Hyeonjin tahu sesuatu sedang tidak beres saat ia menemukan seseorang yang tidak sepantasnya berada disini, (namun sebenarnya sangat ia nantikan agar mereka bertemu kembali) dalam balutan seragam sekolah, dan celingak celinguk sendirian saja seperti itu. Hyeonjin sudah memperhatikan bocah tersebut sejak tadi, sebenarnya, namun masih ia pertimbangkan apakah dia harus datang dan menyapa duluan.
Bagaimana kalau dia dianggap creep? Mereka baru pernah bertemu sekali, dan itupun sudah beberapa hari yang lalu. Sial, Hyeonjin bahkan belum tahu siapa nama bocah itu. Tapi dia sangat menggemaskan, Hyeonjin tidak tahan jika harus diam saja seperti sekarang.
"Bolos sekolah?" Bibir lelaki tersebut akhirnya melecos untuk menegur.
Jeongin yang tidak menyangka akan bertemu kembali dengan "si kakak tampan bertattoo" melengok terkaget-kaget.
Mulut pemuda mungil itu menganga tanpa ada kata yang dapat keluar dari mulutnya.
"Setidaknya ganti seragam dulu sana." Sambung Hyeonjin. Gemas sendiri melihat semu kemerahan di pipi Jeongin. Ia terlihat jauh lebih cantik dari jarak sedekat ini. Wajahnya nyaris seperti sebuah boneka porselain mahal; dengan sepasang mata rubah berbinar dan... bibir ranum nan lembut yang mungkin akan terlihat makin bagus jika Hyeonjin bergerak lebih dekat lagi.
"Kakak... Kok, disini?"
Yang lebih tua mengerjap, memukul mentalnya sendiri karena telah berpikiran yang tidak-tidak tadi. Akibat salah tingkah, Hyeonjin hanya bisa terkekeh kecil, menebar suara maskulin parau khas perokok aktif. Sehingga bocah dihadapannya merengut bingung mengapa saat ini seolah sedang ribuan kupu-kupu berterbangan diperutnya.
Tanpa menjawab terlebih dahulu, Hyeonjin melepas jaket kulit yang ia kenakan sebelum menyampirkannya ke bahu Jeongin. Hyeonjin pikir dengan begitu ia dan Jeongin tidak terlalu terlihat seperti berandalan yang sedang membawa anak sekolahan untuk hengkang dari pelajaran.
"Aku butuh gitar." Pemuda itu akhirnya menjawab, "Kalau kau? Kenapa kau disini?"
Sekilas, akal sehat Jeongin sempat mampet akibat perlakuan ala-ala netflix show yang baru saja Heyonjin lakukan. Kakak Hyeonjin begitu harum, pikirnya. Aroma yang menguar di tubuh pria itu bukan wangi semerbak yang akan meninggalkan jejak kemanapun ia melangkah. Melaikan harum maskulin yang hangat berdasar rempah-rempah dan cendana, yang hanya bisa tercium dalam jarak dekat saja. Bocah bermarga Yang dibuat memerah padam dalam upayanya menyuarakan, "Senar..."
"Senar?"
Jeongin mengangguk kikuk.
"Kau datang untuk membeli senar?"
"Nama kakak siapa?" Sahutnya kemudian.
Hyeonjin tersentak hening mendengar pertanyaan spontan dan tidak nyambung yang Jeongin lontarkan. Dadanya berdesir tiba-tiba.
"Aku Hyeonjin."
"Kak Hyeonjin..." Ulang Jeongin dengan bisikan. Kebiasaan kecilnya jika sedang berusaha menghapal nama seseorang.
"Kau?"
"A-aku... Jeongin, kak."
"Kau sudah menemukan senarmu, ya?" Hyeonjin tidak tahan untuk mengajak Jeongin ngobrol lebih lama lagi. Kalau Yeji dan sang Ibu menyaksikan sendiri bahwa hari ini Hyeonjin mengobrol akrab dengan orang asing—alih-alih melempar lirikan mengerikan pada mereka— kedua wanita bar-bar itu pasti akan membuat petisi untuk meminta presiden menjadikan hari bersejarah ini sebagai hari libur nasional.
"Iya, kak. Aku hanya butuh ini." Jeongin mengocok box berisi senar di tangannya, "Kalau kakak bagaimana? Sudah tahu mana yang mau kakak ambil?"
Hyeonjin bergidik, "Gitarnya dipakai untuk mengajari adikku. Aku hanya punya gitar listrik dirumah, jadi aku tidak yakin."
KAMU SEDANG MEMBACA
As He Pleases
FanfictionJeongin tidak pernah sadar betapa besar pengaruhnya bagi hidup seseorang. Dihadapkan dengan romansa yang rumit, Jeongin dipaksa harus "bertanggung jawab" atas perasaan yang dibuat beberapa orang untuknya. A hyunjeongs fanfiction.