🌸┊Disappointed

542 102 5
                                    

"Ra, kamu kan belum makan. Jadi sebelum tidur makan dulu ya," ujar

Heeseung yang duduk di depan—sebelah pengemudi.

"Iya. Enggak papa kok makan jam segini juga. Daripada nanti maag lo yang kambuh kan bahaya," ujar Jay. Ia ikut bersuara di tengah fokusnya pada jalan raya yang mulai sepi.

"Kamu tinggal bilang mau makan apa, biar kakak pesenin sekarang aja nih." Heeseung merogoh saku celana, mengambil ponsel pipihnya—bersiap memesan makanan lewat aplikasi.

Bukan tanggapan baik yang Nara berikan, melainkan suara tangis yang tertahan. Tangis yang belum tuntas sedari kafe tadi. Bahkan terus berkelanjutan sampai di perjalanan pulang ini.

Nara menangis sendiri. Menahan sesak tanpa orang lain ketahui. Ia sadar bahwa tak ada satu pun orang yang disayanginya berlaku jujur. Dengan berdalih, mereka tega membenarkan segala cara. Tak peduli apakah cara itu menyakitkan atau benar-benar sebuah jalan kebaikan.

Mendapati gerak-gerik mencurigakan, Jake lantas meraih tangan Nara yang terpangku. Namun belum sampai tangan keduanya bersentuhan, gadis tersebut lebih dulu menarik diri. Ia tak mau seorang pun menyentuhnya. Kedua lengannya beralih memeluk tubuh—berusaha menguatkan diri.

Seketika, relung hati Jake mendadak sesak. Ketakutannya di awal waktu kini telah terjawab. Ia perlahan mengembus napas, baru kemudian berucap, "Kita ngerti lo sedih, kecewa dan marah. Tapi gue mohon jangan nomorduain kesehatan lo. Lo harus makan. Sedikit juga nggak papa kok. Yang penting perutnya enggak kosong. Ya?"

Menulikan pendengaran adalah cara terbaik untuk Nara. Sungguh tak peduli mereka mau berbicara apa. Ia tetap ingin terus membisu.

"Nara ....." Heeseung memanggil dengan suara lemah. Ia bingung harus berbuat apa. Sampai Jake dan Jay pun ikut sahut-menyahut bicara, namun tetap saja diangurkan.

Perjalanan pun berakhir sunyi. Tak ada lagi yang mengata. Ketiga lelaki bukannya lelah, tetapi segan karena merasa sangat bersalah. Sampai kemudian mobil yang dikemudikan Jay akhirnya sampai di rumah besar keluarga Choi. Bersamaan dengan itu, tiga motor—yang sedari tadi mengawal di belakang—ikut memarkirkan diri di pekarangan rumah.

Nara keluar dari mobil tanpa sepatah kata pun. Ia terus membisu.

"Ra, tunggu!" Jake buru-buru keluar. Diikuti Jay dan Heeseung yang segera keluar juga dari dalam mobil.

"Nara," panggil Niki. Ia baru saja turun dari motor yang dikendarai Jungwon.

Belum sampai membuka pintu, Niki lebih dulu mencegah Nara masuk. "Lo boleh marah sama kita. Mau maki-maki pun boleh. Tapi tolong jangan diemin kita kaya gini."

"Iya. Jangan kayak gini dong. Kita nggak bisa liat lo sedih sendirian."

Niki terangguk. Mengiyakan ucapan Sunoo barusan. "Maafin kita Ra," pintanya lirih.

"Kita tau kita salah. Tapi seenggaknya lo bisa liat pengorbanan kita yang udah kasih perhatian dan luangin waktu buat jagain lo. Lo harusnya bisa hargain itu!" Jungwon terus mencecar, hingga semua orang pun mengarahkan tatapan super tajam.

"Maaf tapi kali ini biar gue yang ngomong sama dia," kata Jungwon seraya menebar tatap.

"Nggak! Lo—"

[✔] 𝐎𝐔𝐑 𝐏𝐑𝐈𝐍𝐂𝐄𝐒𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang