ii. saatku bahagia bersamamu.

226 29 2
                                    


Bel sekolah berbunyi lantang mengisi sunyinya lingkungan sekolah yang berisikan siswa siswi, sunyi karena entah mereka terlalu konsentrasi belajar pada jam-jam terakhir atau sudah larut dalam dunia mimpi dengan kepala mereka berbantalkan lengan yang dilipat di atas meja. Erupsi sorakan siswa-siswi karena jam belajar untuk hari itu sudah selesai ikut mengisi pada sayup-sayup bunyi bel sekolah, sekali dua kali terdengar celotehan guru yang protes karena belum puas mengajar bahan pembelajaran. Tetapi mereka tidak dipedulikan, jam pulang ya jam pulang.

Murid-murid yang keluar dari deretan kelas sebelas lah yang keluar terlebih dahulu. Paling semangat jika sekolah sudah bubar, anak-anak kelas sebelas keluar dari kelas bagaikan pancuran air yang bocor dari sebuah bendungan. Lebih nyaman daripada kelas sepuluh yang masih beradaptasi dengan lingkungan, lebih bebas daripada kelas dua belas yang sudah harus fokus untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Itulah enaknya menjadi siswa kelas sebelas. Banyak dari mereka yang sudah mempunyai agenda untuk pergi nongkrong bersama-sama, ada juga yang tetap di sekolah untuk melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler mereka.

Terkecuali untuk seorang Kang Hyewon, kedua earphones dipasang pada telinganya dan jaket denim yang ia bawa sudah ia pakai. Tas ranselnya ia gendong sebelah, eskpresinya kosong dan dingin.

Biasanya ia juga semangat untuk menyudahi sekolah dan lanjut berkumpul-kumpul dengan teman-temannya sampai malam tiba atau sampai mamanya menelpon, tapi sekarang ia hanya ingin pulang saja. Seharian ini ia merasa malas untuk berinteraksi dengan manusia lainnya, tapi karena hari ini ada quiz matematika wajib saja makanya ia masuk sekolah.

Pemandangan di selasar kelas yang mengolok egonya adalah penyebabnya.

Mantan pacarnya sedang berduaan dengan pacar barunya.

Ia bersyukur pada Tuhan sudah dikaruniai seperangkat wajah yang berkemampuan memasang ekspresi kosong tak terprediksi, tapi justru emosi yang tak ia tunjukkan pada wajahnya berimbas pada hatinya yang rapuh.

Namanya juga kisah cinta remaja, pengalaman pertama menjalankan cinta.

Hyewon tidak benci dengan mantannya, Doyeon, karena sebelum mereka adalah sahabat sebelum mereka berpacaran. Menjalin hubungan pun karena tuntutan gosip-gosip anak sekolah saja, seorang anak voli dan seorang anak gimnastik yang dijodohkan. Semuanya hanya untuk bersenang-senang saja, tak sekalipun Hyewon merasakan benar-benar cinta. Namun begitu juga Doyeon, jadi semuanya aman dan damai.

Yang membuatnya gedeg adalah pacar baru Doyeon yang sombongnya mengalahkan Suneo di kartun Doraemon. Tapi tampang mukanya tak jauh beda jeleknya.

Ini opini Hyewon sih ya.

Hyewon yang tak henti-hentinya berdumel dalam hati merogoh kantong tasnya untuk mengambil kunci motor Beat Street warna hitam yang ia parkir dekat pos satpam. Ia diajarkan oleh abang saudaranya sebuah konsep untuk selalu memarkir motor di dekat post satpam untuk menghindari tangan-tangan jahil yang gemar mencorat coret body motor, atau yang senang mengambil helm dan menaruhnya di tempat-tempat yang aneh. Sebuah saran yang konyol, tapi masih ia pegang teguh sampai sekarang.

Ia nyalakan mesinnya, lalu pergi keluar dari gerbang untuk pulang ke rumah.

-

Sesampainya di depan pagar rumah, ia melihat ada beberapa mobil yang diparkir sedemikian rupa supaya muat pada carport yang hanya bisa memuat tiga buah mobil. Motornya ia parkir rapi di dalam garasi supaya tidak mengganggu jalan keluar, helmnya ia cantolkan pada spion. Pasti teman-teman kuliah abang saudaranya itu main lagi ke rumah.

jaga.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang