Dengan hati yang teriris, Liora melangkahkan kaki gontai, sesekali ia menengok ke belakang, berharap mantan brengseknya itu mengejarnya dan menjelaskan sesuatu. Tapi harapannya harus musnah ketika ia tidak melihat batang hidung pria itu sama sekali.
Bodoh. Liora terlalu bodoh jika masih berharap pada si brengsek itu.
Tetesan-tetesan air mata kembali membasahi pipi juga dagunya. Hidungnya mulai tersumbat mengikuti sesak di dadanya, padahal sebentar lagi ia akan bertunangan dengan kekasihnya itu, tapi ternyata kenyataan tak sesuai harapannya.
Setidaknya Liora harus merasa bersyukur karena Tuhan telah menunjukkan kepadanya bahwa pria yang menjalin hubungan dengannya adalah pria yang buruk. Juga, ia harus berterima kasih kepada Rendy nanti, karena telah memberi tahunya suatu kenyataan yang pahit.
Baiklah, karena Liora bukan tipe wanita yang berlarut-larut dalam kesedihan. Ia seharusnya mulai menjadwal aktivitas apa yang akan ia lakukan besok untuk melupakan sosok yang selama ini ada di sampingnya.
Ya, ia pasti bisa.
Liora kembali melangkah, kali ini dengan tekad yang kuat, tanpa ia sadari seseorang sedang mengikuti jejaknya dari belakang.
Pria berjaket kulit hitam yang memasukkan kedua tangannya ke dalam saku karena udara yang cukup dingin terus mengikuti Liora dengan senyuman. Sesekali ia berhenti karena langkah Liora yang juga berhenti.
Gadis itu menangis, lalu menghapus air matanya cepat dan memasang wajah tegasnya, tak lama, ia kembali menangis. Kali ini dengan benar-benar menghentikan langkahnya dan berjongkok di pinggir jalan.
Sang gadis menangis sesenggukan sambil menenggelamkan wajahnya ke sela-sela lutut dan tangannya.
Liora tampak sangat manis saat menangis. Ia ternyata hanyalah seorang gadis biasa yang sama seperti gadis yang lainnya.
Melihat hal itu, Rendy tak tahan. Ia sangat tidak bisa melihat seorang gadis menangis, apalagi dengan posisi di pinggir jalan, sendirian seperti orang hilang.
Rendy mendekat, berdiri di samping Liora yang masih tertunduk, bahunya bergetar hebat.
Menyadari seseorang tengah berada di sebelahnya, Liora menengadahkan wajah, menatap orang tersebut.
Rendy?
Dengan gengsi yang sangat tinggi, Liora mengusap air matanya cepat, dan berdiri dengan wajah tegasnya.
"Ada apa?" tanyanya tertahan. Tenggorokan terasa terisi penuh, seperti sesuatu akan keluar mencuat dari sana.
"Apa kau baik-baik saja?"
Pertanyaan bodoh yang Rendy lontarkan. Tentu saja, gadis di hadapannya itu sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Ia baru saja patah hati.
Liora tidak menjawab, semakin ia tahan air matanya, semakin sesak juga dadanya. Ia ingin menangis, berteriak mengatakan bahwa ia sedang tidak baik. Tapi egonya mengalahkan segalanya. Ia bukan wanita lemah. Tidak, Liora.
Tapi pertahanan Liora luruh, ketika Rendy menariknya ke dalam pelukan pria itu.
Sungguh, naluri kejantanan Rendy benar-benar tidak bisa membiarkan seorang wanita menangis. Ia hanya ingin memeluk dan menenangkan Liora.
Liora kembali menangis sesenggukan, ia tidak tahu kenapa ia bisa terlihat begitu lemah, apalagi di depan Rendy, pria yang cukup menyebalkan baginya. Tapi saat ini, memang yang Liora butuhkan hanya pelukan dari seseorang, pelukan yang bisa menenangkannya dan menguatkannya.
Tanpa sadar, tangan Liora terulur, melingkar pada tubuh Rendy. Gadis itu membalas pelukan Rendy sambil terisak hebat.
Rendy tersenyum, ia membiarkan Liora menumpahkan kesedihannya, menangis di dadanya hingga beberapa menit berlalu.
![](https://img.wattpad.com/cover/216603698-288-k48964.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Driving Me Insane √ (COMPLETED)
RomanceWARNING 21++ This is story about Rendy and his girls.. Entah suatu kesialan atau keberuntungan, seorang Rendy Leonard Sandjaya, pria yang paling diinginkan di muka bumi ini, tidak sengaja meniduri Cherry, gadis cantik delapan belas tahun yang baru s...