Prolog

713 82 6
                                    

Kehidupan keluarga Kelvin dan Alika sangat bahagia. Bagaimana perjalanan mereka merawat dan membesarkan ketiga anaknya, Devan, Revan dan Darren.

Sekarang Kelvin bukan lagi seorang dosen. Sekarang dia menjadi seorang direktur di perusahaan keluarganya. Lalu Alvin kakaknya juga meneruskan bisnis keluarga. Anita meneruskan kakiernya diluar negeri bersama sang suami. Butik Almarhum Mamanya sekarang diambil alih oleh Dinda sang mertua.

Sekarang mereka semua punya kesibukannya masing-masing, berbeda dengan Alika yang sibuk mengurus si kembar. Kelvin tidak pernah mengijinkannya bekerja, dia malah selalu mengalihkan pembicaraan jika Alika bertanya apakah dirinya boleh bekerja?

Kadang-kadang Kelvin selalu melarangnya dengan alih-alih mengatakan. "Sayang, uang aku banyak. Jadi, kamu diam aja di rumah yang manis. Kamu tinggal nikmatin aja, lagian uang aku gak bakalan habis kok."

______

"Momy, Revan mau nikah," kata Revan yang membuat Alika terbatuk-batuk. Nikah? Maksudnya apa. Sekarang Mereka baru saja berusia 5 tahun.

"Nikah? Nikah gimana, Revan sayang?" tanya Alika kebingungan. Punya anak yang pintar itu emang anugerah, tapi jika anak-anaknya selalu bertanya diluar nalar apakah itu masih termasuk anugerah?

"Iya nikah kayak momy sama papa. Revan juga mau punya istri," jawabnya jujur yang membuat Alika terkekeh geli.

"Siapa yang ajarin kalian hah? Kalian masih kecil udah mau nikah aja. Emang sama siapa?"

Revan tersenyum dan langsung naik ke pangkuan Alika dan memeluk Alika erat. "Sama momy dong, hehe ... Momy maukan jadi istrinya Revan?" tanya Revan dengan mata berbinar-binar.

"Gak! Momy nikahnya sama Abang. Kamu harus ngalah," sela Devan yang tidak mau kalah dengan Revan.

"Gak! Adek yang dulu. Abang telat, pokoknya adek!" teriak Revan sembari memeluk Alika semakin erat. Devan yang tidak mau kalah juga memeluk Alika. Darren hanya bisa terdiam melihat bagaimana Abang-abangnya saling berebutan Alika.

"Momy itu milik kita, jadi gak usah berebutan. Kasian momy, tuh liat dia kesakitan," ujar Darren yang membuat Revan dan Devan melepaskan pelukan itu.

"Momy itu miliknya papa, jadi gak usah pada halu mau nikahin momy." Alika dan Anak-anaknya melirik ke arah dari mana suara berasal. Disana, ada Kelvin yang baru saja pulang dari kantor.

"Gak! Momy milik kami. Papa udah tua, jaman sekarang orang maunya sama berondong. Momy masih cantik, tapi papa udah tua. Jadi, momy itu sekarang istri kami," kata Devan yang membuat Kelvin tertohok. Apakah dirinya memang sudah setua itu?

"Dasar anak lucnut, masih ganteng gini dibilang udah tua. Papa masih sanggup kasih kalian adek lagi, mau?" Revan dan Devan mengangguk setuju.

"Papa bisa bikinin kami adek, berarti kami juga bisa. Yaudah sekarang kita ke dapur dan siapin bahannya buat bikin adek baru," tantang Revan yang membuat Alika kebingungan. Percakapan anak dan papa sudah mulai aneh.

"Ngapain ke dapur?"

"Iya mau bikin adonannya lah, katanya mau bikin adek." Alika tidak bisa menahan tawanya, bisa-bisanya Devan dan Revan berpikiran bahwa membuat anak itu harus ada bahan-bahannya, terlebih lagi adonan.

"Devan bodoh, yang namanya bikin anak itu di kamar," ketus Darren kata-kata pedasnya.

"Bodoh? Aku ini Abang, kok disebut bodoh sih," desis Devan yang merasa kesal dengan perkataan Darren.

"Iya emang Devan itu bodoh, buktinya aja gak tau kalau bikin anak itu di kamar bukan di dapur," timpal Darren menatap tajam Devan.

Alika hanya bisa memijat pelan dahinya. Anak-anaknya baru saja berusia 5 tahun, kenapa pikirannya sudah seperti orang dewasa saja, terutama Darren.

"Anak momy yang ganteng, tau dari mana bikin anak di kamar?" tanya Alika.

Darren tersenyum dan langsung menunjuk Kelvin. Sekarang Alika tahu, siapa tersangka utamanya, Kelvin.

"Papa, dia bilang kalau Darren mau punya adik Darren gak boleh ganggu Momy sama papa kalau lagi di kamar. Katanya lagi bikin adik baru," jelas Darren seadanya. Kelvin tersenyum saat melihat Alika menatapnya tajam.

"Darren bohong, Sayang. Aku gak bilang gitu kok," sangkal Kelvin sembari menatap tajam Darren. Mulut Darren itu selain pedas, tajam juga.

"Papa yang bohong, Mom. Menurut penelitian, anak seusia Darren mana tau yang begituan jika bukan di kasih tahu sama orang dewasa," timpal Darren yang membuat Kelvin mati kutu.

"Dasar mulut ember," guman Kelvin dan tentu saja Darren bisa mendengarnya. Darren menjulurkan lidahnya mengejek Kelvin.

"Jadi, bikin adeknya jadi gak sih. Kalau jadi, ayo kita bikin adonannya," celetuk Revan yang siap sedia sembari membawa spatula dan Devan membawa penggiling adonan.

"Kalian mau kemana?" tanya Alika yang merasa gemas dengan kelakuan Anak-anaknya.

"Mau bikin Adek, yaudah ayok. Devan mau adiknya gembul terus matanya bulat," saran Devan.

"Gak! Revan mau adiknya mungil terus rambutnya lebat. Terlebih lagi harus perempuan," timpal Revan yang tidak mau kalah.

"Ihhh, pokoknya harus gembul. Biar pipinya bisa Devan unyel-unyel," protes Devan sembari menunjuk-nunjuk penggiling adonan.

"Gak! Mungil," teriak Revan balik.

Kepala Alika rasanya mau pecah. Entah itu Devan dan Revan yang beradu argumentasi tentang adik yang mereka inginkan. Terus juga Darren dan Kelvin yang terus berdebat perihal siapa yang bohong.

_____
Halooo, selamat membaca lanjutan  Cerita tentang kehidupan Darren, Devan, Dan Revan yah.....
Jangan lupa untuk follow akun Author, klik bintang dan komen seseru mungkin. Author akan update setiap hari atau dua hari sekali yahhh🤗

Three BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang