PERKUMPULAN GELAP (III)

1 3 0
                                    


📍WARNING📍
Chapter ini mengandung kekerasan dan kata-kata kasar yang mungkin membuat para pembaca tidak nyaman.

***

"Dor!"

Suara berat sekaligus sentakan di bahunya yang tiba-tiba, membuat Askana tersadar dari lamunannya. Dia mengarahkan pandangan ke belakang badan dan menemukan sosok Sedi yang dihiasi tawa tanpa suara keras—khas Sedi. "Ck, apaan kau ini!" desisnya, lalu sedikit memajukan bibirnya yang cukup kering. Mungkin karena terlalu lama duduk di antara dinginnya malam.

"Haha! Lagian kenapa kau melamun di sini? Pergi tidur dan lanjutkan lamunanmu besok saja!" perintah Sedi, masih dengan kekehan halusnya.

Sembari mendaratkan bokongnya di samping Askana, Sedi melirik wajah perempuan itu—terlihat bimbang dan ... takut?

"Sedi," panggil Askana, matanya liar menelusuri gelap hutan di depannya. "Kenapa?" jawab si pemilik nama.

"Apakah kau pernah melakukan kesalahan?" tanya Askana. Pertanyaan yang sepertinya semua tahu jawabannya. Di mana ada manusia tanpa kesalahan, bukan?

Sesuai dugaan, Sedi pun menjawab 'ya' atas pertanyaan Askana. Dirinya kemudian balik bertanya, "Ada masalah apa, Askana?" Beginilah Sedi, dia salah satu lelaki yang peka dengan semua yang terjadi pada Askana—perempuan 29 tahun yang menyita perhatiannya sejak dahulu. Pantas saja.

"Ah, aku istirahat duluan," pamit Askana, tak menjawab pertanyaan Sedi. Dia masih takut jika ada seseorang yang tahu apa yang telah dilakukannya kepada Gave—membohonginya. Sedi yang melihatnya hanya dapat menghela napas sebelum akhirnya ia juga memutuskan untuk menyerah menghadapi udara malam, dan mengurung diri di tempat tidur. Hari esok mungkin lebih banyak korban, batinnya.

***

"Segera bawa dia padaku!" Pagi ini Gave menyuruh sekitar tiga orang bawahannya untuk mencari keberadaan nenek dari Septina—Nek Yuti. Sesuai janjinya pada gadis pemilik takhta di hatinya.

Askana yang sedari awal mendengar percakapan di ruang bos-nya itu merasa khawatir akan nasibnya jika Gave mengetahui hal yang sebenarnya. Apa yang harus kulakukan sekarang? tanyanya dalam hati, mencoba mencari jalan agar semua tidak terbongkar.

***

"Tidak mungkin jika aku mencari orang lain untuk menyamar menjadi nenek itu, jelas rencana bodoh. Tapi aku juga tidak yakin untuk membujuk ketiga orang suruhan tadi berada di pihakku." Askana masih terus memikirkan rencana bagus untuk 'menyelamatkan nyawanya sementara' dan masih saja tidak menemukan jalan yang tepat.

Di tempat lain, Gave didampingi seorang bawahannya mengunjungi salah satu rumah yang kabarnya ditinggali juga oleh seorang nenek. Gave dengan santainya mendobrak pintu yang terbuat dari anyaman bambu itu dengan kakinya, mengagetkan seisi rumah. Kemudian, dia berjalan tergesa mendekati nenek yang terduduk di atas kursi kayu di sudut ruangan. "Bukan yang ini!" tegasnya seraya melepas cengkraman yang semula mendarat di dagu nenek tua tersebut. Nenek itu serta keluarganya pun merasa shock disertai bingung yang teramat.

Tadi itu siapa? Kenapa dia bahkan mendobrak pintu rumah? Dasar tidak sopan!

Mungkin begitulah suara anak pikiran mereka yang menyaksikan dua pria bertopeng tadi—Gave dan bawahannya—berperilaku demikian. Ya, Gave memang selalu menggunakan topeng hitam jika melakukan 'aktivitas dan pekerjaannya' itu. Bukan hanya Gave, tetapi seluruh anggota KOMUNITAS PEGASUS.

"Sia*lan, ke mana sebenarnya wanita tua itu?"

Semua anak suruhan Gave tak membuahkan hasil apa pun dari pencarian mereka. Itu semua membuat Gave jengkel. Ada sekitar delapan nenek-nenek yang mereka kunjungi, tidak ada satu pun kemiripan dengan foto seorang nenek yang diberikan Septina kemarin. Ah, haruskah Gave mengerahkan seluruh anak buahnya?

Keluarga CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang