"Liu Yaowen! Akan aku hitung sampai tiga. Jika kau belum juga membereskan kekacauan ini, Yaxuan akan kularang menemanimu tidur selama seminggu."
Matahari sedang tinggi-tingginya bertengger di atas kepala saat suara sang putra mahkota terdengar nyaring dari taman belakang. Beberapa pengawal yang ada di sekitar menggelengkan kepala dan mendesah panjang. Terlalu terbiasa dengan kelakuan para pangeran.
"Liu Yao-"
"Iya-iya!"
Yaowen muncul dari balik gazebo dengan wajah cemberut dan langkah yang dihentak kala menghampiri sang kakak. Rambutnya berantakan dengan tanah yang menempel di beberapa bagian. Jangan lupakan tangan dan bajunya yang kotor seperti habis mandi lumpur. Melihatnya, Jiaqi semakin naik pitam. Ia menyentil dahi Yaowen kuat-kuat sampai terdengar bunyi 'tak' yang membuat kepala si bungsu terdorong mendongak.
"Kali ini apa yang diperbuatnya sampai kau segeram itu, kak?" ujar seseorang dari samping.
JIaqi dan Yaowen menoleh untuk mendapati He Junlin yang entah sejak kapan datang dan duduk manis dengan seekor kucing di pangkuan. Jemari pemuda itu mengelus bulu kecoklatan itu dengan lembut yang disambut bahagia.
"Bocah ini sok-sokan ingin membuatkan Yaxuan taman mini. Lihat itu," Jiaqi menunjuk sisi taman dimana ada tumpukan tanah dan pot yang berserakan. "baru dua tangkai yang dipindahkan, dia sudah menyerah dan meninggalkan kekacauan itu."
"Aku kira sekedar memindahkan bunga dari pot ke tanah itu mudah, ternyata melelahkan," sahut Yaowen sembari duduk di samping Junlin, ikut mengelus kucing itu. "Darimana lagi kakak pungut buntalan bulu ini?"
Junlin mendengus. "Kasar sekali bahasamu. Aku menemukannya di tepi danau."
"Kau harus berhenti membawa pulang setiap kucing yang kau lihat, Junlin," ujar Jiaqi kemudian yang diangguki Yaowen dengan semangat.
"Lama-lama istana ini berasa seperti penampungan saja. Mulai dari budak sampai kucing bisa hidup disini."
Junlin mencubit pinggang Yaowen kuat-kuat.
"Aw! Kenapa mencubit—"
Kata-katanya terhenti kala mengikuti arah pandangan Junlin yang jatuh pada kakak mereka. Agaknya kata-kata pangeran termuda barusan menyinggung hati Jiaqi. Terlihat dari rautnya yang mengeras dan jemari mengepal. Yaowen mengutuk bibirnya yang asal bicara dalam hati.
"Istana ini adalah rumah bagi semua rakyat, aku harap kau paham itu, Liu."
Ma Jiaqi lantas angkat kaki dari taman itu. Tidak ingin lebih lama berada di sana dan malah lepas kendali menampar adik bungsunya itu. Langkahnya tegap dengan emosi yang tersulut.
"Minta maaf padanya saat makan malam nanti," kata Junlin sebelum mengikuti jejak sang putra mahkota.
Yaowen yang ditinggal sendiri pun menunduk dalam. "Bodoh."
***
Makan malam kala itu terasa sangat janggal. Beberapa pelayan bahkan mengerutkan kening melihat tidak ada canda tawa yang terlontar dari bibir para pangeran. Ketiganya diam menyantap hidangan masing-masing.
Junlin menarik napas panjang. Ia melirik kakak dan adiknya bergantian. Yaowen makan sembari menunduk dalam, takut menatap Jiaqi yang masih memasang raut keras.
"Kak," panggil Junlin yang disahut Jiaqi dengan gumaman, "Yaowen ingin mengatakan sesuatu."
Yaowen mengangkat kepala terkejut, namun sedetik setelah pandangannya bertemu dengan Jiaqi yang menunggu, ia berdeham kecil. "Eum, aku ingin minta maaf. Perkataanku tadi siang sangat tidak pantas."
Si Bungsu lalu bangkit dari duduknya untuk membungkuk sembilan puluh derajat ke arah Jiaqi. Jantungnya berdegup kencang saat hening menjadi jawaban.
"Jangan ulangi lagi. Bayangkan jika Chengxin mendengarnya, menurutmu bagaimana perasaannya?" Tanya Jiaqi.
"Kak Chengxin pasti sedih," jawab Yaowen dengan suara tercekat menahan tangis.
Terdengar suara deritan kursi sebelum Yaowen merasakan pucuk kepalanya ditepuk pelan. Jiaqi menegakkan tubuh sang adik, lalu tertawa kala menyadari mata Yaowen sudah berkaca-kaca.
"Baiklah, aku maafkan," ujar Jiaqi.
Junlin yang sedari tadi diam mengamati memutar mata melihat kelakuan adiknya yang dramatis. "Itu saja menangis, dasar bayi."
"Aku bukan bayi!" Seru Yaowen yang diabaikan olehnya.
Setelah Jiaqi dan Yaowen kembali duduk, Junlin lantas kembali memanggil kakaknya.
"Kak Chengxin tidak ikut makan malam?"
Jiaqi menggeleng. "Mengantuk katanya. Nanti akan kakak bawakan saja ke kamar."
"Boleh aku saja yang mengantarnya?" Sahut Yaowen mengacungkan jari.
Jiaqi dan Junlin saling pandang sebelum terkekeh kecil dan mengangguk.
"Terima kasih, Yaowen."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
He and His Yan (XiangLin TNT)
FanfictionSemua orang bertepuk tangan, beberapa saling bisik. Agaknya terkejut karena melihat sang pangeran hadir di acara informal, pun ditambah membeli seorang hybrid. "Tuan," panggil sosok itu sembari menunduk dalam, "saya Yan Haoxiang, terima kasih atas k...