10

120 10 14
                                    

Dia ada namun hanya raganya

~~~~~

Kaki itu berlari, tidak ada yang bisa menghentikan larian itu, pipi yang sudah basah, bahkan seragam sekolah itu masih melekat pada tubuh itu.

Beberapa orang mengikutinya, termasuk kedua sahabatnya yang sejak tadi mengikuti kemana arahnya berlari, terlalu panik sampai-sampai ia lupa mencari tahu dimana ruangan itu.

"Dimana ruangannya?!" Tanya Pelangi kepada Bagas.

"Dia masih di UGD Pelangi, lo harus tenang, kita semua disini juga khawatir, bukan lo aja" Bagas, laki-laki itu berhasil membuat Pelangi diam, namun gadis itu tidak berhenti menangis, air matanya tidak bisa berhenti sebelum ia mendengar bahwa Langit sahabatnya baik-baik saja.

"Gue takut, gue takut gas" Isakan itu membuat semua yang ada disana ikut merasakan kesedihan, terutama gadis bernama Alleta.

Anet menghampiri Pelangi, ia memeluk sahabatnya itu. Ini pertama kalinya ia melihat Pelangi seperti kehilangan arah, ia bahkan tidak mengenali Pelangi yang sekarang ia peluk.

"Lo yang tenang ya, kita doain Langit dari sini, gue yakin dia baik-baik aja" Ujarnya.

"Pelangi" Panggil wanita paruh baya yang datang bersama satu gadis cantik.

"Tante" Tidak ada waktu untuk berbicara, Pelangi langsung memeluk wanita itu, dan dibalas pelukan itu, keduanya bersamaan menangis.

Setelah melepas pelukan itu ia langsung menoleh ke arah gadis cantik itu, gadis yang usianya sama dengan Mentari.

"Senja" Mata itu berkaca-kaca, keduanya sama-sama menangis, setelah setahun, ia baru melihat gadis ini lagi.

Gadis itu tersenyum tipis, wajahnya pucat tidak seperti dulu sebelum semuanya terjadi. "Aku minta maaf, gara-gara aku bang Langit jadi-"

"Aku ga suka kamu nyalahin diri kamu sendiri, ayo kita doain abang kamu semoga dia baik-baik aja" Potong Pelangi.

Gadus itu tersenyum lalu mengangguk. Mereka menunggu disana beberapa saat sampai akhirnya ada seorang suster yang menghampiri mereka semua.

"Keluarga pasien atas nama Langit?"

Lena, ibu dari Langit mengangkat tangannya "saya ibunya, dan ini adiknya" Ia merangkul Senja.

Suster itu mengangguk "baik, silahkan ibu dan adiknya untuk menemui dokter di ruangannya, mari saya tunjukkan" Ujar suster itu.

"Pelangi, tante tinggal dulu ya" Pamitnya pada Pelangi. Pelangi hanya mengangguk sebagai jawaban.

Mereka semua akhirnya memutuskan untuk menunggu di depan ruang dimana Langit sekarang berada, tadi ada salah satu suster memberi tahu mereka keberadaan Langit.

"Gue kecewa sama diri gue sendiri, gue yang sahabatnya gatau dia sehancur ini, gue cuman tau kalo selama ini dia bahagia" Ujar Bagas. Fero menoleh ia menepuk punggung Bagas.

"Semua yang orang orang liat tentang Langit, ga ada yang bener. Mereka gatau dalemnya Langit" Tambah Fero. Mereka tinggal berdua, Jovi tadi sempat berada disana namun laki-laki itu mengantar Alleta pulang karena hari sudah mulai gelap.

Anet yang duduk di samping Pelangi menatap sahabatnya itu sedih "Satu-satunya cewe yang diharapkan Langit itu cuman lo, pasti dia seneng kalo tau disini ada lo" Anet tidak sengaja mengucapkan itu, bahkan air matanya ikut turun.

"Gue tau banget Langit net, susahnya gue atau senengnya gue pasti ada dia, gue gamau disaat dia sakit, gue malah ga ada. Seandainya bisa, gue lebih milih buat gue yang sakit, karena Langit bisa jaga gue 24 jam, sedangkan gue? gue bahkan jarang ada buat dia 24 jam" Ujar Pelangi, entahlah bahkan air mata ini tidak bisa ia hentikan.

Our Story [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang