🌸┊Hide the Hand

766 146 15
                                    

Dengan langkah tertatih-tatih Nara mencoba berjalan seperti biasa. Kaki kanannya yang terkilir masih terasa sakit walau tak separah kemarin. Sebetulnya ia bisa saja tidak masuk sekolah. Namun ia tak ingin tertinggal pelajaran dan lagipula jika Yeonjun tahu pasti akan kecewa.

Tentang kemarin, Nara sebisa mungkin untuk tetap bersikap biasa. Ia mencoba pulih dengan tidak memikirkan bagaimana kelanjutan kisah cintanya. Sunghoon ya tetap Sunghoon. Orang yang tak banyak berinteraksi dengannya namun nyatanya begitu sayang padanya. Sayang? Perlu digaris bawahi di sini karena artinya hanya sebatas sahabat. Mungkin tak lebih dan tak kurang.

"Lagian lo-nya juga nggak hati-hati," kata laki-laki berseragam rapih yang sedang menuntun Nara sedari tempat parkir sekolah tadi. Tak peduli berapa pasang mata yang menyaksikan, ia tetap akan membantu Nara berjalan.

Nara mengembus napas lemah. Sudah kesekian kalinya ia mendapat kalimat demikian. Tidak hanya langsung tetapi via grup chatting juga. "Iya tau. Aku emang selalu salah dan nyusahin orang."

Sunoo menoyor kepala gadis yang asal bicara tersebut hingga dia ber-aduh. "Mulai lagi dah bapernya. Males ah gue," balasnya sebelum mengakhiri aksi tuntun-menuntun.

"Iya emang gitu kan kenyataannya, Nu."

"Udahlah diem! Gue nggak mau mood pagi gue rusak gara-gara keluhan lo."

"Ya maaf. Jangan marah ya." Nara mempertunjukkan puppy eyes-nya percuma.

Walau hanya senyum paksa yang Sunoo berikan tapi ternyata wajah seperti itulah yang ia sukai. Menghilangkan gugup, ia pun kembali meraih tangan Nara—hendak menuntun katanya.

"Udah nggak papa. Aku bisa sendiri kok."

Urung. Choi Nara selalu saja seperti itu. Mengesalkan. "Ya udah. Hati-hati tapi."

"Iya, Nu."

Sunoo menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Agak gimana gitu kalo lo manggil gue Nu. Lengkap aja napa. Sunoo."

"Gak mau. Maunya Nu. Atau mau lebih unyu lagi, jadi Unu." Nara menimpalinya dengan cengar-cengir. Senang rasanya bisa memanggil orang lain dengan panggilan berbeda. Bukankah yang seperti itu bisa dikatakan sedang menunjukan rasa sayang?

"Terserah lo deh. Capek gue ngomong sama lo," balas Sunoo dengan disahut kekehan puas dari Nara.

Sepanjang jalan menuju kelas setiap pasang mata tak lepas dari dua insan tersebut. Segala tatap bermacam arti menebar bebas mengekspresikan suka dan ketidaksukaannya.

"Nu, ngerasa nggak sih kalo dari tadi kita lagi diliatin?" tanya Nara setengah berbisik.

"Ya terus? Ini udah biasa kali, Ra. Lo 'kan lagi jalan sama gue. Jelas aja jadi pusat perhatian," jawab Sunoo enteng. Tentu karena ia terbiasa dengan kepopulerannya.

Dengan malas Nara merotasikan bola mata. Paham betul apa yang dimaksud lawan bicaranya. "Tapi yang aku liat tatapan mereka sekarang tuh beda dari yang biasanya. Lebih serem dan nakutin."

"Kebayakan baca novel jadinya gini nih."

"Kok bawa-bawa novel sih?"

"Iyalah. Banyak drama," balas Sunoo dengan sinisnya.

Acuh tak acuh. Nara memilih diam seraya terus berjalan. Mungkin benar jika ia terlalu mendramatisir keadaan. Akan tetapi, keadaan seperti ini tak bisa sepenuhnya diterima. Ia risih menjadi bahan perhatian orang lain.

[✔] 𝐎𝐔𝐑 𝐏𝐑𝐈𝐍𝐂𝐄𝐒𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang