Bagian 6

82 23 0
                                    

30 menit berlalu, Revan dan Darren sudah tertidur begitu pulasnya, berbeda dengan Alika tengah sibuk membaca majalah. Kadang dirinya berfikir, ketiga anaknya sangat kurang bersosialisasi, dia khawatir untuk ke depannya bagaimana.

"Mommy, Devan pulang."

Alika tersenyum sumringah saat mendengar suara Devan, alasan dia tersenyum karena ingin cepat-cepat memakan batagor yang sudah sangat dirinya bayangkan dari tadi.

Alika bangkit dari ranjangnya untuk menuju ke ruang tamu, dia tahu pasti Devan tidak ke kamarnya karena pergi untuk mengganti pakaian terlebih dahulu. Saat Alika turun dari ranjang Darren dan juga Revan tidak terusik sama sekali.

"Mbok Mirna," panggil Alika saat melihat salah satu pembantu rumahnya yang sudah lumayan tua.

"Iya nyonya, ada apa?"

"Sini Mbok, kita makan batagor sama-sama. Mumpung masih anget," ajak Alika sembari mempersilahkan Mbok Mirna untuk duduk. Mbok Mirna yang merasa tidak enak langsung mundur untuk menjaga jarak dengan Alika.

"Maaf nyonya, silahkan saja. Saya masih mempunyai banyak pekerjaan," tolak Mbok Mirna, Alika tersenyum dan langsung membantu Mbok Mirna duduk.

"Tidak papa, Mbok. Pekerjaan itu bisa dilakukan nanti, sekarang kita makan sama-sama. Kebetulan, saya lagi ngidam pengen makan rame-rame. Masa iya Mbok mau nolak keinginan calon bayi sih," ujar Alika yang membuat Mbok Mirna tidak bisa berbuat apa-apa.

"Kalau begitu baik, Nyonya."

"Momy, Revan sama Darren kemana?" tanya Devan saat melihat rumahnya sepi.

"Mereka lagi tidur dikamar, Revan ngambek sama kamu sampe ketiduran tuh," tegur Alika yang membuat Devan tertawa. "Kan Devan cuman bercanda doang, Mom."

"Iya kamu tau'kan sifatnya Revan itu bagaimana," kekeh Alika.

"Udah sini duduk, makan sama-sama," sambung Alika dan menarik tangan Devan untuk duduk disampingnya.

"Eh ada Mbok Mirna," kata Devan saat mengetahui bahwa ada Mbok Mirna di depannya.

"Mbok, anak Mbok yang di kampung, kapan kesini?" tanya Devan yang sudah mengeluarkan sifat Aslinya, yah Devan playboy.

"Ranti anak Mbok tidak akan kesini, tapi Mbok yang mau pulang kampung."

"Loh kenapa Mbok?"

"Ranti mau nikah, jadi Mbok harus pulang," jawab Mbok Mirna yang membuat Devan langsung terbatuk-batuk.

"Menikah?"

"Iya, Ranti bilang dia mau menikah sama juragan di desa," kata mbok Marni lagi.

"Juragan? Jadi istri kedua gitu mbok?" tanya Alika yang sama penasarannya seperti Devan.

Mbok Marni tersenyum melihat bagaimana reaksi Alika dan Devan.

"Ndak, Nyonya. Setahu saya, Juragan Juna itu belum menikah. Dia masih muda, Kalau tidak salah dua tahun lebih tua dari Ranti," jawab Mbok Marni yang membuat Alika mengangguk paham.

"Kalau begitu kita kesana sama-sama saja, nanti Alika bilang sama Kelvin untuk ambil cuti dua hari," ujar Alika sembari tersenyum senang, sudah lama dirinya tidak pergi ke desa.

"Tidak nyonya, di desa itu tempatnya tidak nyaman. Nyonya juga lagi hamil muda," tolak Mbok Marni, bukannya dia tidak suka Alika kesana, dia hanya khawatir dengan keadaan Alika.

Alika tertawa mendengar penuturan Mbok Marni, "Tidak apa-apa Mbok, kami juga ingin melihat Ranti menikah."

"Jadi, kapan Mbok pernikahannya?" 

"Besok Nyonya, jadi nanti sore Mbok mau ijin pulang,"

"Kalau begitu nanti sore kita berangkat bersama, mbok tidak harus menaiki Bus. Kita berangkat bersama-sama menggunakan mobil saja," tutur Alika.

"Tidak usah Nyonya, Mbok bisa naik bus," tolak Mbok Marni.

"Tidak papa Mbok, kita berangkat bersama saja," timpal Alika. Mbok Marni hanya bisa mengangguk saja. Dia bersyukur bisa bekerja di keluarga Alika. Selain keluarga yang baik, keluarga Alika juga menyayanginya.

"Mommy, Bang Devan udah pulang belum?"

Alika mengalihkan pandangannya pada Revan yang berjalan sembari mengucek matanya yang baru bangun tidur.

"Belum, emangnya kenapa?" Tanya balik Devan. Revan itu jika bangun tidur maka dia sepenuhnya belum sadar.

"Nanti kalau bang Devan udah pulang, kunci pintu Mom. Jangan biarin dia masuk, Revan masih kesel sama Bang Devan," ketus Revan dan langsung duduk disamping Devan.

Alika dan Mbok Mirna hanya bisa menahan tawa. Devan itu jahilnya sungguh sudah tingkat dewa sepertinya.

Revan mengambil sendok dan memakan batagor yang sudah tersedia di meja makan. Dia bahkan belum ngeh bahwa yang disampingnya itu Devan.

"Kalau bang Devan belum pulang terus ini Batagor dari siapa?"

"Dari Abang," jawab Devan.

"Ahh masih ngambek sama Abang. Nggak jadi makan batagor," kesal Revan sembari membuang muka dari Devan.

"Nggak jadi makan terus itu yang udah di mulut kamu apa?"

"Batu!" Jawab Revan sarkas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Three BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang