Part Two -- The Auction

262 53 15
                                    

Junlin hanya sedang menikmati angin sore di tepi danau kala ia menangkap pembicaraan yang menarik atensi penuh dari dua remaja tak jauh darinya. Bangkit dari duduknya, ia menghampiri mereka yang langsung berdiri lalu membungkuk penuh hormat atasnya.

"Pangeran He," ujar mereka bersamaan, "ada apa pangeran mendatangi kami?"

Junlin kembali duduk di rerumputan dan mengisyaratkan mereka untuk juga duduk di hadapannya. "Tidak perlu terlalu formal. Aku hanya penasaran dengan percakapan kalian barusan. Boleh ulangi informasinya?"

"Ah, tentang lelang?"

Junlin mengangguk.

Salah satu dari gadis itu kemudian mulai bercerita. "Akhir Minggu nanti, di gedung terbengkalai di sudut barat kota, akan diadakan pelelangan besar-besaran oleh organisasi kerajaan seberang. Dengar-dengar, ada berbagai macam barang yang akan di lelang, mulai dari perhiasan sampai budak."

Lalu yang satu melanjutkan perkataan temannya. "Tidak sembarangan orang boleh masuk. Mereka sudah menyebarkan undangan ke orang-orang terpilih dengan kekayaan melimpah. Tapi tentu saja, jika pangeran ingin hadir, tidak ada yang berani membantah."

Junlin tertawa kecil. Benar apa kata mereka. Hanya segelintir orang yang punya wewenang untuk melarang Junlin,  tentu saja Jiaqi ada di peringkat teratas.

Tanpa lupa mengucapkan terimakasih dan sampai jumpa, Junlin melangkahkan kakinya pulang kembali ke istana. Sepanjang jalan ia terus terngiang akan pelelangan itu. Singkat kata, He Junlin sangat penasaran.

***

Tepat di hari Minggu, diawal malam yang hangat, Pangeran He  dengan isengnya berhadir di balai sudut barat kota. Mengabaikan larangan Jiaqi yang sudah mewanti-wanti kedua adiknya untuk menghindari hal-hal tabu. Tapi ia Junlin, si keras kepala. Sudah hadir tanpa izin, hanya membawa dua pengawal pula  itu juga ditinggalnya di pintu masuk.

Setengah jam duduk di kursi usang itu, agaknya ia mulai bosan. Tidak ada barang lelang yang menarik perhatiannya. Barang yang dilelang tidak lebih bagus dari koleksi yang ada di ruang pameran istana. Ternyata kabar bahwa kerajaannya merupakan salah satu yang terkaya benar adanya.

Junlin baru saja akan bangkit dari duduknya dan melangkah pergi saat sang pemandu lelang dengan sangat berseru lantang.

"Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya semua, ini adalah saat yang ditunggu-tunggu. Hybrid Auction!"

Beberapa orang kemudian naik ke panggung diiringi sorak sorai penonton. Di bagian leher mereka terdapat kalung kulit hitam legam dengan tulisan yang tidak bisa dibaca Junlin dari jarak ini. Umur mereka bervariasi, mulai dari yang masih muda—seumuran Yaowen, sampai dewasa—mungkin seumuran Chengxin?— dan ada yang sepantaran dengannya.

Merasa tertarik, Junlin mengurungkan niatnya dan kembali duduk. Satu persatu pun mulai dilelang. Harga yang ditawarkan terbilang murah bagi Junlin. Well, kekayaan seorang pangeran artinya kekayaan seluruh negeri, bukan.

"Selanjutnya dan yang terakhir adalah salah satu hybrid yang sudah mulai langka. Hybrid dengan DNA kucing ras terbaik dikalangannya," ujar pemandu dengan semangat.

Alis Pangeran He naik. Hybrid sendiri bukan hal tabu walau masih sedikit yang memilikinya. Lantas iris matanya membulat saat mendapati sosok yang dibawa naik ke panggung. Dalam sekali pandang, Junlin sudah tahu bahwa ia menginginkannya. Maka tanpa menunggu aba-aba ataupun perintah, Junlin bangun dan berseru lantang. Membuat seluruh kepala di ruangan itu berpaling menatapnya.

"Berapapun harganya, katakan. Akan kubayar dua kali lipat. Dia milikku."

Hening beberapa saat hingga akhirnya pemandu mengetuk palu tanda transaksi diterima. Semua orang bertepuk tangan, beberapa saling bisik. Terkejut karena melihat salah satu dari pangeran hadir di acara informal pun ditambah membeli seseorang hybrid.

He Junlin acuh. Dengan langkah besarnya ia mendatangi podium untuk menandatangani berkas dan menghampiri kucingnya untuk lantas dibawa pulang.

"Tuan," panggil sosok itu sembari menunduk dalam. "saya Yan Haoxiang, terima kasih atas kemurahan hati anda."

Junlin mengulang nama itu dalam bisik dan tersenyum. "Ayo pulang."

Seorang pekerja menghampirinya dan meyerahkan kalung kulit identik dengan yang masih dipakai Haoxiang. Hanya saja kini sudah ada namanya ikut terukir di sana. Pertanda bahwa Haoxiang sudah resmi menjadi miliknya.

Menggenggam tangan Haoxiang, Junlin melangkah keluar dari aula sumpek itu. Ia bisa mendengar suara Jiaqi juga Yaowen yang memarahi di dalam kepala. Tapi biarlah. Junlin siap dengan konsekuensinya.

TBC

He and His Yan (XiangLin TNT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang