2

50 3 0
                                    

Bu Sari membuka pintu kelas, keadaan yang sebelumnya terdengar seperti sedang mengadakan konser musik di dalam ruangan ini langsung berhenti tatkala Bu Sari masuk dengan diikuti Nilam di belakangnya.

Nilam memperhatikan sekelling kelas yang mendadak menjadi sunyi. Anak anak yang mungkin sedang melakonkan cita cita mereka menjadi aktris dadakan kaget karena tiba tiba ada guru yang masuk.

Ada siswa yang sedang joget joget di atas bangku dengan dasi yang diikatkan di kepala, cocok sekali dengan muka dan rambutnya yang keriting megar.
Ada yang menggambar bebas di papan tulis dan buru buru menghapusnya sambil nyengir memperlihatkan gigi gingsul mirip jalan yang belum diaspal.
Ada segerombolan anak anak perempuan yang duduk berkerubung, mengelilingi kepala satu anak perempuan yang kelihatannya sedang dikepang.
Ada juga para siswa yang tidur berjamaan menelungkupkan kepalanya di atas meja.

Dari semua pemandangan buruk didepannya tidak ada yang tampak normal di mata Nilam dengan keadaan kelas ini, entah apa yang menjadi pertimbangan Papanya sampai memilih sekolah yang bahkan namanya saja baru Nilam dengar pertama kali saat Papanya bicara padanya akan memindahkannya ke sekolah baru.

Bukannya Nilam tidak berusaha membujuk Papanya untuk membatalkan keinginannya. Dari mulai marah, menangis, mogok bicara selama seminggu, sampai memohon, sudah Nilam lakukan, siapa tahu bisa merubah keputusan Papanya. Tapi, di sisi lain, Nilam tahu, keputusan Papanya tidak akan pernah bisa berubah kalau itu menyangkut yang katanya 'demi kebaikan dirinya' .

Dan seperti biasa Nilam hanya gadis kecil yang tampak keras dari luar, tapi selalu mengikuti apapun keinginan orang tuanya, jauh dari lubuk hatinya Nilam tahu kalau Mamah dan Papanya selalu mengharapkan yang terbaik untuk dirinya. Dan sekarang disinilah dia, menyaksikan keadaan kelas unggulan di sekolah ini, semakin membuat Nilam penasaran, bagaimana keadaan kelas yang berisikan anak anak bodoh, kalau kelas unggulan saja bisa sehancur ini.

Tatapan Nilam menyapu seluruh kelas, satu yang menarik perhatian Nilam, anak laki laki yang duduk paling pojok belakang, pandangannya seolah sedang jauh menerawang ke luar jendela, seolah kerusuhan yang terjadi di sekitarnya sama sekali tidak membuatnya terganggu, ditangannya terbuka satu buku yang kelihatannya sebuah novel atau apa, karna bentuknya yang lebih kecil dari buku pelajaran.

"Kalian ini ya, kalo guru telat masuk dikiiit aja, langsung kaya kutu loncat", suara Bu Sari mengalihkan Nilam kembali pada kesadaran yang sempat dia tinggalkan, Nilam sadar bahwa kekacauan di depannya adalah yang akan menjadi tempatnya sekolah sekarang.

Para siswa yang disebut Bu Sari dengan kata kutu loncat yang entah sebangsa apa itu karena Nilam tidak paham apa maksudnya, berhamburan kembali meninggalkan kegiatan memporak porandakan peradaban yang seolah ter-pause saat Bu Sari dan Nilam tadi masuk, mereka mulai kembali ke tempat duduk masing masing sambil mengalihkan fokus pada Nilam yang baru disadari mereka ikut masuk bersama Bu Sari tadi.

"Intan, kamu sebagai ketua kelas harusnya ngingetin temen temen kamu dong, jangan malah ikutan kaya gitu". Setiap berbicara Bu Sari selalu menyentuh kaca matanya seolah barang itu telah merosot jauh ke bawah hidungnya hanya karena mulutnya bergerak.

Siswi yang dipanggil Intan tadi hanya menarik kedua sudut bibirnya acuh sambil mengeluarkan satu buku dari kolong mejanya.

"Kenalan dulu ya sama anak baru, dia  mulai hari ini resmi gabung sama kalian di kelas ini, silahkan Nilam kenalan dulu sama teman teman kamu". Bu Sari tersenyum kikuk mempersilahkan Nilam untuk bicara.

Nilam menarik napas jengah, perkenalan diri!!, really! Haruskah dia melakulan hal bodoh di depan orang orang 'yang katanya siswa paling pntar di sekolah ini' tapi Nilam hanya dapat melihat sekumpulan orang bodoh juga.

Cerita Di Balik Putih Abu AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang