Sebuah tubuh manusia dengan kepala naga berdiri tegap di atas pagar sungai sambil menyunggingkan senyuman lebar, punggungnya bersayap, berwarna merah pekat persis seperti apa yang pernah nenek Mone ceritakan sebelum meninggal.
Naga Merah, si penculik manusia.
"Kau pikir bisa mengalahkanku dengan alat konyol itu?"
"Tentu. Jangan pernah kau remehkan alat yang manusia buat, Naga Merah," jawab Mone mundur dua langkah, mengabaikan orang-orang yang pingsan dan lari ketika melihat jelmaan Naga. Pun dengan Kento yang jatuh terduduk dengan tatapan tak percaya.
"Omong kosong, aku bisa menghancurkannya dengan sekali semburan api kalau kau ingin tahu."
"Memang betul, tapi ...," Kalimat Mone tertahan sebentar selagi dia melemparkan tasnya, "... kau takkan bisa menghancurkan pemegangnya, bukan?"
Naga Merah menatap dingin lawan bicaranya, dia mengepalkan tangan sambil mengepakkan sayap karena kalimat yang Mone ucapkan. Naga Merah merasa diremehkan.
"Kalian tak bisa membunuh kami."
"Cukup. Kau memuakkan!"
"Bilang saja kau takut padaku," sahut Mone memprovokasi, "aku tahu banyak tentang kalian. Tentang Tuhan yang memberi hukuman agar kalian tak bisa membunuh, tentang skenario kecelakaan yang kalian buat demi tumbal, dan juga portal di mana kalian masuk ke dunia kami untuk membunuh banyak manusia tanpa campur tangan."
"Jika kau penasaran, biarkan aku memperkenalkan diri dulu."
"Namaku Mone Kamishiraishi, anak sulung dari seorang ayah biksu ... dan ibu yang selamat dari salah satu kecelakaan maut tiga puluh tiga tahun yang lalu."
Naga Merah tak menyahut, melebarkan senyuman Mone yang terlihat puas menyudutkannya.
"Ya, yang kau pikirkan memang benar."
"Aku lahir dari seorang wanita yang kalian kejar selama ini untuk menutupi skenario busuk kalian."
"Kalau begitu, kini saatnya aku membungkam mulutmu agar orang-orang tak tahu kebenaran legenda itu!"
Naga Merah menggeram, tiba-tiba tubuhnya berproses menjadi sosok naga yang seutuhnya. Dia tampak marah begitu Kento bangkit dan menarik-narik Mone untuk berhenti memprovokasinya. "Hentikan! Kau ingin semua orang di kota ini mati?!"
"Itu tidak akan terjadi!" seru Mone mengambil tas dan memasukkan sebuah serbuk yang mudah dibentuk ke lubang pistol dengan tangan yang bergetar. Biar bagaimanapun, ini adalah pengalaman pertamanya melawan tokoh legenda yang selalu neneknya ceritakan. Serbuk itu diwarisinya dari sang ayah setelah memutuskan untuk mencari tahu kebenaran legenda tentang klan Kakura. "Panah lebih baik untuk dipakai, tapi aku tak membawanya karena kupikir mereka belum keluar dari portal itu!"
"Hei, pistolku—"
"Sialan!"
Dor!!
Begitu pelatuk ditarik, Mone menjerit dengan suara pistol yang baru pertama kali ia gunakan. Peluru mendorong serbuk yang ia masukan sebelumnya, mengarah pada Naga Merah dengan cepat sampai sebuah erangan terdengar begitu keras darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAKURA
FanfictionKecelakaan maut itu menjadi jawaban, namun juga pembuka pertanyaan-pertanyaan lain akan fakta yang belum terungkap. Tentang sebuah legenda ... yang dilupakan orang-orang.