Bagian 2

441 58 3
                                    

Keesokan paginya, rumah Keluarga Radika sudah heboh dengan teriakan-teriakan. Entah itu teriakan Alika yang membangunkan Devan, terus ada juga Revan dan Kelvin saling melemparkan bantal dan tentu saja Darren si cuek marah-marah tidak jelas.

"Astaghfirullah, ini masih pagi. Kenapa pada heboh segala sih?" tanya Dinda yang melihat kehebohan sang anak dan cucu.

"Nenek," panggil Revan dan langsung lari memeluk Dinda.

"Kalian ini sudah besar tapi kelakuan masih kayak anak kecil. Kamu juga, Kelvin! Sebagai Ayah gak ada image-imagenya sekali, masa iya main lempar-lemparan sama anak sendiri," tegur Dinda yang membuat Kelvin langsung duduk manis.

"Hehe ... Nenek, tumben kesini pagi-pagi?" tanya Revan dan mengajak Dinda untuk duduk.

"Nenek kesini mau liat kalian, oh ya kok cuma ada Revan sama Darren aja, Devan?" tanya Dinda saat melihat Devan sang cucu mungil kesayangannya. Dinda celingak-celinguk melihat tidak ada Devan dan Alika.

"Bang Devan masih tidur, makanya momy ke atas bangunin dia. Ehh taunya belum bangun juga, Nek! Udah 10 menit loh momy bangunin bang Devan," jawab Revan sembari bergelayut manja pada sang Nenek.

"Tau tuh, si Devan mah pelor," sambung Kelvin mengatai anaknya sendiri.

"Telor? Apanya yang telor?" tanya Revan dengan muka polosnya, Kelvin tertawa terbahak-bahak melihat reaksi Revan terhadap ucapannya.

"Bukan Telor tapi pelor, Van." Revan mengangguk-angguk saja menanggapi ucapan sang papa.

"Tunggu, pelor itu apa?" tanya balik Revan.

"Pelor itu artinya, nempel molor," jawab Kelvin yang membuat Revan ikut tertawa. Dinda hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, dia tidak sanggup jika harus jadi Alika. Bayangkan saja, suami yang aneh dan tentunya ketiga anak yang ajaib.

"Nenek mau ikut makan disini?" tanya Darren yang membuat tawa Kelvin dan Revan terhenti. Dinda menggelengkan kepalanya dan tersenyum kepada Darren.

"Gak kok, nenek cuman mau liat Kalian aja. Bentar lagi Nenek mau ke butik, ada rapat dadakan," jawab Dinda yang langsung diangguki oleh Darren.

Dinda berdiri dan langsung naik ke lantai atas, dia ingin melihat Devan sang cucu yang kebonya minta ampun. Dinda melihat bahwa Alika tengah sibuk menarik-narik tubuh Devan atau juga membujuknya untuk bangun.

"Devan, bangun sayang. Ini udah pagi, katanya hari ini kalian ada kelulusan sekolah," ujar Alika yang membangunkan Devan dengan cara yang lembut. Devan bangkit dan merebahkan kembali dirinya dengan pangkuan Alika sebagai bantal.

"5 menit lagi, Mom. Devan ngantuk," guman Devan sembari memeluk Alika. Dinda hanya bisa tersenyum melihat bagaimana romantisnya kasih sayang seorang anak dan ibu.

"Momy kan udah bilang, jangan suka begadang. Yah begini jadinya, kamu susah bangun," omel Alika sembari mengelus lembut Surai Devan.

"Cucu Nenek, bangun yuk. Kalau gak bangun Nenek pulang nih." Alika mengalihkan pandangannya ke arah pintu, disana ada sang ibu mertua yang tengah tersenyum kepadanya, Alika balik tersenyum. Mendengar suara Dinda, otomatis Devan langsung membuka matanya dan tersenyum kepada Dinda.

"Eh ada Nenek, halo nek," sapa Devan dan langsung terduduk. Dinda mendekat dan memeluk Alika. "Biar Nenek yang urus bayi besar ini, kamu turun aja. Anak-anak sama suami kamu sudah menunggu." Alika mengangguk dan keluar dari kamar Devan.

"Mom, Bang Devannya mana?"

"Lagi sama Nenek, oh yah kalian kenapa belum makan? Katanya acara kelulusannya pagi-pagi yah?"

"Kita nungguin momy sama Devan, biar makannya bisa bareng," timpal Darren yang sibuk menata makanan.

Kelvin dan juga Revan sudah duduk ditempatnya masing-masing, Alika menarik Darren untuk duduk juga. "Udah, biar momy aja. Kamu pasti kelelahan pagi-pagi udah sibuk di dapur." Darren hanya bisa mengangguk dengan perkataan Alika, memang anak yang penurut. Tak lama Dinda dan Devan turun secara bersamaan, Devan langsung duduk disamping Revan.

"Ma, ayo makan bareng," ajak Alika saat melihat Dinda sudah siap-siap untuk pergi.

"Kalian makan saja, Mama lagi ada keperluan. Mama kesini cuman mau liat cucu-cucu mama yang ganteng," tolak Dinda.

"Ouh gitu yah, Kalau gitu pulangnya di anter sama sopir aja," tawar Alika dan lagi-lagi Dinda menggeleng. "Mama kesini juga diantar sopir kok. Udah Kalian nikmatin aja makannya, dah."

"Hati-hati, Ma."

"Hati-hati, Nek."

"Iya."

______
Pliss lah, author merasa sangat cemburu sama Alika. Keluarga mereka terlalu uwuuuu miskahhh😌😖

Three BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang