KAKURA - 3

24 9 2
                                    

"Kau benar," katanya membuat Kento mengernyit bingung, "kejadian ini pernah terjadi di masa lalu."

"Oh, ya?" tanya lelaki tersebut penasaran. "Tahu darimana?"

"Sangat aneh kalau hanya kasus kendaraan rusak yang terparkir asal, dengan puing-puing yang tertutup tumpukan sakura di waktu yang singkat ...," ucap Mone dengan gelagat yang tak tenang—terlihat dari bola matanya yang terus mengedar seolah mencari atau bersiap akan sesuatu, "... tapi semua akan terdengar masuk akal jika kejadian ini meninggalkan korban."

Kento mengabaikan panggilan rekannya untuk memeriksa sesuatu, monolog Mone lebih menarik daripada mobil yang terparkir di sampingnya.


"Lalu ke mana korban-korban itu pergi?" gumam Mone mengingat isi catatan yang tersimpan di dalam tas. "Apa diambil oleh mereka?"

"Siapa?" tanya Kento menatap tajam. "Jika memang ada, siapa yang mengambilnya dalam waktu yang begitu cepat?!"

"Kakura." Mone menjawab dengan senyuman lebar, napasnya menjadi tak teratur selagi tangannya memegang dengan erat tali tas. "Klan yang mengutuk kota Naha dan meminta tumbal setiap tiga puluh tiga tahun sekali."

"Hah? Hahahaha!" Kento seketika tertawa keras, ia memegang perutnya puas. Entah kenapa yang Mone jelaskan tiba-tiba hanya seperti omong kosong semata. Rugi rasanya karena memilih mendengarkan khayalan saksi daripada memeriksa TKP.

Dia membuang napas, merasa konyol karena sempat tegang akan pembawaan Mone ketika bercerita.

"Terserahlah."


Kento hendak pergi, namun Mone kembali bersuara. "Aku seorang guru sejarah, ada alasannya mengapa aku tertarik dengan profesi ini."

"Dulu nenekku pernah bercerita, bahwa ada sebuah legenda tentang klan yang menguasai tanah kota Naha. Mereka tinggal di dimensi yang berbeda namun begitu dekat dengan manusia. Klan berdarah dingin ini menciptakan kecelakaan-kecelakaan untuk meminta tumbal di tanah yang mereka kutuk."

"Ke mana para korban itu pergi? Kurasa sekarang aku tahu jawabannya, karena tumpukan sakura ini takkan ada tanpa alasan. Mungkin saja mereka mengambil para korban seperti tanah yang menyerap air."

"Lagipula ... mereka memang mengutuk apa yang kita pijak, bukan?"


Kento terkesiap ketika Mone mendekat ke arahnya dengan mata yang membelalak, dia berbisik pelan dengan keringat yang bercucuran.

"Kau bawa pistol?"

"Kenapa kau bertanya begitu?" tanya Kento terperangah.

"Aku belajar bela diri sejak kecil, tapi aku tak punya alat bantu untuk bersiap sekarang."

"Tunggu! Sebenarnya sejak tadi kau bicara apa??"


Mone tersenyum sinis ketika mendengar suara air yang bergerak tak tenang dari sungai di belakangnya, ia mengepalkan tangan sambil meliriki senjata api yang tersimpan baik di sarung pistol Kento.

"Aku membicarakan Kakura."


"Klan yang mengutuk tanah kota Naha ...,"


"..."


"... jika mereka muncul, apa kau pikir itu akan datang dari bawah?"






















"Bodoh. Lebih tepatnya, dari belakangmu."




BRUSHHH!

Tiba-tiba air dari sungai memancur dengan keras, Mone dengan cepat mengambil pistol Kento dan menodongkannya ke belakang dengan kuda-kuda yang sempurna. Semua orang menjerit, menunjukkan rasa terkejut dan takut dengan berbagai ekspresi.






Tidak, hanya Mone yang tak demikian.

Dia tertawa, semakin keras ketika apa yang sudah dicaritahunya selama ini akhirnya menjadi kenyataan.


Dia tak berhalusinasi.

Klan Kakura memang ada di dunia ini.


















Pemain:

Kanata Hongo a.k.a Naga Merah

a Naga Merah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KAKURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang