Chapter 2: Permainan Yang Berbahaya

524 76 3
                                    

Pada hari pertama mereka di Paradis, anggota aliansi memutuskan untuk mengunjungi Mikasa dan pergi ke tempat dimana Eren beristirahat. Mikasa sangat senang saat mereka mengunjunginya. Bersantai di bawah pohon, bercerita tentang masa lalu saat mereka masih menjadi kadet. Connie mengingatkan mereka tentang pertarungan Annie dan Mikasa yang tidak pernah diketahui hasilnya, karena Keith Shadis memerintahkan mereka untuk bubar.

"Jujur saja, aku ingin mengetahui bagimana hasilnya. Kami semua penasaran." Connie tanpa segan mengatakan hal itu, sambil tertawa.

"Maksudmu kau ingin kami tanding ulang?" Annie merespon pernyataan Connie, meliriknya dengan wajah datarnya.

"Tidak, tidak.. hmmm.. bukan begitu maksudku.. haaahh.. sepertinya aku salah bicara." Connie jadi merasa tidak enak dengan hal itu. Seketika, semua orang yang hadir tertawa.

Pieck yang tidak pernah tahu seperti apa masa lalu mereka, seperti apa gambaran cerita mereka hanya bisa tersenyum terdiam dan mendengarkan. Selama mereka berkumpul, hanya satu hal yang membuatnya merasa ganjil. Bukankah ini sudah biasa terjadi jika teman-teman lama saling berkumpul dan membicarakan masa lalu, namun wanita mungil itu merasa jika Jean menaruh perhatian yang lebih terhadap Mikasa.

Hal itu memang bukan hal yang ganjil, mereka semua adalah teman, wajar jika mereka memberikan perhatian yang lebih kepada teman mereka yang lain. namun Pieck merasa hal ini berbeda, ada hal yang lebih dari itu.

'Apa dia menyukai Mikasa?' kalimat itu muncul di benak Pieck begitu saja. Dia berfikir sepertinya semua orang tahu kecuali dirinya. Itu hal yang wajar, karena dia baru mengenal Jean dan yang lainnya saat peperangan terjadi. Tapi, entah kenapa saat kalimat itu terdengar jelas dikepalanya, ada rasa yang tidak enak di dadanya. Seakan-akan kalimat itu dapat menindih dadanya hingga tak dapat bernafas.

***

Matahari hampir terbenam saat mereka semua kembali ke rumah. Mereka mengundang Mikasa untuk makan malam bersama, namun gadis itu menolak dengan halus dan berjannji selanjutnya dia akan berusaha untuk tidak menolaknya.

Jean langsng menuju ke dapur, sepertinya dia akan menyiapkan makan malam untuk mereka semua. Jean sudah terbiasa dengan ini lagi pula dari ke enam anggota aliansi, Jean yang paling mahir memasak dan biasanya pasti akan ada satu atau dua orang yang akan membantunya. Belajar dari resep-resep milik ibunya, membuat anggota yang lain tidak pernah protes dengan apa yang dihidangkan olehnya.

Jean melihat bahan makannan yang tersedia dan memutuskan akan memasak kare. Seingat Jean, semua orang sangat menyukai kare dan omelet buatannya. Mengingat hal-hal ini membuatnya sangat merindukan ibunya 'sepertinya besok aku akan mengunjunginya.'

"butuh bantuan?' Jean langsung menoleh kearah pintu dapur dan mendapati Connie sudah berada di sana.

"ya, boleh." Jean menggulung lengan bajunya dan connie beranjak mendekati meja makan dimana bahan-bahan makanan telah dipersiapkan.

"Aku berpikir untuk mengunjungi ibuku besok. bagaimana denganmu?" Jean sudah menduganya jika Connie berpikiran hal yang sama dengannya.

"ya, aku juga berpikiran hal yang sama. aku yakin ibuku akan memasakan banyak makanan untuk kita jika dia tahu aku akan datang." Jean menjawabnya sembari memotong-motong sayuran. "apa kau ingin mengajak yang lain?"

"aku ingin sekali namun aku tidak yakin hal ini aman bagi ibuku. aku rasa kau berpikiran hal yang sama." Connie masih berfokus memotong daging yang ada dihadapannya.

"Ya, namun jika ada yang ingin ikut, aku tidak akan menolak. walaupun mereka semua tidak akan memintanya." Jean menghentikan kegiatannya sebentar, "Haaa... kita memang pulang ke kampung halaman tapi aku tidak merasa kita benar-benar pulang."

"Ini sudah keputusan kita, sejak awal kita sudah tahu akan seperti ini. oleh karena itu Historia juga membantu kita, memastikan keluarga kita tetap aman dibawah perlindungannya langsung. Walaupun Paradis sudah membangun pasukan militer atas nama Fraksi Yeager, kita semua tahu Eren tidak menginginkannya begitu pula Historia." apa yang dikatakan Connie sudah pernah mereka bahas, menjadi perantara bukanlah hal yang mudah, membuat orang-orang di Paradis agar dapat mengerti segalanya sangatlah sulit. Bahkan mereka membutuhkan waktu tiga tahun mereka mencoba meyakinkan negara-negara diluar pulau bila Kekuatan Titan telah hilang dan mereka bukanlah lagi sebuah ancaman.

"Kau benar." Jean tak lagi berargumen tentang hal itu.

"Tapi selama kita semua bersama dalam tiga tahun ini, ada hal yang sangat membuatku penasaran. Sebenarnya ada apa antara kau dan Pieck?" Jean hanya menyeringai dan tetap dengan kesibukannya mempersiapkan bahan makanan.

"Bukankan aku pernah bilang padamu, tidak ada apa-apa di antara kami." Jawab Jean dengan santai.

Connie menghentikan kegiatannya dan menatap Jean, "Tidak ada apa-apa? Benarkah? saling menggoda adalah permainan yang sangat berbahaya. ayo katakan padaku, kalian saling menyukai kan?" Connie menunjuk Jean dengan pisau yang ada di tangannya.

"berhentilah menunjukku dengan benda berbahaya." Connie menurunkan pisaunya, "Kami saling menyukai. jika kita semua tidak saling menyukai, maka aliansi ini tidak akan terbentuk." Jean berbalik membawa bahan-bahan makanan ke arah meja disebelah kompor.

"akkhh.. bukan itu maksudku. apa kalian saling jatuh cinta?" Jean hanya berbalik melihat kearah Connie sambil menaikan satu alisnya. "Ayolah, berapa lama hal ini telah berlangsung? hampir 3 tahun kan? oh tidak, tepatnya 2 tahun bbrp bulan. Iya kan?" Jean mengambil daging yang telah di potong Connie dan kembali ke meja kompor.

"Aku sangat terkesan kau mengingat hal yang tidak penting." Jean memulai memasak karenya. Memasukan bahannya satu persatu kedalam panci.

"Jean, aku serius. Jika menurut kalian saling menggoda satu sama lain adalah sebuah permainan, kalian memainkan permainan yang berbahaya. Mungkin saat pertama kalian memainkannya, kalian tidak merasakan apapun. Tapi memainkannya selama dua tahun lebih bisa membuat kalian merasakan sesuatu. walaupun kalian tidak mengakuinya, rasa seperti itu pasti akan muncul sedikit demi sedikit." Connie terdengar serius membicarakannya. "haa.. Maaf kawan, bukannya aku ingin mengaturmu. tapi aku hanya memperingatkan, sebelum kalian berdua terluka pada akhirnya."

"Ya, aku mengerti." Jean hanya menjawab dengan singkat dan Connie mangalihkan kepembicaraan lain. Namun, dengan apa yang di katakan Connie membuat Jean berpikir tentang hal itu.

'apakah mungkin secara tidak sadar mereka berdua sudah merasakannya?'

'apakah ini memang hanya benar-benar sebuah permainan?

***
Dua setengah tahun yang lalu, Marley

'Hari yang melelahkan' menikmati sedikit alkohol dan duduk di bar sepi selama beberapa jam bersama rekan aliansi membuat Pieck merasa lelahnya sedikit terangkat.

Jean berjalan kearah meja bar dan duduk di sebelah Pieck. Untuk beberapa saat tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka berdua. Mereka hanya terdiam san menikmati alkohol di gelas mereka.

Jean menoleh kearah Pieck yang sedang terpejam sambil mendengarkan musik jazz yang sedang di putar di bar. Rambut hitamnya menutupi setengah wajahnya. Jean hanya menatapnya. tanpa sepengetahuan Pieck, Jean merentangkan tangannya kearah wajah Pieck, menyentuh rambut yang menutupi sebagian wajahnya dan mengaitkannya di belakang telinganya. Pieck seketika membuka matanya dan menoleh kearah Jean dengan wajah heran.

"Kau sangat cantik." Jean melontarkan kalimat itu begitu saja.

Pieck heran dan terkejut, "apa?"

Bersambung...

Note:
Aku akan berusaha untuk update setiap hari Kamis
update selanjutnya tgl 29/04/21
terimakasih sudah membaca🥰

Indo Ver. Just a game (JeanPiku Fic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang