4. Bincang Malam

260 25 0
                                    

"Bukankah lebih baik Mona tetap di sini, sampai rumahnya selesai di renovasi. Lagipula kata Ayah, akan selesai dalam tiga hari ini."

Mona mencoba menolak dengan halus usulan ibunya untuk tinggal di hotel selama tiga hari bersama dengan suami barunya, Galih. Bukan tidak suka, tetapi jika berada di rumah orang tuanya, dirinya masih memiliki ruang untuk mencoba beradaptasi dengan statusnya sebagai istri Galih.

Kamar hotel dan hanya berdua dengan Galih? Hal itu seolah membuat Mona merasa seperti digiring kepada lelaki itu. Satu ruang yang mungkin mengubah segalanya dalam semalam. Mona belum siap, belum dalam beberapa hari ini.

"Mona, ini permintaan Ibu Mertuamu sendiri. Mereka telah menyiapkan hotel tersebut, masa kamu tolak. Lagipula ... anggap saja ini simulasi bulan madu kalian," balas Masita membuat Mona merasa sedikit tersipu mendengarnya.

Mona tidak mampu membantahkan lebih lanjut. Ia takut ibunya berpikir bahwa dirinya menolak pernikahannya dengan Galih. Menghancurkan nama baik keluarganya, terlalu suram untuk Mona pikirkan.

"Kami pulang." Suara Handoko muncul seiring dengan pintu depan terbuka. Menampilkan sang jenderal yang baru saja pulang bersama menantunya.

Baru sehari setelah pernikahannya, Galih langsung diajak oleh Handoko untuk mengunjungi para tokoh masyarakat Kota Tembagau. Hal itu karena Handoko perlu kembali pergi bertugas dan akan meninggalkan sejenak keluarganya.

"Kalian pasti lelah. Aku akan menyiapkan makan malam," ujar Masita beranjak.

Handoko ikut masuk ke dalam untuk membersihkan diri, setelah keluar sejak siang hari. Ia juga perlu menghubungi bawahannya untuk mengabarkan bahwa dirinya akan segera kembali setelah cuti untuk pernikahan Mona.

Hal itu membuat Mona dan Galih tinggal berdua di ruang tamu. Kecanggungan dalam senyap tak terelakkan begitu mata keduanua bertemu. Sepasang manusia yang baru kemarin mengikat janji sehidup semati.

"Kau seharian ini hanya di rumah?" tanya Galih memecah keheningan ruangan itu.

Mona mengangguk pelan. "Kau pasti mengunjungi banyak tempat."

"Kebanyakan rumah masyarakat dan kenalan Ayahmu," balas Galih belum merasa ada tempat istimewa yang dikunjunginya di Kota Tembagau.

"Oh begitu."

"Tentang ajakan Ibuku ke hotel ... kau pasti menolaknya bukan?" Galih mengungkit tentang masalah yang tadi dibicarakan oleh Mona dan Masita.

Mona meneguk salivanya. Bingung apakah harus berkata jujur atau menuruti permintaan tersebut.

"Tidak usah. Aku juga tidak mau. Aku akan bicara dengan Ibu," tambah Galih melirik sekilas wajah Mona, sebelum melangkah masuk terlebih dahulu.

Menyisakan Mona yang masih bimbang, sekaligus sedikit bingung. Ia mendengar bahwa Galih juga tidak ingin berada di hotel tersebut, apakah lelaki itu juga merasa tidak nyaman dengannya?

Mona mengetahui bahwa Galih mungkin akan mandi, setelah hampir seharian berada di luar. Sadar akan tanggung jawabnya sebagai istri, ia masih berusaha menyiapkan pakaian luar bagi Galih. Kecuali pakaian dalam yang masih membuatnya malu.

Baju kaus oblong dengan celana pendek. Mona menyiapkan hal itu untuk Galih, setelah melihat kemarin pakaian yang dipakai lelaki itu ketika akan tidur.

Baru saja Mona berbalik badan berniat akan keluar kamar untuk menuju dapur dan membantu ibunya, namun matanya membeliak begitu menemukan sosok Galih yang keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada.

Mona segera memalingkan wajahnya. Ia merasa pipinya telah menghangat, karena melihat bagaimana otot perut Galih yang seperti tercetak. Padahal tidak seharusnya dirinya merasa seperti itu. Mengingat status dirinya yang sebelumnya pernah menikah.

Ikatan SuciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang