ataupun penculikan para perawan di desanya. Namun, dia terlalu takut jika membicarakan persoalan ini. Jujur, Septina juga takut kalau hal serupa akan menimpa dirinya.

Septina tidak pernah tahu tentang asal-usul Gave. Pria itu selalu berkelit jika mendapat pertanyaan semacam itu dari Septina. Pernah suatu hari, ketika mood Gave sedang tidak cukup baik. Septina bersikeras menanyakan perihal pekerjaan Gave, dan yang terjadi setelahnya adalah pertengkaran di antaranya selama tiga hari berturut-turut. Itulah mengapa Septina tidak berani lagi membicarakan hal yang sama. Andai saja Septina tahu ....

***

Gave dengan berani dan tanpa tega menghabisi semua perempuan di desa itu. Tidak ada halangan. Akan tetapi, tidak dengan Septina. Rasa cintanya telah mencegah itu semua, termasuk jujur soal identitas aslinya.

"Bos, ini pesananmu." Wanita yang memakai jaket kulit itu nyelonong masuk ke ruangan Gave, menyodorkan plastik hitam yang biasa digunakan orang untuk tempat sampah. Gave yang tengah meratapi hubungan antara dia dengan Septina pun sedikit terlonjak. "Sia*an! Seharusnya kau ketuk pintu dulu."

"Maaf, Bos," tutur wanita tersebut—Askana—dengan menundukkan kepalanya.

Dia Askana, salah satu bawahan Gave yang kemarin lusa mendapat peringatan perihal tugasnya yang tak kunjung selesai, dan hari ini ia begitu senang sekaligus sedikit khawatir karena telah datang ke ruangan bos-nya itu. Pasalnya, ia membawa pesanan dari Gave, tetapi siapa sangka jika ini merupakan trik dirinya untuk mengelabui Gave. Askana tentu tidak ingin bernasib sama dengan para perawan di Desa Sawang Madu, maka dengan terpaksa hal ini dia lakukan—membawa organ dalam nenek tua, padahal yang diinginkan Gave adalah 'milik' perempuan muda yang bernama Garani.

"Kenapa kau membawa ini? Apa kurang jelas perintahku seminggu yang lalu, huh?" Gave tidak tahan dengan Askana ini, yang disuruh membawa Garani utuh, malah memberinya organ dalam yang entah milik siapa, sudah terkoyak pula.

"I–ini milik gadis itu, Bos. Aku hanya ingin sedikit meringankan pekerjaanmu," jawab Askana masih setia menatap ujung sepatu boot-nya. Sejenak Gave berpikir, dirinya memang terlampau lelah selama ini. Mungkin hanya Askana yang perhatian atasnya.

"Ck, keluar!" perintahnya, dan langsung dituruti oleh Askana. Hari ini Gave sangat tidak bersemangat, entah apa sebab.

"Sia*an wanita itu! Kenapa tidak dibersihkan dulu."

***

Sore hari pun tiba, Gave segera menemui Septina. Ah, padahal kemarin mereka baru saja bertemu, tapi Gave sudah merindukannya.

"Sudah, aku akan membantu mencarinya untukmu," ucap Gave, masih berusaha menenangkan Septina. Beberapa menit lalu, Gave menemui gadis itu dalam keadaan yang sangat berantakan. Septina bilang jika dia tidak menemukan neneknya di mana pun. Sewaktu ingin mengantar makanan ke rumah nenek, Septina hanya melihat rumah itu dengan segala kekacauan di dalamnya—tanpa kehadiran perempuan tua itu.

"Kumohon temukan dia, Gave," lirih Septina, penuh harap.

***

Keluarga CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang