5. Sentuhan Pertama

386 31 1
                                    

Mona mengikuti langkah Galih memasuki lobi hotel. Ia diam-diam melirik bagaimana lelaki itu menarik koper yang berisi pakaian keduanya. Rencana hanya menginap selama tiga malam, menjadikan mereka tidak terlalu membawa banyak pakaian.

Sebelumnya Mona telah menyetujui tawaran Rahayu untuk menginap di hotel. Takut membuat mertuanya itu kecewa yang berimbas kepada pandangannya terhadap orang tuanya sendiri. Keluarganya sendiri.

"Silakan ikut kami."

Setelah mengkonfirmasi pesanan kamar yang telah dibuat oleh Rahayu, maka Galih dan Mona mulai mengikuti pegawai hotel untuk mengarahkan mereka ke kamar mereka. Sebuah kamar kelas tertinggi di hotel itu dan berada pada lantai teratas.

"Karena memilih kamar ini, maka seluruh fasilitas yang berada di hotel ini bisa anda nikmati," ujar pegawai hotel menjelaskan dengan senyuman lebar.

Galih dan Mona mulai memasuki kamar mereka yang berukuran sangat luas dengan berbagai fasilitas yang bisa memanjakan mereka. Tirai dibuka oleh Galih dan dirinya bisa melihat Kota Tembagau dari tempatnya berdiri.

"Semoga hari kalian menyenangkan." Pegawai hotel pamit untuk keluar dari kamar hotel.

Sebenarnya Mona tidak bisa merasa tenang selama dalam perjalanan ke hotel. Sebelum meninggalkan rumah, ia telah berkemas di kamar sekaligus membersihkan kamarnya itu. Namun sesuatu tiba-tiba teringat olehnya, surat dari Angga.

Seingat Mona, ia menaruh surat tersebut di bawah ranjang secara terburu-buru pada hari pernikahannya. Namun setelah berkemas dan sadar akan hal itu, ia mencoba mencarinya kembali, namun tidak menemukannya.

Setelah menikah, Mona sangat yakin bahwa tidak ada orang yang pernah masuk ke kamarnya, bahkan sekadar untuk membersihkan. Tidak pula ibunya, karena dirinya lah yang selalu merapikan dan membersihkan kamar itu sendiri.

Mata Mona melirik Galih yang masih terlihat menikmati pemandangan Kota Tembagau. Ia tidak ingin berprasangka, tetapi mengapa sudut hati terdalamnya mengatakan bahwa mungkin ... mungkin saja lelaki itu yang telah menemukan surat dari Angga tersebut.

"Kau tidak lapar? Tadi kita terburu-buru ke sini, sehingga tidak sempat makan." Galih berujar sambil membalik tubuhnya. Menemukan Mona telah memandang lekat dirinya.

"Mona?"

Mona tersadar akan lamunannya. "Ya?"

"Apa yang sedang kau pikirkan?" Tanpa perlu menduganya, Galih tahu bahwa isi kepala Mona berada pada tempat lain.

"Oh? Tidak, tadi Mas Galih bilang apa?"

Galih menghela napas sejenak. "Aku mau keluar mencari makan. Kau mau ikut?"

Pertanyaan Galih langsung dijawab dengan sebuah anggukan kepala oleh Mona. Meski wanita itu masih merasa lelah setelah berkemas, lalu melanjutkan perjalanan hingga ke hotel ini, tapi rasa lapar dalam dirinya tak mampu dilawannya.

"Baiklah, ayo kita keluar."

Galih dan Mona tidak perlu repot-repot keluar dari gedung tersebut, karena hotel yang mereka tempati memiliki restoran yang telah terkenal di penjuru Kota Tembagau. Keduanya langsung mengambil posisi berada dekat jendela. Sekali lagi pemandangan adalah hal utama di hotel tersebut.

Galih mulai memesan berbagai jenis makanan untuk disantapnya, berbicara dengan pelayan restoran yang mendatangi meja mereka. "Bagaimana denganmu?"

"Kurasa itu sudah cukup bagi kita berdua. Aku tidak masalah," jawab Mona mendengar bagaimana Galih menyebut setiap menu lauk yang dipesan.

Galih mengangguk singkat. "Baiklah, kami pesan itu saja."

Pelayan restoran mulai meninggalkan meja keduanya. Keheningan kembali mengalun antara Mona dan Galih. Seolah suara musik tak mampu meredam pemikiran masing-masing dari mereka berdua.

Ikatan SuciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang