Rasa, apa itu? Buah, kue, permen? Itulah kalimat yang selalu keluar dari bibir Lendra. Ia terbahak-bahak saat ada orang yang menasihati caranya mempermainkan banyak perempuan. Baginya punya pacar banyak itu sebuah kebanggaan, bisa diandalkan dan membuatnya terkenal.
Mungkin bagi sebagian perempuan, suka dengan sosok playboy itu sangat merugikan. Akan tetapi, setiap perempuan yang menjadi pacar Lendra merasa bangga karena berhasil menjadi salah satu pengisi hati lelaki tampan itu.
Pengisi hati? Ah, iya itu adalah julukan Lendra pada setiap perempuan yang akan dijadikan kekasihnya. Perempuan mana yang meleleh? Ya perempuan bodoh, kalau pintar mana mungkin rela jadi pacar bernomor begitu. Hanya perempuan yang gila harta dan fisik yang masuk ke perangkapnya. Jika dihitung, bulan ini pacar Lendra mencapai dua puluhan. Bayangkan jika setiap bulan ia menambah dua puluh, bukannya itu namanya ternak pacar?
"Len, cewek lo yang kelas X itu sumbangkan dong ke gue," ujar Pijar, teman Lendra yang paling pendek.
"Kelas X banyak cuy, yang mana dulu? Raina, Lely, Yuanita, Christiani, Bella?"
"Yang udah lo pake yang mana?"
"Lo mau bekas gue?" Lendra menatap sinis pada lelaki itu, kemudian terdengar tawa dari belakang mereka.
"Ck. Bahasa lo gak ada halusnya bet dah! Maksud gue tuh yang udah jadi mantan lo. Ya kali ntar gue pacaran sama pacar lo. Kan gak ciamik." Pijar memutar bola matanya dengan malas.
"Yang mana lo mau embat aja. Gue mah gampang, kalo lo suka ntar gue putusin."
"Wah, gue bebas milih, nih?" Pijar mengusap kedua tangannya dengan senyum merekah.
"Lo doyan bat dah sisa Lendra." Lelaki yang tadi hanya tertawa ikut menimpali. "Sisa Lendra itu asam semua." Suaranya memelan."
Pletak!
Sendok makan yang ada di atas meja melayang mengenai kepala Alan. "Lo kira gue ngapain itu cewek, ha? Gue cuma koleksi pacar, nggak merusak mereka bego!" Lendra mendengkus kasar.
Kedua temannya terbahak-bahak melihat ekspresi kekesalan Lendra.
"Santai, Bro. Lo emang bangsat alim dah," ujar Pijar dengan tepuk tangan.
"Mau gue pukul lo? Ngehina itu namanya!" Lendra bangkit, menggulung lengan seragamnya.
Alan yang melihat itu langsung menengahi. "Hei, ini ada di mana?"
"Kantin," jawab keduanya serentak.
"Kantin tempat ngapain?"
"Makan." Keduanya lagi-lagi menjawab serentak.
"Nah itu tau, kenapa pada goblok mau main tumbuk?" Alan menuntun Lendra agar kembali duduk.
Suasana berubah ramai saat siswa lain masuk ke kantin. Maklum sudah jam istirahat, tempat itu akan padat. Lalu Lendra dan temannya? Tentu saja mereka bolos sejak tadi pagi. Mereka itu seperti magnet, ke mana-mana menempel. Mereka sekelas, sehati dan sama-sama gila.
"Lendra!"
Seruan beberapa perempuan yang baru tiba di kantin membuat kepala Lendra berdenyut, sedangkan Pijar dan Alan terkekeh geli. Mereka tahu, itu pasti pacar-pacar Lendra yang sudah lama tak diapel.
"Jangan biarkan mereka datang ke sini, pusing gue liatnya."
"Ssstt." Alan meletakkan telunjuknya di bibir, matanya memberi kode agar teman-temannya melihat arah masuk kantin. Seorang siswi dengan rambut pirang dan kulit putih bersih berjalan pelan dengan nampan berisi semangkuk bakso dan segelas jus jeruk. Tatapannya menyebar, seperti sedang mencari tempat duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Mata Ke Metta ✓
Fiksi Remaja~Ketika cinta apa adanya benar-benar nyata ~ Bhalendra Adelard, si playboy sombong yang kerap mempermainkan perasaan cewek-cewek di sekolahnya. Baginya memiliki banyak kekasih adalah kebanggaan dan layak dipamerkan. Namun, pertemuannya dengan Mettas...