FOUR; She never knew that it was him

1.1K 242 136
                                    

Hwang Haejun mengerjap canggung dihadapan beberapa gadis—yang entah kesurupan apa— menghampiri dirinya untuk mengajak pemuda kikuk itu bicara. Tadinya Haejun hanya berniat membeli susu stroberi kesukaan Jeongin, sebelum ia dihadang dan di pojokkan secara agresif sampai ke ujung bagian kantin. Namun walau terlihat risih, tidak satupun diantara gadis-gadis muda tersebut yang sudi memahami bahwa Haejun sedang tidak nyaman dan ingin ditinggalkan sendiri.

"Bicara! Ayo, bicara! Apa kami membuatmu takut? Kami tidak jahat, kami hanya mau memastikan, kok! Bicaramu masih a-eh-a-eh seperti orang gagap, tidak?" Seorang gadis berambut merah terkikik seakan menertawakan insecurity terbesar dalam diri Haejun bersama kekawanan dalam geng-nya.

"Seperti? Sarang, dia memang gagap!" Salah seorang gadis lain menyahut, "Tapi, whatever. Dia lucu juga sebenarnya. Coba perhatikan baik-baik, deh... dia kembarannya Hyunjin, kan? Gen visual menawan Hwang yang luar biasa itu juga pasti mengalir dalam darahnya!"

SaRang selaku ketua kelompok gadis-gadis berisik itu menyentuh dagunya seolah berpikir, "Hmm... Kenapa aku baru menyadarinya, ya?" Ucap gadis tersebut seraya memperhatikan Haejun dari atas ke bawah, "Gaya rambut baru ini membuatnya cukup tampan... dengan sedikit pewarna rambut pirang, dan sepasang soft lens... aku yakin pasti bisa mendapatkan Hwang Hyunjin! Eh, maksudku duplikatnya!" Sarang menoleh kearah teman-temannya dengan ekspresi menggebu-gebu. Mencetuskan ide menyakitkan seolah Haejun tidak sedang berada disana diantara mereka semua.

Bukan hal baru bagi Haejun jika ia diperlakukan seperti ini. Ia hanya akan selalu menjadi duplikat Hwang Hyunjin dalam versi tidak menarik, pun tidak popular dan tidak handal dalam percintaan. Alih-alih memandang setara bagai kembar pada umumnya, Hwang Haejun terbiasa diperlakukan seperti sosok transparan jika dibandingkan saudara-saudaranya.

Orang-orang seperti Sarang inilah yang membuat Haejun lebih suka menarik dirinya mundur dari keramaian; beberapa langkah ke belakang, agar seluruh spotlight itu biar Hyunjin atau Yeji saja yang mendapatkan.

Tapi satu yang mereka tidak pahami... bahwa meskipun Haejun terlihat diam, namun bukan berarti hatinya tidak sakit saat di permainkan. Terkadang sangat sulit bagi Haejun untuk memungkirinya, ia juga ingin disukai karena dirinya sendiri... ia juga ingin punya teman, yang menyayanginya karena dia adalah dia... bukan karena mereka ingin dekat dengan saudaranya saja.

"Kalau dia gagap, dia hanya perlu diam dan tidak mengucapkan sepatah katapun saat sedang berkencan denganku!"

"Setuju!"

"B-bolehkah a-aku pergi s-sekarang?" Kalian membuatku sangat tidak nyaman. Haejun makin merunduk ketakutan.

Beruntungnya bagi Haejun, do'anya segera terjawab dengan instan. Karena tidak lama kemudian, Yeji tiba-tiba datang menyeret pemuda itu pergi ke tempat yang lebih tenang (setelah memaki Sarang dan kawan-kawan, tentu saja)

Bungsu Hwang mengomel di sepanjang koridor. Berjalan cepat membelah para siswa yang lalu lalang disekitar mereka. Setiap kali seseorang berusaha mendekat untuk menyapa, mata runcingnya akan mendelik tidak bersahabat. Haejun pikir sepertinya Yeji sedang datang bulan hari ini.

Anehnya meski sudah menjauh dari kantin, Yeji tetap tidak mau berhenti menyeret sebelah tangan sang kakak dengan tergesa-gesa. Haejun jadi bingung apakah Yeji kesal karena dia tidak melawan saat di bully, atau ada hal lain yang tidak ia ketahui.

"Yichi..." Haejun berusaha buka suara. Sengaja memanggil dengan sebutan kesayangan berharap kemarahan gadis itu sedikit mereda.

"Diam, kak! Aku sedang marah pada kalian semua!"

"M-maafkan aku... t-tapi apa yang terjadi? Apa... k-kau marah dengan gadis itu?"

"Ya, itu salah satunya!"

As He PleasesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang