Fourteen

125 13 4
                                    

Aku berjalan kemana kakiku ingin melangkah.

Aku tidak dapat mengerti apa arti dari semua ini. Aku harus hidup dalam kebohongan.

Seperti tidak ada arti aku hidup. Bahkan aku merasa hidupku ini hanya untuk kebohongan. Hidupku palsu. Tidak ada yang berguna dalam hidup ini.

Semuanya palsu.

"Ify !" Teriak seseorang dari arah punggungku.

Suara yang tidak asing bagiku. Dengan cepat aku memutar tubuhku dan melihat Bagas.

Dengan cepat tubuhku terasa diikat. Diikat sangat erat.

Nyaman.

Hanya rasa ini yang selalu ada saat tubuhnya mengikat tubuhku dengan sangat erat.

"Lepaskan aku." Perintahku pelan. Masih dengan nada rendah. Aku masih terpuruk.

"Maaf, aku tidak akan melepaskanmu lagi. Jadi tolong, jangan buat aku melepaskanmu." Dia memohon. Suaranya begitu indah di telingaku. Sangat indah.

"Jangan buat aku yang melepaskan pelukanmu."

"Maaf." Bisiknya.

"Jangan katakan itu."

Aku memejamkan kedua mataku. Tak tau harus apa.

Di satu sisi, aku tidak ingin melepaskan kerinduan ini.

Di satu sisi, aku tidak ingin dia terluka lagi.

Daniel memiliki 1000 mata yang dapat melihatku kapanpun itu.

Aku mencintainya.

Ya, ia yang mengikatku erat saat ini.

Dan karna aku mencintainya, aku hanya ingin ia tidak terluka.

Seandainya ia meninggalkanku karna hatinya terlalu sakit, itu tak apa.

Asal jangan meninggalkanku karna tubuhku terlalu sakit.

Aku hanya ingin ia bebas.

Bebas dari masalahku.

Saat ini, kebahagiannya lah menjadi kebahagiaanku.

I love him, so damn much.

"Dear" bisiknya lembut.

Hening.

Aku masih lebih memilih diam. Bukan karna aku tidak ingin berbicara, tapi aku tidak ingin mendengar kata-kata manisnya.

Sungguh, aku ingin meninggalkannya.

"Dear, apa kamu mau mendengarkanku ?" Tanyanya lembut.

"Tidak."

"Apa salahku ? Aku hanya ingin kau mendengarkanku."

"Aku lelah mendengarkanmu. Sudah berkali-kali aku mengingatkanmu, jangan datang padaku !" Aku sedikit menekankan kata di ujung kalimat.

"Aku janji, kalau kali ini kau mendengarkanku--" sebelum dia selesai berbicara, aku sudah memotongnya terlebih dahulu.

"Apa lagi janjimu ? Aku muak mendengarkan semua basa-basimu." Kali ini aku merendahkan nadaku yang terdengar seperti baru bangun tidur.

"Aku berjanji, ini kalimat-kalimat terakhirku." Suaranya terdengar memelas.

"Cepat katakan."

"Apa kau mengizinkanku untuk berbicara ?"

"Apa sejak tadi kau tidak merasa berbicara ?" Aku menaikkan sebelah alisku.

"Dan aku salah berbicara lagi."

"Ya, kau memang selalu salah."

"Memang."

"DAN CEPAT KATAKAN APA KALIMAT-KALIMAT TIDAK PENTINGMU YANG KATANYA KALIMAT-KALIMAT TERAKHIRMU UNTUKKU ?! KAU BERBICARA SEPERTI SEEKOR BAYI SIPUT YANG BERJALAN TERAMAT SANGAT LAMBAT ASAL KAU TAU !" Aku berteriak dan menegaskan setiap kata yang aku ucapkan.

"Ify !" Teriak seseorang dari arah punggungku. Seseorang memanggilku. Suara yang paling ku benci. Aku kenal itu dia. Sangat kenal.

****

a/n: HAPPY SUNDAY READERS !!!! GUA MINTA COMMENTS KALIAN DONG SEBAGAI SUPORT BUAT GUA LANJUTIN CERITA INI DI BUKU SELANJUTNYA.

SEKEDAR PEMBERITAHUAN AJA, INI CERITA UDAH TINGGAL 3 CHAPT LAGI (TERMASUK EPILOG).

MINTA JEJAKNYA YAA MUAH

-na.tha.sya-

S.i.x T.e.e.nTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang