"Bagaimana kalau kita ajak [Name] menonton balapan skate di S?"
Langa yang sedang memasang papan skate menoleh. "Kaki [Name] masih lebam begitu, apa baik-baik saja mengajaknya?"
Sebagai subjek sorotan, [Name] langsung menyahut kikuk, "A-aku baik-baik saja! Apa kalian sering datang ke S setiap minggu?"
Sebenarnya, [Name] tidak seratus persen awam tentang S. Hanya saja setiap membahas asosiasi rahasia itu, Paman Oka terlihat tidak suka. Untuk paman yang tergolong sangat ramah dan bijak, sejujurnya [Name] sudah bisa menyimpulkan bahwa S bukanlah lokasi umum yang bisa sesuka hati didatangi orang awam.
"Seminggu bisa beberapa kali! Apalagi sejak Langa main perdana karena ditantang, malahan dia jadi berambisi latihan berminggu-minggu," ujar Reki penuh antusias.
Langa menopang dagu, tampak berpikir sejenak kemudian berkata, "Karena tahu S, ternyata ada juga dunia yang menyenangkan selain berselancar salju."
Kalau sudah berbicara tentang skate, [Name] bisa menyadari bahwa Reki dan Langa tidak akan pernah kehabisan topik. Bukan berarti ia jadi sedih karena terabaikan, tetapi ternyata ada pula persahabatan yang mendalam antar lelaki karena sefrekuensi.
"Jadi, apa Hasegawa-kun masih ingin berselancar salju?"
"Sejak ayahku tiada, aku tidak lagi berselancar salju. Hidup bersama ibuku di Okinawa tidak buruk. Di sini tidak akan pernah musim dingin."
"Ma-maaf, aku menyinggung kepergian ayahmu," tutur [Name] refleks menunduk. "Maaf ... maaf ...."
Pemikirannya telah menjadi-jadi. Ia takut Langa menutup diri, padahal akhir-akhir ini mereka sering berinteraksi lewat pesan singkat juga. Suatu pencapaian lebih bagi [Name] yang nyaris tidak pernah berteman dengan lawan jenis.
"Tidak perlu meminta maaf berkali-kali, [Name]. Ini bukan salahmu."
Reki menambahkan, "Langa juga tidak marah, kok. Jadi bagaimana? Ikut kami ke S lusa ini?"
Suara dehaman menjeda [Name] angkat bicara. Tepat di belakang mereka, ternyata Paman Oka telah menyilangkan tangan. Ia meletakkan sekardus besar pada pangkuan Reki.
"Reki-kun, Langa-kun, saya sudah sepakat bersama kedua orangtuanya untuk menjaga [Name], keponakan saya selama liburan musim panas ini. Jadi ... [Name] tidak akan pergi."
Reki mengerucutkan bibir. "Cuman ajak dia nobar aja, kok."
"Tidak berarti tidak. Demi keamanan bersama, dia tidak boleh ikut.
🛹🛹🛹
Langit indigo mulai terlihat jelas saat [Name] menutup Dope Sketch. Sebelum kedua sahabat sejoli itu pulang, samar-samar gadis itu mendengar bahwa mereka tetap pergi ke S pukul delapan malam. Ah, [Name] iri karena tidak bisa ikut. Sepulang bekerja sambilan setiap harinya, ia hanya melanjutkan aktivitas rebahan. Namun, hari ini ia bertekad membeli keperluan sehari-hari dan cemilan di konbini.
"[Name]." Panggilan nama terhadap gadis itu menjedakan langkahnya sejenak. Di belakang, Langa sedang menyandarkan bahu pada dinding bata dekat tiang lampu jalan. Kaki kirinya menumpu pada papan biru yang dimodifikasi khusus oleh Reki.
"H-hasegawa-kun? Belum pergi bersama Reki?" [Name] mengerjap beberapa kali; berusaha menyadarkan diri jika tidak sedag berhalusinasi.
"Jika manajer tidak melarangmu pergi, apakah kau akan tetap ikut kami?"
Selama ini, [Name] selalu merasa kehidupannya berjalan secara auto-pilot. Terlalu dikendalikan orang lain. Bahkan, ia pernah kehilangan motivasi akan hidup. Hanya menggerakkan ekspektasi demi prestise, bukan semata karena perasaannya sendiri. Kali ini, liburan musim panas di Okinawa mulai menggerakkan perspektif pemikiran yang baru.
Sesekali melawan stigma. Ia tahu maksud Paman Oka baik. Lingkungan S memang liar, juga berbahaya. Namun, pertanyaan Langa seakan-akan menyoroti sekali atau tidak sama sekali.
"Aku mau!"
"Ikut aku. Reki sudah menunggu di mobil bersama Shadow." Langa menarik pergelangan tangan gadis itu. Manik kebiruan mudanya berpantul indah di bawah sorotan lampu jalanan.
Tak sempat terpesona, Name] setengah berseru karena satu kakinya "diajak" berpijak papan skate Langa. "Tu-tunggu! U-uwaaaaaaaa!!"
🛹🛹🛹
"Kenapa jadi nambah satu personil lagi?" gerutu pria bongsor berambut oranye itu hendak menyetir. Dandanan serba putih pada wajahnya amat mencolok juga menunjukkan kesan intimidatif pada impresi pertama. Namun, [Name] berusaha tidak berekspresi sedikit pun berkat adanya Reki dan Langa. Tampilan mobil pink fuchsia yang feminin begitu bertolak belakang terhadap pengendaranya.
"[Name] cuman nobar, kok! Cus jalaaaan," ujar Reki antusias duduk di samping Shadow.
"Enak aja numpang-numpang!" tolak Shadow, tetapi tertegun mendapati [Name] di belakang bersama Langa. "Tunggu. Sepertinya aku pernah melihat gadis ini sebelumnya."
"Basi modusnya, ah," ledek Reki terkekeh lebar. "Padahal sudah bapak-bapak."
"UMURKU BARU 24! Sungguh, dia terlihat familiar di tempat kerjaku! Dek, apa kau pernah mampir ke toko bunga di sini minggu lalu?"
[Name] mengerjap bingung. "S-shadow-san ... nanya saya?"
"Jawab saja pernah atau tidak."
Merenungi beberapa hari sebelumnya, [Name] mengingat kembali aktivitas yang berlalu akhir-akhir ini. Tak heran, ia mengingat terdapat sebuah pot kaktus yang dibeli pada sebuah toko bunga.
"Pernah. Seorang manajer toko bunga memberi saran kaktus mini lebih mudah dirawat."
"Berarti ingatanku benar. Tolong rawat kaktusnya baik-baik. Jangan panggil aku Shadow jika bertemu lagi di toko. Cih, kali ini saja aku bawa kalian pergi."
[Name] mengangguk kecil. Kehadiran Langa yang duduk di sebelahnya cukup memberikan perasaan nyaman. Walaupun lelaki itu tidak berbicara atau menimbrung satu patah kata pun. Sedan pink itu melaju kencang seiring mengejar waktu kompetisi di S. Semakin tinggi arena S yang padat akan bebatuan dan curam.
Arena S bisa jadi jauh lebih misterius dan liar dari bayangan [Name].
🛹🛹🛹
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴾʳᵉᶜⁱᵒᵘˢ • ʰᵃˢᵉᵍᵃʷᵃ ˡᵃⁿᵍᵃ
FanficPertemuan mereka terjadi saat musim panas. Asumsi awal seorang Langa dingin, cuek, dan susah dijangkau. Namun, [Name] salah. Semakin dikenal, Langa adalah lelaki baik, naif, dan jujur dengan isi hatinya. Apakah mungkin laki-laki dan perempuan bisa b...